Cerita Misteri Desa Gondo Mayit Bagian 2

Prediksi Togel, Cerita Misteri, arti mimpi mudik, tafsir mimpi, ulasan pusaka, misteri, angker, Supranatural, Terawang angkaPrediksi Togel, Cerita Misteri, tafsir mimpi, ulasan pusaka, misteri, angker, Supranatural, Terawang angka,Desa Gondo Mayit

Cerita Misteri Desa Gondo Mayit Bagian 2, Dijamin Bikin Tegang

Kali ini mbah akan melanjutkan tentang Desa Gondo Mayit yang sebelumnya pernah mbah cerita, tidak usah menunggu lagi langsung baca saja cerita di bawah ini.
Umumnya, memang sering terdengar kabar, bahwa penghuni atau kasarnya, penunggu-penunggu di dalam hutan adalah korban-korban kecelakaan atau bencana-bencana yang tidak umum, kini setelah melihatnya dengan mata kepala sendiri, Erik akhirnya tau, bahwa mereka itu memang nyata, Damar sudah kembali, mereka pun melanjutkan perjalanan, rencananya sendiri, mereka harus sudah menempuh setengah dari jalur pendakian, yang menurut Damar bila di lihat dari lama jam mereka berjalan, tidak jauh lagi.
Erik lebih sering diam. hal ini membuat Damar mulai penasaran.  Asap rokok mencoba mencairkan suasana, namun Erik lebih memilih diam, sesekali dia mencuri pandang ke belakang yang jelas-jelas tidak ada siapapun kecuali Damar.

“Onok opo Rik?” (ada apa Rik?)”Gak onok” (gak ada)

Damar tahu, Erik sedang berbohong.  Barulah, ketika sampai di tanah lapang, yang artinya pos kedua atau tempat yang biasa di gunakan sebagai penakaran satwa sudah mulai dekat, Erik baru membuka suara.

“Onok kuntilanak Dam”Kaget, namun Damar tidak mencoba menanggapi, ia hanya melihat Erik lebih pucat.  Seteguk air dalam botol setidaknya mampu menenangkan hati Erik, setelah di rasa cukup dan Erik menjadi lebih tenang, seusai cerita bagaimana dirinya melihat makhluk tersebut.

Damar yang sekarang memimpin, disinilah, keanehan itu terjadi. Pos yang seharusnya tidak jauh dari tanah lapang, tidak ada 
hampir 2 jam, Damar dan Erik hanya berada di area itu dan itu terus, hal ini, membuat mereka akhirnya berpikir buat menginap disana, terlepas dari apa yang mereka alami malam ini, mereka memutuskan untuk pasrah, sampai terdengar suara langkah kaki menghentak, dan sontak mereka langsung terjaga  di ikutilah suara ramai itu. disanalah, Erik dan Damar melihatnya.
Orang-orang berjalan berjejeran, seolah ada sesuatu yang sedang mereka kerjakan, sampai mata Erik dan Damar tertuju pada barisan yang paling depan, disanalah mereka baru sadar, ada Perkuburan mayit.  Untuk apa, orang-orang menguburkan jenazah pada malam buta seperti ini. setidaknya itu yang Damar dan Erik pertama kali pikirkan. Sampai baru mereka sadar.
“Bagaimana mungkin ada penguburan jenazah di tengah hutan?”
 
Keganjilan itu sebenarnya sudah di rasakan sedari awal masuk ke dalam hutan, mas Damar dan juga Erik hanya diam sembari memandangi rombongan itu semakin jauh, hingga akhirnya, kehadiran mereka benar-benar lenyap di telan kegelapan hutan. Di tengah perasaan campur aduk itu, tiba-tiba mas Damar mengeluh kesakitan, sebenarnya sedari tadi mereka berjalan menempuh medan berat itu, di bagian selangkangan mas Damar terasa nyeri namun dirinya mencoba menahanya, puncaknya, ketika mas Erik mengajak untuk lanjut, tiba-tiba mas Damar mengeluh tidak bisa melanjutkanya, di ceritakanlah kondisinya, dan ketika di periksa apa yang terjadi, mas Damar gak tau lagi harus ngomong bagaimana kondisinya ke mas Erik.

“Yo opo Mar, isok lanjut ora?” (gimana Mar, bisa lanjut apa tidak?)

Mas Damar memanggil Erik, memintanya mendekat sembari menceritakan keluhanya, dan ketika dia menunjukkan kondisinya saat itu, mas Erik hanya bisa melotot gak percaya atas apa yang dia lihat.

“Jancok, kenek opo koen?” (sialan, kenapa dengan kamu ini?) tanya mas Erik, matanya fokus melihat sesuatu yang ganjil tersebut.

Mas Damar hanya diam, wajahnya sudah pucat, jangankan menjawab pertanyaan Erik, kapan dan bagaimana ini terjadi saja, mas Damar saja tidak tahu.”Gak eroh Rik” (gak tau Rik) 

Melihat kondisi mas Damar seperti itu, mas Erik akhirnya menyuruh mas Damar bersandar di pohon, pikiranya fokus ke rombongan yang tadi lewat, jin atau bukan, mas Erik harus memanggil mereka, agar mas Damar dapat segera tertolong.

Tidak hanya itu, hal seperti ini baru pertama kali mas Erik hadapi, bagaimana bisa terjadi hal-hal seperti ini, padahal mereka tidak lupa berdoa agar di lancarkan semuanya, tapi, kok bisa testisnya si Damar membesar seperti itu, besarnya sendiri nyaris sama seperti kepalan tangan yang menggenggam.

Mas Erik cuma berpikir satu hal, pasti Jin gunung yang melakukanya.
Mas Erik pun meninggalkan mas Damar seorang diri, dirinya berlari menembus semak belukar, menuju ke rombongan yang sudah hilang lenyap di tengah kegelapan. Ada hal yang aneh dan entah mas Damar dengar atau tidak tapi mas Erik yakin, tadi ketika mereka mengintip rombongan itu, dirinya mendengar suara gamelan yang di dengungkan. Hal itulah yang membuat mas Erik tidak berani bicara, karena fokus mendengar alunan dari gamelan yang di pukul.

Tidak hanya itu, ekspresi wajah dari iring-iringan itu, tidak satupun menunjukkan wajah sedih atau bersimpati, sebaliknya, wajah-wajah itu, sumringah seperti sedang mengadakan pesta.

Lalu, keranda mayit yang di pinggul pun asing, biasanya di tutup dengan kain hijau tua, namun yang mas Erik dan Damar lihat, keranda mayit itu di tutup dengan kain hitam lengkap dengan bunga melati terajut sebagai pengiringnya.

Hal-hal itu yang di jadikan mas Erik patokan, semoga dirinya masih bisa mendengar iring-iringan musik gamelan, dan semoga mereka memang manusia berlari kurang lebih 10 menit dan semakin jauh lokasinya dari mas Damar yang masih menahan nyeri, Mas Erik sadar, rombongan itu sudah lenyap, menyisahkan tanda tanya, bagaimana bisa mereka berjalan santai dengan gendong mayit di medan yang naik turun seperti ini.
Putus asa, mas Erik akhirnya menelusuri jalanya lagi, kembali, ke tempat dimana mas Damar tak berdaya. Dirinya berharap segera selesai dan keluar dari area belantara ini. Rupanya ketika kembali, mas Erik kaget saat di hadapanya, mas Damar tidak sendirian, di depanya, ada nenek-nenek tua, di punggungnya, dirinya memanggul kayu bakar. Desa Gondo Mayit
Terlihat dari jauh, mas Damar tampak mengobrol dengan sosok asing itu, membuat mas Erik bertanya-tanya, ragu, lalu mendekat 

saat itulah baru di ketahui nenek itu adalah warga lokal, dirinya tinggal di desa tidak jauh dari tempat mereka berada, nenek itu menawarkan tempat persinggahan, sekaligus memberitahu bila apa yang terjadi pada mas Damar adalah akibat dari “Weltuk”

“Nopo niku?” (apa itu?) tanya Erik disitulah si nenek yang mengaku bisa menyembuhkan mas Damar bercerita, Weltuk itu adalah Demit (lelembut) penunggu sungai yang marah sama mas Damar karena tanpa sengaja, mas Damar sudah mengencinginya.

Akibatnya, mas Damar di selentek (di keplak) area kemaluanya, ragu dan khawatir awalnya, ketika si nenek yang di panggil mbah dok itu menawarkan mas Erik dan juga mas Damar untuk mengikutinya ke desa tempat dirinya tinggal.
Tapi karena keadaan saat itu benar-benar darurat, memaksa mas Erik akhirnya setuju, di boponglah mas Damar, dengan kondisi itu 
selama perjalanan, si nenek bercerita banyak hal, salah satunya menjelaskan permisi kalau mau buang hajat atau apapun, mereka tidak terlihat bukan tentu tidak ada, meskipun hanya sekedar ijin dengan suara berbisik pun, mereka bisa mendengar, termasuk Wanggul yang sekarang mengikuti mas Erik.

Kaget. mas Erik kemudian bertanya dengan muka ngeri. “Wanggul apa mbah?”Si nenek berhenti, melihat jauh ke belakang, disana dirinya menunjuk.

“Hantu wanita yang mati karena kecelakaan, lehernya patah, dan dari tadi dirinya ngikutin kamu. Wangi apa yang kamu cium?”

Mas Erik pun mengatakanya. “sembujo”

Si Nenek mengangguk. “ra popo nek sembujo, gorong ambu batang yo kan, nek iku baru bahaya” (tidak apa-apa kalau wangi sembujo, kalau bau bangkai, nah itu baru berbahaya)

(Sebenarnya, kata mas Erik, bahasanya si nenek ini jawa halus, tapi karena saya gak bisa, pake bahasa jawa halus, pake bahasa suroboyoan aja ya. mohon maaf)

“Trus yok opo mbah, sampe kapan kulo bakal di tut’i” (lalu bagaimana mbah, sampai kapan saya akan di ikuti)

“Bar engkok ngaleh dewe” (biarkan saja, nanti juga pergi sendiri) jelas si mbah.

Benar rupanya, di depan, terlihat sebuah desa, namun, desanya ini, tidak terlalu besar rumah-rumahnya terbuat dari anyaman bambu, pokoknya, sangat jauh berbeda dengan kondisi rumah jaman sekarang yang di bangun dengan bata dan jiuga semen.

Tepat di sudut rumah paling ujung, gentingnya terbuat dari ranting dengan di tutup daun kelapa kering, si mbah mempersilahkan masuk.

“Turokno kunu sek kancamu” (tidurkan dulu temanmu disitu)

Si mbah masuk ke ruangan dalam, sedangkan mas Erik dan Damar di tinggal di teras rumah, ada bangku besar untuk merebahkan badan mas Damar, mas Erik masih gak habis pikir, hanya karena kencing bisa jadi seperti ini.

Selidik demi selidik, mas Erik melihat kesana-kemari, tatapanya menyapu dari rumah ujung ke ujung, hanya ada 13 atau kurang rumah disini, dan sebelumnya dirinya tidak pernah dengar di daerah ini ada sebuah desa.

Namun, tengah malam seperti ini, desa ini sunyi dan sepi, cukup membuat ngeri si mbah keluar, di tanganya, ada kendi, “Ngumbi iki, trus pas ngumbi ngadep kidul ben penyakite minggat nang kidul yo le” (minum ini lalu pas minum nanti menghadap ke arah selatan, biar penyakitnya pergi ke selatan ya nak)

Berusaha keras untuk berdiri, mas Damar menenggak air tersebut

“Sak iki mlebu ae nang omah, ojok metu sek, ben balasado’ ne ngalih disek,” (sekarang masuk rumah, jangan keluar dulu, biar bencananya bisa pergi)

Mas Erik tidak paham maksud si mbah saat mengatakan balasado, namun mas Erik mengiyakan tawaran tersebut, kali ini mereka yakin, mbah yang menolong mereka mungkin memang manusia asli.

Di dalam rumah, persis seperti yang di bayangkan mas Erik, rumah desa yang benar-benar seperti pedalaman, tidak mungkin ada listrik, bahkan peralatanya semua benar-benar sangat lawas, mas Damar sudah tertidur lelap setelah di persilahkan untuk istirahat, saat itulah, kaget bukan main, mas Erik mendengar suara gamelan tersebut.
Sekarang mas Erik baru paham, mungkin rombongan itu adalah rombongan orang-orang desa ini, namun, kenapa musik gamelanya seperti dekat sekali si mbah menuju ke pintu dan membukanya, di depanya ada anak kecil, wajahnya sangat pucat, dan ekspresinya tidak menyenangkan, semakin di pandang, membuat hati mas Erik jadi gelisah sendiri.
Si mbah tampak mengobrol lama, mencoba mencuri dengar, mas Erik hanya mendengar kalimat patah-patah 

kalimat yang di dengar mas Erik hanya. “wayahe. sedo, Bolo, Randak” (giliran. Mati, Saudara, Ilmu)

Habis itu, pintu di tutup, si mbah kembali masuk dan mengambil kain, lalu menutup kepalanya dengan kain itu, disana, mas Erik pun bertanya.

“Bade pundi mbah?” (mau kemana mbah?) 

Saat itulah si mbah menawarkan mas Erik apakah mau ikut atau tidak. Tawaran itu awalnya membuat ragu mas Erik, karena dirinya harus menjaga mas Damar, tapi ada keinginan besar yang membuat penasaran, terutama bila melihat wajah anak pucat tersebut.

Seperti ada sesuatu yang ganjil, mas Erik pun ikut, setelah lama menimbang-nimbang keputusan. Rupanya, mas Erik di bawa di sebuah rumah, di depanya banyak orang yang sudah menunggu.

Benar dugaanya, ada gamelan yang di tabuh di antara kerumunan itu, tidak beberapa lama, pandangan mas Erik menuju ke pintu rumah, keluar 4 lelaki setengah baya, mereka mengangkat keranda mayit, yang membuat mas Erik tidak nyaman. dalam pikiranya dirinya bertanya-tanya. Tadi bukanya sudah melakukan prosesi pemakaman, kok di adakan pemakaman lagi.
Disanalah, si mbah yang memimpin, dirinya berjalan di barisan depan.  Karena sudah setengah jalan, mas Erik pun terpaksa mau tidak mau harus ikut. Di sepanjang perjalanan yang naik turun, tampak wajah-wajah itu menunjukkan ekspresi sumringah.
Hal-hal ganjil seperti itu yang membuat mas Erik gak habis pikir. Namun dirinya mencoba menahan diri.  Sampailah mereka di sebuah tempat, ada 2 tanah lapang yang kesemuanya sama, pemakman kembar, setidaknya itu yang terlihat. si mayit sudah di turunkan dan ketika keranda di buka, mas Erik hanya diam bengong melihat sesiapa yang akan di makamkan hari ini.

rupanya, yang akan di makamkan malam ini adalah, bocah yang tadi berdiri di depan pintu si mbah.

“Jancok lah” batin mas Erik, seolah gak percaya apa yang dirinya lihat, semakin di lihat, wajahnya semakin sama persis dengan apa yang mas Erik saksikan.

Tidak mungkin ia salah lihat. Sata yang dengar mas Erik cerita menatap bingung. “maksude yo opo mas, cah sing di kubur iku podo mbek cah sing nggedor lawang mbah iku?” (maksudnya gimana mas, anak yang di kubur itu sama persis sama anak yang gedor pintu itu kah?)

Mas Erik menghisap rokoknya, lama, lalu, mengangguk

“Ra mungkin” (gak mungkin) kata saya mencoba berkilah, namun sanggahan saya hanya di jawab dengan wajah murung mas Erik, gak cuma itu, mas Damar yang terkenal realistis pun hanya diam, matanya tertuju pada segelas kopi yang mulai dingin.

Malam melanjutkan ceritanya. Mau tidak mau, mas Erik menyaksikan prosesi pemakaman itu, di tengah pemakaman, mas Erik melihat gelagat yang sangat aneh, dimana, semua orang tampak sedang menari-nari, beberapa bernyanyi dengan nada gamelan mengalun-alun, yang lebih membuat mas Erik tidak bisa mengerti, adalah si bocah, di kubur dengan mata yang masih terbuka lebar.

Saya gak bisa bedain antara mau ketawa atau menahan ngeri mendengar cerita mas Erik.

“Piye maksude mas, cah iku wes mati opo durung asline” (gimana sih maksudnya, itu anak sudah mati apa belum sebenarnya?)

Mas Erik masih diam lama, kemudian mas Damar memotong cerita mas Erik.

PASARAN

PREDIKSI MBAH JITU TOP 2D

KLIK

PASARAN SYDNEY

30 39 39 37 20 29 27 70 72 79

SELENGKAPNYA

PASARAN COLOMBO

52 57 54 51 42 47 41 51 57 52

SELENGKAPNYA

PASARAN SCOTLAND

01 03 09 08 31 39 38 81 83 89

SELENGKAPNYA

PASARAN SINGAPORE

37 31 30 38 07 01 08 87 81 80

SELENGKAPNYA

PASARAN JAMAICA

30 38 36 35 60 68 65 50 58 56

SELENGKAPNYA

PASARAN UGANDA

63 64 67 61 43 47 41 13 17 14

SELENGKAPNYA

PASARAN HONGKONG

84 87 83 81 34 37 31 14 17 13

SELENGKAPNYA

PASARAN KENYA

13 14 19 18 93 94 98 83 84 89

SELENGKAPNYA

PASARAN SLOVAKIA

10 12 14 17 40 42 47 70 72 74

SELENGKAPNYA

Hening, sepi, sunyi, setidaknya itulah yang di rasakan mas Damar, dirinya terbangun meski mata masih terkantuk-kantuk. Di lihatlah kesana-kemari, ia baru ingat, ia baru saja terlelap di atas ranjang rumah seseorang.

Seorang wanita tua yang menawarkan rumahnya. Di carinya mas Erik namun tidak di temukan kawan seperjalananya ini.

Maka, dengan tatapan kebingungan sekaligus penasaran, kemana semua orang pergi. mas Damar, mencoba memanggil-manggil mas Erik, namun tak kunjung ada jawaban, begitu juga dengan wanita tua itu. Dengan keadaan masih linglung, ia melihat kondisinya, ukuran Testisnya yang belum normal, namun jauh lebih baik di bandingkan beberapa saat yang lalu.
Mas Damar berdiam diri sebentar, di lihatnya langit-langit dari teras rumah, masih gelap. ucapnya dalam hati. artinya, 1 malam belum terlewati.

Mas Damar pun kembali masuk ke rumah yang lebih terlihat seperti gubuk itu. sampai, dirinya merasa penasaran dengan ruangan dalam milik si wanita tua tersebut.Dengan perlahan, mas Damar mendekat, di dalam rumah, mas Damar mencium bebauan yang familiar, rupanya itu adalah bau dari daun sirih yang di gunakan wanita tua itu. bagaimana mas Damar tau bebauan itu, karena rupanya, mas Damar sudah sering menciumnya di rumah mbah buyutnya yang juga menggunakan itu tuk pembersih gigi tangan mas Damar cekatan memeriksa rumah itu. Meski tidak sopan, rasa penasaran mas Damar begitu besar, matanya sibuk mengawasi ini itu, sampai, pandanganya menangkap sebuah kotak dengan ukiran majapala, sebuah ukiran khas jawa, mas Damar pun, mendekat.

Pelan, pelan, pelan. Rupanya, kotak itu tidak di kunci, dengan leluasa mas Damar pun mengangkatnya, namun, perasaan mas Damar mendadak tidak enak, bebauan yang awalnya di dominasi bebauan daun sirih tiba-tiba lenyap begitu saja, berganti menjadi bebauan seperti kentang atau umbi kayu yang sudah di bakar semua orang tau, bebauan itu bebauan apa. Biasanya, ketika mencium bebauan lenguh seperti itu maka artinya, tidak jauh dari tempatmu berdiri, ada makhluk familiar yang sudah terkenal sedang mengawasimu. pocong.
Namun, mas Damar belum tahu akan hal ini, dirinya nekat membuka kotak itu 

begitu kotak di buka, mas Damar menatap heran, karena yang dirinya lihat hanya tumpukan pakaian bernuansa warna putih, tertumpuk berantakan begitu saja, maka mas Damar bersiap menutupnya lagi, namun, tiba-tiba dia curiga dengan pakaian itu.

Di ambilah satu helai pakaian, dan ketika pakaian itu terangkat di tanganya, ia memeriksa dengan seksama, sampai ia yakin dan menatap ngeri pakaian itu. Rupanya itu adalah kain kafan yang sudah di ikat sedemikian rupa, membentuk sampul untuk mebungkus mayat.

Mas Damar sontak melempar pakaian itu begitu saja. Tiba-tiba, ketika mas Damar bersiap untuk pergi dari tempat itu, matanya tercekat, menatap sosok yang tengah berdiri tepat di depanya. Matanya hitam dan wujudnya sangat mengerikan.
Kini ada sosok pocong tengah berdiri tepat di depanya. Ingin segera pergi, namun kaki mas Damar malah kaku tak mau di gerakkan, sementara si pocong masih berdiri memandanginya.
Bila ada satu permintaan yang bisa mas Damar minta, mungkin dirinya akan meminta untuk jatuh pingsan. Sungguh, peristiwa itu benar-benar peristiwa tak terlupakan di situlah, akhirnya mas Damar mendengar suaranya.

Lirih, namun membuat bulukuduk berdiri, si pocong mengatakanya. “tali pocong” “tali pocong”Mas Damar masih mematung, ketakutan benar-benar mengeraskan syarafnya, hingga, suara pintu terbanting membuat mas Damar tercekat panik di lihatnya si mbah sudah kembali dengan wajah marah dan memaki, entah apa yang terjadi, dirinya melihat si mbah mencengkram ujung kain kafan si pocong, menyeretnya dengan tangan kosong lalu melemparkanya tepat di kebun belakang rumah gubuk itu.

Kejadian yang baru saja terjadi, membuat mas Damar tidak habis pikir.
Wanita itu menatap mas Damar dengan tatapan dingin sembari berujar “nek ra eroh opo opo, ojok grusak grusuk yo le, nyowo onok regane” (jika kamu tidak tahu apa apa, jangan sembarangan ya nak, nyawamu ada harganya) 
Kalimat itu masih terbayang di pikiran mas Damar bahkan hingga saat ini. Mas Erik baru sadar, sedari tadi, si mbah tidak kelihatan, padahal dirinya ikut karena si mbah yang menyuruhnya, di tambah rasa penasaran kenapa memakamkan seseorang saja sampai ambil waktu selarut ini, disinilah mas Erik di buat kaget.
“Loh, tali pocong’e rung di buka iku loh” 

(loh, kenapa tali pocongnya belum di buka?)

Namun, tak seorangpun mendengarkan peringatan dari mas Erik, mereka tetap menutup lubang kubur dengan tanah, disinilah mas Erik merasakan firasat teramat buruk.

“Desa Edan” (desa gila)

Maka, ia segera meninggalkan tempat itu. 

sampai di rumah si mbah, mas Erik melihat mas Damar, mata mereka saling menangkap satu sama lain.

Disini, mereka curiga.

Desa ini, mungkin bukan Desa manusia, namun ada hal yang lebih besar dari semua itu. Ada misteri apa yang di sembunyikan di desa ini. Di tengah kebingungan, langkah kaki si mbah mengejutkan mereka, wajahnya yang sempat mengeras ketika melihat mas Damar kini sudah berubah seperti sedia kala, seperti saat pertama kali mereka bertemu dengan si mbah.

“Le, kamar’e wes si mbah siapke” (nak kamarnya sudah disiapkan) 
Mau tidak mau, mereka pun masuk ke sebuah kamar yang asing, tidak ada hal yang menarik selain ranjang dengan lasa(tikar anyaman) sebagai alasnya, namun, mereka sepakat, keganjilan semua peristiwa ini seperti mengerucut pada sesuatu. Namun, belum ada yang berani menarik kesimpulan sampai, di tengah keheningan ketika mereka sudah saling merebahkan tubuh untuk sekedar membuang lelah. Terdengar suara yang tidak asing lagi di telinga mereka.

Suaranya riuh, namun sangat tipis, seperti dari tempat yang jauh.Itu adalah suara pitik (ayam) yang pernah terdengar. Mas Erik lah yang pertama bangun, ia melihat kesana kemari untuk memastikan sesuatu sampai, mas Erik akhirnya menggoyangkan badan mas Damar, dirinya baru sadar, wajah mas Damar terlihat sangat pucat, seperti menyembunyikan sesuatu.

“Mar, krungu ora?” (Mar, dengar apa tidak?) 
Mas Damar masih diam, mencerna setiap kalimat mas Erik, sampai akhirnya ia mengatakan “Rik, awakmu percoyo, pocong ora?”
(Rik, kamu percaya gak sama Pocong?) 

Kalimat itu mengingatkan mas Erik dengan peristiwa yang baru saja dirinya alami, matanya menatap tajam mas Damar, ia tidak tau harus menceritakanya darimana.

“Aku tau krungu, jare’ne, suara pitik, iku nunjuk’ke nek onok pocong gok sekitar kene” (aku pernah dengar, katanya, kalau dengar suara ayam, artinya ada pocong di dekat sini)

“Mar” akhirnya mas Erik menceritakan kejadian yang menimpanya. “Deso iki gak beres, ayok minggat ae, ndok mu wes gak popo toh” (Mar, desa ini gak beres, ayo pergi saja, testismu sudah gak papa kan)

Mendengar itu, mas Damar kemudian juga mengatakanya.

“Rik. koyok’e si mbah iki” 

(Rik sepertinya si mbah) belum selesai melanjutkan kalimat itu, tetiba mata mas Damar menatap ke jendela kamar yang hanya tertutup gorden, disana, ia melihat wajah mengintip.

“Rik. minggat ae tekan kene” (Rik ayo kita pergi saja dari sini)

“Opo to, onok opo?” (ada apa?) 

“Gok cendelo, gok cendelo!!” (di jendela!! di jendela!!) mas Damar menunjuk ke arah jendela, “gok cendelo onok si mbah!!” (di jendela ada wajah si mbah)
 
Kaget, saat itu juga mas Erik langsung mengemasi barang bawaanya, di ikuti mas Damar, mereka bergegas keluar dari rumah itu, namun, baru saja membuka pintu kamar, di depanya, si mbah berdiri, wajahnya menatap mas Damar dan mas Erik bergantian. Desa Gondo Mayit

Leave a Reply

Your email address will not be published.