Khasiat Pusaka Jamus Kalimosodo

Pusaka Jamus Kalimosodo dalam Cerita Pewayangan istilah jamus kalimosodo terdapat dalam kisah pewayangan baratayudha, suatu jamus/surat yang ada tulisannnya tentang pengertian/kawruh. “barang siapa mendapat kawruh ini ia akan menjadi raja atau mempunyai kekuasaan yang besar.

Jimad kalimosodo adalah nama sebuah pusaka dalam dunia pewayangan yang dimiliki Prabu Puntodewo atau Prabu Yudhistira (Samiaji) dari kerajaan Amartha, pemimpin para pendowo, yang selalu menang dalam peperangan dan akhirnya masuk surga tanpa kematian. Pusaka ini berwujud kitab, dan merupakan benda yang dikeramatkan di dalam kerajaan amarto, warisan dari Kyai Semar, Jamus Kalimasada adalah pusaka untuk menangkal kesengsaraan, nasib celaka, bebendu atau hukuman dari Tuhan. Jamus Kalimosodo diwahyukan kepada Pendawa Lima dan diteruskan kepada para puteranya. Jadi para putera Pendawa Lima merupakan pralampita, pengejawantahan dari panca indera manusia yang meliputi mata, hidung, telinga, lidah, dan kulit dan anggota badan.

PASARAN

PREDIKSI MBAH JITU TOP 2D

KLIK

PASARAN SYDNEY

69 62 61 67 29 27 21 79 72 71

SELENGKAPNYA

PASARAN COLOMBO

14 16 19 18 64 69 68 84 86 89

SELENGKAPNYA

PASARAN SCOTLAND

60 63 69 68 90 93 98 80 83 89

SELENGKAPNYA

PASARAN SINGAPORE

64 63 62 69 24 23 29 94 93 92

SELENGKAPNYA

PASARAN JAMAICA

57 54 52 59 27 24 29 97 94 92

SELENGKAPNYA

PASARAN UGANDA

71 73 71 19 13 17 59 53 51 57

SELENGKAPNYA

PASARAN HONGKONG

20 23 26 29 60 63 69 90 93 96

SELENGKAPNYA

PASARAN KENYA

91 94 98 97 41 48 47 71 74 78

SELENGKAPNYA

PASARAN SLOVAKIA

34 32 39 38 24 29 28 84 82 89

SELENGKAPNYA

Pertama adalah Sang Pretiwindya putera dari Prabu Yudhistira sebagai perlambang indera penglihatan, Sang Sutasoma, putera Sang Werkudara sebagai perlambang dari indera penciuman, ketiga yakni Sang Sutakirti putera Sang Arjuna sebagai perlambang indera pendengaran, ke empat yakni kembar Raden Nakula dan Raden Sadewa, putera Raden Nakula yakni Sang Satanika sebagai perlambang lidah sebagai indera perasa, dan Sang Srutakarma putera dari Raden Sadewa sebagai perlambang kulit dan seluruh anggota badan sebagai indera perasa pula.

Kelima putera tersebut dari satu isteri Pendawa Lima yakni Dewi Drupadi sebagai wujud retasan dari Yang Maha Kuasa (purbawisesaning gesang). Sehingga dapat diambil intisarinya yakni asal muasalnya panca indera tidak lain dari wujud ciptaan Sang Khaliq, Tuhan Yang Maha Kuasa, Sang Hyang Wenang, Gusti Kang Maha Wisesa. Tetapi, Sang Werkudara dari isteri Dewi Arimbi kemudian dikaruniai anak bernama Gatutkaca, selanjutnya sebagai perlambang dari pamicara. Pamicara atau bicara dengan bahasa manusia, bukanlah kewenangan Sang Hyang Wenag, purbawasesaning gesang hanya menciptakan suara untuk makhluknya, tidak menciptakan bahasa manusia. Bahasa atau bicara, wicara, merupakan hasil karya peradaban manusia, sehingga Gatutkaca bukan menjadi putera Werkudara dengan Dewi Drupadi, tetapi dengan Dewi Arimbi. Sang Werkudara sendiri merupakan perlambang hawa atau udara, maka Gatutkaca adalah putera Werkudara dengan Dewi Arimbi, bukan dengan Dewi Drupadi. Artinya, bahwa nafas dan suara asalnya dari hawa atau udara. Maka jika mulut dubungkam, dan hidung ditutup, pasti tidak akan bisa bicara.

Versi Sunan Kalijaga Ketika agama Islam datang ke Indonesia, bahkan oleh salah satu wali songo (sembilan wali) – Sunan Kalijaga – wayang dijadikan alat untuk penyebaran agama Islam yang memasukkan unsur Islam dalam kandungan cerita Mahabharata, sebagai contoh : Puntodewa atau Yudistira sebagai raja di Amartapura mempunyai jimat yang bernama “Jamus Kalimasada” yang merupakan pegangan atau lambang keunggulan sebagai raja diterjemahkan sebagai “Kalimat Sahadat” yang melambangkan keunggulan Islam sebagai pegangan hidup dengan pengakuan “tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai utusanNya”. Konon diceritakan Puntadewa belum bisa meninggal sebelum ada yang bisa menjabarkan jimat “Kalimasada” yang kemudian dalam pertapaannya bertemu dengan Sunan Kalijaga di hutan Ketangga yang menjabarkan “Kalimasada” sebagai “Kalimat Sahadat” dan yang meng-Islamkan Puntodewa atau Yudistira yang kemudian bisa menemui ajalnya dalam Islam (apabila dipikirkan secara “rational” tentu saja tidak masuk akal karena Puntadewa bagaimanapun adalah produk dari budaya Hindu tentu saja ini adalah kepandaian dari walisongo untuk meng-Islamkan masyarakat yang pada saat itu masih mayoritas Hindu). Dalam hal seberapa besar Islam betul betul secara effektif mempunyai pengaruh yang besar dalam “wayang purwo atau kulit” masyarakat Islam masih banyak meragukan, oleh karena itu ada sebagian masyarakat Islam bahkan mengharamkan “wayang purwo atau kulit” yang jelas nafas Hindunya atau Jawanya lebih menonjol dibandingkan dengan nafas Islamnya, lepas dari kenyataan bahwa “wayang purwo atau kulit” masih tetap digemari masyarakat Jawa yang Islam maupun yang bukan Islam. Pusaka Jamus Kalimosodo dalam Budaya Jawa.

Dalam pewayangan, ayam kapenang tersebut menjadi perwujudan watak masing-masing Satria Pendawa Lima. Sehingga disebut sebagai ayam kapenang artinya telur ayam sak petarangan, yang mengandung maksud; pecah satu maka akan pecah semua. Ini untuk membahasakan guyub rukun nya para kesatria Pendawa Lima dalam tali persaudaraan, ada yang mati satu maka yang lain pasti akan membelanya. Langkah Lima perkara tersebut harus dijalankan secara kompak bersama-sama, jika salah satu tidak jalan maka akan mengalami kegagalan. Seumpama, walaupun sudah menjalankan kesetiaan, kesentausaan, kepandaian, kesusilaan, tetapi buta akan kebenaran sudah tentu tidak menjadi manungso pinunjul. Kebenaran dilupakan, artinya tidak memahami akan benar salahnya tindakan, perbuatan, dan pekerjaan. Maka kesetiaan dan kesantausaannya hanya untuk mendukung kepada perbuatan, tindakan, pekerjaan yang tidak benar. Kepandaian dan kesusilaannya juga hanya untuk membodohi (baca;Jawa; minteri) orang lain. Perbuatan demikian yang menjadikan musabab menganggap enteng segala bahaya dan resiko, yang tidak bisa ditolak hanya dengan doa, justru sebaliknya, niscaya manusia akan jatuh dalam duka dan kesengsaraan.

Arti KALIMASADA terdiri dari beberapa bagian: Ka = huruf atau pengejaan Ka Lima = angka 5 Sada = lidi atau tulang rusuk daun kelapa yang diartikan Selalu Jadi kelima ini haruslah utuh(selalu 5). Kelima unsur kalimasada teridiri dari :
1. Ka Donyan (Keduniawian) ojo ngoyo dateng dunyo yang arti singkatnya adalah jangan mengutamakan hal yang bersifat duniawian, kebutuhan duniawi kita kejar tapi jangan diutamakan.
2. Ka Hewanan ( sifat binatang) ojo tumindak kaya dene hewan, cotoh : asusila. amoral, tidak beretika dll.
3. Ka Robanan, Ojo ngumbar hawa nafsu yang arti singkatnya jangan memelihra hawa nafsu, nafsu itu harus dikendalikan.
4. Ka Setanan Ojo tumindak sing duduk samestine yang arti singkatnya jangan bertindak yang tidak semestinya, contoh: gengsi, sombong (ingin seperti Gusti), menyesatkan, berbuat licik dll.
5. Ka Tuhanan artinya kosong Gusti Allah iku tan keno kinoyo ngopo nanging ono yang artinya Gusti Allah tidak dapat diceritakan secara apapun tapi toh ada.

Gantharwa adalah salah satunya yang diberikan “pusaka” mewarisi warisan dari leluhur Jawa. Pengertian Asli dari Pusaka Jamus Kalimosodo di atas adalah isi murni dari pengertian sebenarnya, setiap orang boleh membungkusnya dengan bungkus apapun tetapi jangan sampai kehilangan makna aslinya. Karena pengertian di atas adalah pengertian sebenarnya dari jamus kalimusodo…