Merinding! Cerita Desa Gondo Mayit, Yang Sangat Menyeramkan

Cerita Desa Gondo Mayit, Sebuah Desa Yang Menggandakan Manusia Kepada Iblis

Malam ini. ijinkan saya memulai sebuah cerita. Cerita Desa Gondo Mayit yang pernah di ceritain oleh seseorang, seseorang yang menurut saya spesial, karena saya sudah kenal dia lama. lama sekali, meskipun gak pernah satu sekolah, satu kampus, satu pekerjaan, tapi saya udah nganggap dirinya sebagai abang kandung. udah lama seinget saya buat maen ke kota pahlawan ini. salah satu kota yang jadi saksi perjuangan saya dulu buat nyari kerja serabutan, dan hari ini, saya balik lagi ke kota ini, buat ketemu seseorang. seseorang yang gak tau kenapa selalu bikin saya kangen, kangen wejengan beliau.
Namanya. adalah mas Damar.  Ngomong soal mas Damar, saya jadi inget sebuah cerita dimana beliau menceritakan salah satu cerita pengalaman beliau, yang menurut saya cukup menarik, terlepas dengan sebegitu ngerinya cerita itu, tetap saja, Cerita Desa Gondo Mayit ini adalah cerita yang selalu saya inget.
“Deso edan!!” (Desa Gila) jelas mas Damar, matanya masih menatap kesana-kemari seolah peristiwa tersebut membekas di ingatanya.

“Edan yo opo?” (Gila bagaimana?) saya bertanya. penasaran.

“yo opo gak Edan, bendino onok ae sing mati. nek gak mati, jarene tondo balak” 

(bagaimana gak gila, setiap hari selalu saja ada seseorang yang mati, kalau tidak ada yang mati, katanya justru mengundang musibah).

percakapan kami sahut menyahut. membuat saya semakin penasaran, sampai, pendangan saya teralihkan ketika motor Honda RC hitam, baru saja berhenti. 

Mas Erik. Sosok yang juga saya kenal cukup akrab, datang, duduk dan memesan kopi, disini, saya melihat mas Damar melihat mas Erik.

“Rik, iki loh, ceritakno cerito sing awakmu ambek aku jaman kuliah biyen, sing nyasar gok Desa gondo mayit” (Rik, ini loh, ceritakan cerita kamu dan aku yang jaman masih kuliah, waktu kita nyasar di sebuah Desa bernama Gondo Mayit), wajah tenang mas Erik tiba-tiba telah berubah, mengisyaratkan ketidakenakan, dan saya bisa menangkap raut ngeri tersebut dari alisnya.

“Jek di iling-iling ae, wes lalik’ke ae lah” (masih di ingat saja, sudah lupakan saja) 

mendengar hal tersebut, saya pun langsung memohon, sejujurnya, saya paling suka mendengar cerita-cerita seperti ini, toh saya sudah gak asing lagi dengan hal-hal seperti ini.

Awalnya, mas Erik tampak enggan menceritakan, berbekal bujukan bahwa saya yang akan bayar kopi di tambah rokok, untuk cerita 

Ini, saya pun, menyanggupi.

Disinilah, saya melihat mas Erik, menunjuk sesuatu. arah Utara dari kota pahlawan ini, saya mengernyitkan dahi.

“Eroh daerah T****S gok kidule gunung P*******N??” (kamu tau daerah ****** di utara gunung *********??)

Saya mengangguk.

“Yo, gok kunu Desone” 

(Disanalah Desa itu berada) dan disinilah. cerita ini di mulai.

Mas Damar baru saja di tunjuk untuk menjadi ketua Mapala periode tahun 2011-2012, di universitas t**** b**** a******, salah satu Universitas yang cukup ternama di kota ini.

menjabat menjadi ketua pada semester 6 bukanlah hal bijak, terlebih ketika ada agenda, bahwa bulan juli, 

akan ada projek untuk mendaki puncak Mahameru, dimana 4 universitas bersama Mapala mereka akan bergabung

Disinilah, mas Damar membuat suatu acara dadakan untuk mempersiapkan kesanggupan team mereka pada bulan juli, tetapi, tak satupun anggota sanggup, karena bertepatan dengan UTS karena minimnya persiapan, mas Damar pun berinisiatif untuk melanjutkan agendanya, meski bila harus seorang diri. mas Erik, dan ketua Mapala sebelumnya pun akhirnya ikut bergabung. karena toh ini untuk nama Universtas mereka, dan disinilah mereka dapat satu tempat yang sudah di rasa cocok.

“Alas T*****” salah satu tempat untuk melatih stamina karena medanya yang cukup menanjak dan juga tempat terbaik untuk mendapat momen dimana suhu tempat ini nyaris seperti suhu di puncak Mahameru.
Sebelum mas Damar dan mas Erik tau, apa yang sudah menunggu mereka disana. 
persiapan sudah di lakukan satu minggu sebelumnya, mulai dari ijin untuk mendaki sekaligus menyisir tempat yang akan di jadikan tujuan pendakian ini, meski jalur yang akan di tuju mas Damar dan juga Erik, bukan jalur pendakian pada umumnya, namun, mas Damar meyakinkan mas Erik, 
perjalanan sekitar 6 jam, terasa cukup singkat, terlebih di hari yang semakin petang, mas Damar masih memeriksa semuanya, kompas yang selalu di bangga-banggakan pun tak luput dari genggamannya.

PASARAN

PREDIKSI MBAH JITU TOP 2D

KLIK

PASARAN SYDNEY

81 84 89 86 91 94 96 61 64 69

SELENGKAPNYA

PASARAN COLOMBO

34 32 35 36 54 52 56 64 62 65

SELENGKAPNYA

PASARAN SCOTLAND

73 75 78 53 57 58 93 97 95 98

SELENGKAPNYA

PASARAN SINGAPORE

27 24 25 29 47 45 49 97 94 95

SELENGKAPNYA

PASARAN JAMAICA

80 81 87 89 40 41 47 90 91 97

SELENGKAPNYA

PASARAN UGANDA

81 84 86 51 54 58 56 61 64 68

SELENGKAPNYA

PASARAN HONGKONG

40 41 46 48 10 16 18 60 61 68

SELENGKAPNYA

PASARAN KENYA

54 58 52 84 58 52 24 25 28 22

SELENGKAPNYA

PASARAN SLOVAKIA

13 19 18 15 83 89 85 93 98 95

SELENGKAPNYA

mobil mereka berhenti di salah satu pos yang sudah tidak asing lagi bagi mereka. 

anehnya. malam tersebut. tidak ada satupun yang sedang berjaga, seharusnya, ada satu atau dua penjaga, karena meskipun ini bukan jalur pendakian resmi, ini adalah jalur yang seringkali ramai pengunjung, karena tempat ini adalah satu tempat objek wisata yang cukup terkenal. 

menunggu, setidaknya itu yang di lakukan mas Damar, karena bagaimanapun laporan tersebut sangat penting terutama untuk menghindarkan dari hal-hal yang tidak di inginkan.

Namun, satu-jam dua jam telah berlalu, dan masih belum ada satu batang hidung pun yang muncul, hal itu, membuat mas Erik gusar 

“Wes ngene ae loh Mar, tinggalen KTP gok kene, tulisen pesan, bahwa kita sudah melaporkan. toh gak onok sing eroh sampe kapan petugas’e gak onk kan?” (sudah, begini saja Mar, tinggalkan KTP disini, tulis pesan, bahwa kita sudah melapirkan, lagian kita gak tau kapan petusanya ada) 
Bimbang. itu lah yang mas Damar pikirkan. bukan sekali dua kali hal ini terjadi, namun satu yang mas Damar ingat.

Bimbang. itu lah yang mas Damar pikirkan. bukan sekali dua kali hal ini terjadi, namun satu yang mas Damar ingat.

Hal-hal seperti ini biasanya di iringi dengan petaka yang buruk di langkah selanjutnya, namun, Erik benar. tidak ada yang tau kapan petuas tersebut akan kembali. Nekat. mas Damar dan mas Erik pun akhirnya melangkah masuk ke dalam hutan, bersiap untuk menyambut Penghuni yang sudah menunggu mereka.  Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, seharusnya jalanan belum segelap ini, apalagi jalurnya sendiri masih tidak seberapa jauh dari pos pertama, tapi, malam itu lain, jalur itu lebih gelap dari seharusnya, yang lebih aneh, tidak terdengar satupun binatang malam yang ada di sekitar sana.  Medannya memang cukup menanjak, seperti bukit setapak yang bila di telusuri lebih tinggi, namun masih bisa di tempuh dengan santai. disini, Erik yang memulainya.

“Jare mbahku, Dam, nek gak onok suoro, biasane onok memedi” (Kalau kata mbahku, kalau gak ada suara, biasanya ada hantu) 

“Huss. di jogo lambene, gak apik ngomong ngunu” (huss, di jaga mulutnya, tidak baik ngomong seperti itu) kata Damar.

Ada yang membuat Damar sedari tadi sangat tidak tenang, berjalan di belakang Erik, seharusnya tidak ada lagi siapapun di belakangnya, namun, bulukuduknya berdiri dari tadi bukan kali pertama Damar merasakan ini, selama dia mendaki gunung dan masuk ke hutan-hutan seperti ini, bulukuduk atau leher meremang sudah menjadi makanan sehari-hari, namun, perasaan ini sangat berbeda, seolah-olah, yang ini jauh lebih mengintimidasi.

Namun, Erik tak merasakan apapun melihat Erik yang membuka jalan dengan parang di tanganya setidaknya memberi ketenangan pada Damar, sampai, dirinya akhirnya mendengar suara lain.

Damar berhenti, di susul Erik.”Rik, Rik” panggilnya. Erik mendekat, menatap Damar yang leluasa mencari-cari pandang.

“opo?” (apa)

“Pitik” 

“Pitik” (ayam) kata Erik mengulangi.

“krungu ora, onok suoro pitik” (denger tidak ada suara ayam)

Erik diam, mencoba mencuri dengar apa yang Damar dengar. namun, Erik menegaskan bahwa dirinya tidak mendengar adanya suara apapun kecuali angin yang berhembus di sela dedaunan.

“Ora onok” (gak ada) 

mereka berpandangan untuk sepersekian detik, kemudian, melangkah cepat-cepat.

Ada hal-hal yang tidak sepatutnya di ucapkan atau di dengarkan, salah satunya adalah suara ayam.

mendengar suara ayam seperti pertanda sial bagi siapapun yang mendengarnya, terlebih di tempat ini. 

Damar dan Erik memikirkan hal yang sama. “Kuntilanak” meski kalimat tersebut tidak di ucapkan, namun mereka sama-sama mengerti satu sama lain. yang menjadi pertanyaanya adalah, suara ayam yang di dengar Damar dan tidak di dengar Erik, menegaskan sesuatu.

Salah satu dari mereka, 

sudah di sawang (incar) sedari tadi.

Degup jantung dan suara nafas terengah-engah menegaskan bahwa mereka sudah berjalan lebih jauh, berfikir bahwa mereka sudah aman, Erik lah yang kemudian mengatakanya, “janc*k!! ambu sembujo” (sialan, bau bunga Sembujo)

Mereka bertukar tatap tidak ada yang tidak mengerti Erik seperti Damar, umpatan atau kalimat tidak pantasnya biasanya menegaskan perasaan ketakutan, dan itu cara Erik untuk menekanya. namun, terkadang Damar merasa hal tersebut bisa mendatangkan hal sebaliknya. kadang, dunia mereka, menangkap pesan berbeda benar saja. suara ayam, bebauan bunga, kemudian berujung pada sosok di balik semak belukar. Erik lah yang pertama tau, namun, keinginan untuk memanggil Damar yang ijin untuk membuang air kecil, mendatangkan rasa penasaran yang sangat besar.

Erik mengintip sosok asing tersebut. 

sosoknya tinggi, setinggi Erik. dia berdiri di bawah pohon rindang, berdiri begitu saja. mengenakan baju yang terlihat seperti kain. warnanya mencolok dengan kegelapan hutan. putih.

Erik terus melihat, tatapanya terkunci pada kepalanya, yang sedari tadi tergedek ke kiri dan kanan 

setelah beberapa saat, barulah Erik mengerti, kepalanya tergedek bukan karena tanpa sebab, melainkan, tepat di lehernya, rupanya menahan berat kepalanya, apalagi bila lehernya patah

Saat itu, Erik sadar, sedari tadi, dirinya melihat sosok kuntilanak yang sering dia dengar ada di hutanumumnya, memang sering terdengar kabar, bahwa penghuni atau kasarnya, penunggu-penunggu di dalam hutan adalah korban-korban kecelakaan atau bencana-bencana yang tidak umum, kini setelah melihatnya dengan mata kepala sendiri, Erik akhirnya tau, bahwa mereka memang nyata Damar sudah kembali, mereka pun melanjutkan perjalanan, rencananya sendiri, mereka harus sudah menempuh setengah dari jalur pendakian, yang menurut Damar bila di lihat dari lama jam mereka berjalan, sudah tidak jauh lagi. Cerita Desa Gondo Mayit