Cerita Horor Kisah Tentang Yang Aku Alami Pada Saat Mendaki Gunung Kencana, Puncak, Bogor, Jawa Barat
Mbahjitu – Perkenalkan, namaku Amir Suteno. Aku akan membagikan cerita horor yang aku alami pada saat yang mendaki Gunung Kencana, Puncak, Bogor, Jawa Barat. Pada awal cerita, aku dan temenku Sutet yang menuju ke basecamp Gunung Kencana pada pukul 22.00 WIB. Kami pun sempat yang berhenti untuk membeli keperluan logistik.
Kami akhirnya sampai di basecamp pendakian Gunung Kencana jam 01.00 WIB. Sutet langsung pergi ke loket pendaftaran dan aku pun merapikan logistik.
“Logistik aman ya Mir?,” tanya Sutet.
“Aman. Gue tunggu sini aja ya,” jawabku.
Setelah yang beberapa saat, Sutet pun kembali dengan membawa dua buah tiket pendakian. Kami berdua pun langsung untuk memulai pendakian.
Tanjakan Sambalado pun menyambut kedatangan kami di Gunung Kencana. Belum apa-apa, napasku sudah yang terasa sangat berat saja.
“Santai saja Mir, atur napas dahulu,” kata Sutet.
Kami berdua pun berhenti sejenak di atas Tanjakan Sambalado. Udara yang dingin membuat kami yang mengalami cepat lelah. Setelah beberapa saat, kami berdua pun akhirnya melanjutkan perjalanan. Tidak lama setelah melewati Tanjakan Sambalado, kami sampai di pos satu pendakian.
Kami memutuskan berhenti sejenak untuk beristirahat dan menikmati secangkir teh hangat. Namun, mendadak tiba-tiba angin berembus sangat kencang. Daun-daun pun berjatuhan. Dari sini, perasaanku mulai yang tidak enak.
Namun, aku mencoba untuk tetap berpikir positif saja. Wajar, di bawah pun anginnya juga yang lumayan kencang, apalagi di atas sini. Setelah cukup beristirahat, kami pun melanjutkan perjalanan. Saat mulai berdiri, aku melihat ada seorang kakek berbaju berwarna hitam tersorot senterku.
“Tet, ada kakek-kakek di bawah tuh,” kataku.
“Mungkin saja warga yang di bawah, Mir,” jawabnya.
Kami pun mulai berjalan dan meninggalkan kakek tersebut. Namun, pada saat baru berjalan, mendadak kakek itu terlihat yang sangat dekat. “Nggak mungkin bisa secepat itu jalannya,” kataku dalam hati.
Aku pun meminta Sutet untuk berhenti dahulu. Kami berniat untuk membiarkan kakek tersebut untuk berjalan lebih dahulu. Namun, pada saat kami yang berhenti, kakek itu juga ikut berhenti. Pada saat kami yang berjalan, kakek itu juga ikut berjalan.
Perasaanku mulai langsung tidak enak. Sutet mencoba untuk tetap bersikap tenang.
“Tet, sepertinya kita yang diikuti kakek itu,” kataku.
“Sudah, sambil baca doa saja,” jawabnya.
Saat sampai di pos dua, aku pun sengaja untuk melihat ke belakang. Aku sangat terkejut pada saat melihat mata kakek itu. Tatapannya menjadi sangat tajam. Aku langsung memalingkan wajah dan kembali untuk berjalan.
“Tet, kakek itu belum juga pergi loh,” kataku.
“Tenang, tetap baca doa yang kamu hafal ya,” kata Sutet.
Aku pun mengikuti perintah Sutet. Aku yangb mulai membaca doa-doa yang aku hafal. Tak lama setelah itu, aku mencoba untuk melihat kakek itu. Saat aku memalingkan wajah, kakek itu sudah menghilang.
“Alhamdulillah,” akhirnya kataku dalam hati.
Tidak lama setelah itu, kami berdua pun akhirnya sampai di puncak Gunung Kencana. Kami pun langsung mendirikan tenda dan langsung beristirahat.
Sumber : genpi