Cerita Horor Penjaga Mbah Putri Sinden Tak Kasatmata
Mbahjitu – mengawali cerita seram Sinden Tak Kasatmata ini aku akan menjelaskan kalo aku merupakan anak satu-satunya dari keturunan Ayah. Oleh makanya sebab itu, perhatian yang sangat besar dari pihak keluarga pun terasa sempurna diberikan kepadaku saja.
Aku pun memiliki kebiasaan manja untuk selalu ikut ayah tiap kali ia dinas keluar kota. Kali ini ayah memiliki tugas untuk ke kota Malang, Jawa Timur.
Namun, karena sekalian bisa untuk datang berkunjung ke rumah mbah putri, maka kami pun memutuskan untuk tinggal di Lawang selama dua hari selama ayah tugas dinas.
Rumah mbah putri seperti rumah Jawa yang pada umumnya, lantai dan dindingnya masih terbuat dari kayu.
Lampu yang meneranggi rumah tersebut mbah putri memilih lampu berwarna kuning dibandingkan dengan warna putih. Oleh sebab itu membuat pencahayaan di rumah tersebut tidak terlalu bagus, khususnya bagiku yang belum terbiasa. Rumah ini pun cukup luas untuk tempat tinggal seorang diri. Namun, mbah putri tidak pernah ingin pergi pindah dari rumah yang penuh kenangan baginya.
Malam hari pun tiba, ayah meninggalkan aku malam itu untuk pergi ke Kota Malang. Hanya aku dan mbah putri pun yang sibuk terus merajut.
Meski masih pukul 20:00 WIB, tapi rasanya aku sudah amat sangat mengantuk, aku pun memutuskan untuk pamit dan pergi ke kamar lalu tidur.
Sekitar Pukul 02:00 AM aku pun terbangun, suasana yang baru cukup sulit membuat aku tertidur lelap walaupun yang pada awalnya mengantuk.
Di tengah keheningan malam, sambil memerhatikan langit-langit atap kamar, aku seperti mendengar senandu seorang wanita, sangat jelas ia seperti sedang memainkan irama musik Jawa.
Aku berpikir bahwa itu suara mbah putri, sebab ayah pernah berkata bahwa ibunya memiliki suara yang sangat merdu.
Namun, apa yang sedang mbah putri lakukan pada pukul 02:00 WIB begini dan masih juga belum juga beristirahat. Untuk memastikannya aku pun perlahan melangkah keluar kamar tidur. Dan sayangnya aku pun tidak menemukan ada siapa pun. Saat melihat ke arah pintu kamar mbah putri, tiba-tiba saja terdengar suara pintunya baru saja tertutup rapat. Pikirku, mungkin saja mbah putri baru masuk ke dalam kamar.
Aku pun kembali ke kamar untuk beristirahat dan akan bertanya pada mbah pada pagi hari.
Pagi pun menjelang. Masih dengan penuh rasa penasaran aku pun bertanya pada mbah putri perihal yang aku rasakan semalam.
Namun, jawaban mbah putri justru membuatku terkejut. Sebab, mbah putri menjelaskan bahwa tidak lama setelah aku yang masuk kamar, ia pun juga kembali ke kamar untuk beristirahat juga. Jantungku berdebar, tetapi aku tidak ingin rasa takutku terlihat olehnya.
Aku pun yang kembali membantu mbah putri memasak, saat sedang mengiris buah tomat sambil sedikit larut dalam lamunanku, tak sengaja aku menyayat jariku hingga berdarah.
Mbah putri pun saat melihatnya langsung panik, ia segera menyuruhku untuk masuk ke kamarnya untuk mengambil obat merah agar segera diobati. Menuruti perintah mbah putri aku pun segera mengambilnya.
Memasuki kamar mbah, sangat terasa wangi seperti wangi-wangian bunga, tapi aku tidak terlalu mengenal jenis bunga tersebut.
Menuju meja riasnya, aku segera mengambil obat merah dan menggunakannya pada jariku yang terluka.
Sambil mengobati dan melihat cermin yang ada di depanku. Pintu kamar mbah putri tertutup perlahan.
Aku melihat sebuah rambut panjang hitam tergantung di balik pintu, sambil menarik napas panjang karena terkejut, aku kembali mengobati tanganku.
Sesekali aku melihat ke arah cermin yang ada di depanku. Kali ini aku seperti melihat Sinden Tak Kasatmata yang berwujud seorang wanita cantik,
seperti penari Jawa berdiri di sebelah rambut panjang itu kemudian memakainya.
Mataku melotot melihat hal tersebut. Bulu kudukku berdiri seluruhnya, jantungku berdebar kencang.
Secara perlahan aku ingin melihat langsung apakah hal yang kulihat di cermin itu benar adanya.
Namun, saat aku melihat arah pintu, tidak ada siapa-siapa yang aku lihat. Hanyalah pintu yang tertutup.
Berusaha menenangkan diri, memejamkan mata dan mengirup napas panjang. Aku kembali mendengar senandung wanita dengan lagu Jawa tersebut jelas di telingaku.
Tanpa membuka mata, aku berlari keluar kamar, mbah putri kemudian memelukku.
Aku pun menceritakan perihal Sinden Tak Kasatmata itu seluruhnya dari apa yang aku rasakan mulai dari semalam hingga tadi.
Namun, mbah putri hanya menjawab. “Nggak apa-apa nak itu hanya perkenalan saja dengan sahabat mbah putri,
Sumber : Genpi.co