Mistis Pusaka Peninggalan Raja Amangkurat I Bisa Berubah Jika Dimandikan
MbahJitu – Warga yang berasal dari Banyumas dan sekitarnya tampak memadati tempat pemandian atau dalam Bahasa Jawa nya penjamasan pusaka peninggalan Raja Amangkurat I yang berlokasi di Langgar Jimat Kalisalak, Desa Kalisalak, Banyumas.
Kedatangan mereka bukan hanya sekadar untuk mencari berkah dari air sisa penjamasan, namun warga lebih tertarik untuk menyaksikan fenomena yang muncul selama prosesi jamasan tersebut berlangsung.
“Biasanya benda pusaka yang dimandikan bisa berubah, baik dari jumlahnya maupun kondisinya. Bahkan, konon dikatakan bisa muncul barang baru atau benda yang tidak ditemukan saat penjamasan tahun lalu,”.
Menurut dia, konon warga sangat meyakini perubahan kondisi maupun jumlah benda yang dijamas tersebut sebagai pertanda perubahan zaman.
Warga lainnya, Suyatno mengaku ingin melihat apa pertanda zaman yang ditunjukkan dari benda-benda pusaka yang dijamas itu.
“Apalagi pada tahun ini akan dilaksanakan pemilihan umum, biasanya akan ada isyarat yang akan ditunjukkan oleh bebeerapa benda yang tersimpan di dalam Langgar Jimat Kalisalak,” katanya.
Juru bicara Langgar Jimat Kalisalak, Ilham Triyono mengakui memang banyak masyarakat yang meyakini perubahan kondisi maupun jumlah benda pusaka tersebut adalah sebagai pertanda perubahan zaman.
“Kami sendiri tidak bisa membeberkan secara rinci kepada para masyarakat tentang setiap fenomena yang muncul dari benda-benda pusaka peninggalan Raja Amangkurat I yang dimandikan ini. Biarlah para masyarakat yang menafsirkan dan menilainya sendiri,” katanya.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa dalam prosesi pemandian pusaka kali ini ada tata cara baru dilakukan, yakni setiap orang yang memandikan pusaka ini menggunakan “sumping gajah oling” dan kalung “bawang sabonggol”.
Menurut nya hal itu dilakukan setelah pihaknya mendapat sebuah petunjuk dari kerabat jauh yaitu Keraton Mataram.
Sementara itu dalam prosesi penjamasan yang dipimpin oleh ‘kuncen’ Langgar Jimat Kalisalak, yakni Kiai Mad Daslam, muncul fenomena yang berbeda dengan jamasan tahun sebelumnya.
Beberapa fenomena yang muncul, antara lain “bekong” atau dalam Bahasa Indonesianya berarti alat takar beras. Saat jamasan tahun sebelumnya terlihat kering, namun kali ini terlihat basah.
Selain itu, dua kantong beras yang sebelumnya hanya satu buah karung saja yang berisi, pada jamasan kali ini kedua-duanya berisi, dan anehnya ukuran kantong yang satu tampak lebih besar dibanding satunya.
Fenomena lainnya terlihat dari “piti” (anyaman bambu, red.) yang berfungsi sebagai penyimpanan senjata tampak lebih rapi tanpa kerusakan apapaun. Sedangkan pada jamasan tahun lalu, “piti” tersebut terlihat tidak rapi dan ada terlihat kerusakan.
Bahkan, dalam jamasan kali ini, ada sebuah lembaran kitab sastra yang bertuliskan huruf Arab namun kali ini dapat terbaca. Padahal sebelumnya, sastra Arab tersebut tidak terbaca bahkan oleh para ahli sekalipun.
Setelah benda-benda tersebut dijamas dan diganti kain pembungkusnya, benda-benda pusaka itu dimasukkan kembali ke dalam Langgar Jimat Kalisalak dan akan dimandikan kembali pada tahun berikutnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, jamasan ini ditujukan untuk mencuci barang-barang peninggalan Raja Amangkurat I yang dikabarkan sempat singgah di Desa Kalisalak dalam perjalanannya menuju Batavia untuk meminta bantuan VOC lantaran dikabarkan seadng dikejar oleh pasukan Trunojoyo yang sedang memberontak sekitar tahun 1676-1677.
Sejumlah barang milik Amangkurat I ditinggalkan di Desa Kalisalak agar tidak membebani dalam perjalanannya menuju Batavia ini.
Barang-barang peninggalan Raja Amangkurat I disimpan oleh para warga di sebuah bangunan yang dikenal dengan nama Langgar Jimat Kalisalak dan setiap bulan Maulud akan dikeluarkan untuk dijamas serta dihitung jumlahnya.
Penjamasan tersebut dilakukan dengan air yang dicampur jeruk nipis serta sinar matahari, serta beberapa jimat yang dijamas menggunakan air yang diambil dari sumur Tegal Arum, di Slawi, Kabupaten Tegal.
Konon, Amangkurat I memang menggunakan air sumur Tegal Arum untuk menjamas benda-benda pusakanya secara pribadi saat dalam perjalanan ke Batavia.
Amangkurat I adalah seorang Raja Mataram yang berkuasa pada tahun 1646-1677. Beliau adalah anak dari Sultan Agung Hanyokrokusumo dan Raden Ayu Wetan (Kanjeng Ratu Kulon), yang merupakan putri keturunan dari Ki Juru Martani yang merupakan saudara dari Ki Ageng Pemanahan.
Sosok yang memiliki nama kecil Mas Sayidin, yang ketika menjadi seorang putera mahkota gelarnya diganti dengan Pangeran Arya Mataram atau Pangeran Ario Prabu Adi Mataram tersebut bertugas untuk mempertahankan wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram.
Demikian lah sekilas tentang pusaka peningalan Raja Amangkurat I yang sampai saat ini masih tersimpan rapi ditempatnya.
Sumber : AntaraNews