Candi peninggalan zaman Hindu di tanah Pasundan tersebut telah meninggalkan sejuta misteri Candi Cangkuang. Sebab di kaki candi, terdapat sebuah makam kuno yang sangat dikeramatkan. Itulah tempat makam Eyang Arif Muhammad, tokoh penyebar Islam dan juga mantan perwira Kerajaan Mataram. Hampir setiap hari, lokasi itu ramai didatangi orang, kecuali pada hari Rabu.
Para ahli sejarah menyatakan, jika dibanding dengan kondisi di Jawa Tengah dan juga Jawa Timur, sebenarnya pengaruh Hindu lebih dulu menyentuh di daerah Jawa Barat. Ironisnya, hampir tak dapat ditemukan bangunan suci berbentuk candi sebagai peninggalannya. Satu-satunya candi yang dapat ditemukan ialah candi Cangkuang, yang terletak di Kampung Pulo, Desa Cangkuang, Kecamatan Lele, Kabupaten Garut.
Candi Cangkuang tersebut juga masih termasuk dalam silang pendapat di kalangan pakar. Tidak heran jika tulisan maupun sejarah candi ini nyaris tidak ditemukan. Yang terdapat hanyalah cerita rakyat yang berkembang secara turun-temurun.
PASARAN |
KLIK |
|
PASARAN SYDNEY |
20 23 27 24 70 73 74 40 43 47 |
|
PASARAN COLOMBO |
56 57 54 51 76 74 71 16 17 14 |
|
PASARAN SCOTLAND |
09 08 05 02 89 85 82 59 52 58 |
|
PASARAN SINGAPORE |
41 43 45 48 31 35 38 81 83 85 |
|
PASARAN JAMAICA |
30 34 35 39 90 94 95 50 54 59 |
|
PASARAN UGANDA |
01 04 05 08 41 45 48 81 84 85 |
|
PASARAN HONGKONG |
81 87 83 89 91 97 93 71 73 79 |
|
PASARAN KENYA |
20 23 27 24 70 73 74 40 43 47 |
|
PASARAN SLOVAKIA |
40 41 45 48 50 51 58 80 81 85 |
Masalahnya, sejak candi telah ditemukan, tidak ada lagi petunjuk berupa prasasti atau lainnya yang dapat menjelaskan soal Cangkuang. Namun, melihat adanya arca Syiwa pada candi itu, jelas jika Candi Cangkuang adalah peninggalan zaman Hindu di masa lalu.
Berbeda halnya dengan kondisi di Jawa Tengah dan juga Jawa Timur. Di sana, tidak sedikit candi-candi peninggalan Hindu yang telah tersebar di berbagai tempat. Ditambah berbagai prasasti dan juga tulisan-tulisan kuno yang menjadi sebuah petunjuk.
Tapi candi Cangkuang tersebut tidak seperti ini. Ini yang membuat para pakar melihat hal itu sebagai sebuah keunikan tanah Pasundan.
Menurut mereka semua, raja-raja Sunda pada masa lalu memiliki falsafah hidup yang lain. Nampaknya bukan kemegahan lahiriyah yang ingin dicapai, tetapi hakekat dari semua perilaku, maupun urusan hubungan dengan Sang Pencipta.
Karena kondisi inilah, di tanah Pasundan hanya dapat ditemukan sebuah candi sebagai tempat suci umat Hindu pada masa lalu, yakni Candi Cangkuang. Nama Cangkuang diambil dari nama desa dimana candi tersebut pertama kali ditemukan.
Istilah Cangkuang sendiri juga berasal dari nama sebuah tanaman (pohon Cangkuang) yang sangat banyak tumbuh di sekitar daerah tersebut.
Misteri Candi Cangkuang ditemukan pada tanggal 9 Desember 1966 oleh seorang ilmuwan Sunda Uka Tjandrasasmita. Uka telah menemukan candi berdasarkan buku yang ditulis oleh seorang Belanda yang bernama Vorderman pada tahun 1893.
Mulanya, Uka tidak dapat menemukan apapun di lokasi sesuai dengan petunjuk Vorderman. Yang pertama ditemukan hanyalah sebuah makam kuno yang bertuliskan Arif Muhammad.
Namun melihat batu-batu andesit yang berserakan, dipastikan itu adalah bagian dari bangunan candi tersebut. Setelah disusun kembali, diketahuilah bila Candi Cangkuang berasal dari abad ke-8. Itu dapat dilihat dari kelapukan batu dan juga segi pahatannya.
Penyebar Islam
Menurut Iri Suhiri (81), sesepuh masyarakat kampung adat Pulo, candi itu sudah ada sejak zaman dahulu. Eyang Arif Muhammad, leluhurnya, merupakan penemu candi tersebut.
“Setelah menemukan candi tersebut, Eyang Arif dapat membangun perkampungan di daerah Cangkuang tersebut. Eyang Arif merupakan tokoh penyebar Islam dari Kerajaan Mataram. Makamnya terdapat pada kaki Candi Cangkuang mengandung karomah,” jelasnya.
Seperti diceritakan Iri Suhiri, Eyang Arif Muhammad bukanlah tokoh yang sembarangan. Selain mempunyai ilmu keislaman yang tinggi, leluhurnya tersebut juga memiliki keistimewaan. Antara lain yaitu kata-katanya mengandung tuah.
Tak heran, jika kampung Pulo yang kini dijadikan cagar budaya, hingga saat ini juga masih lestari. Di kampung tersebut, orang tak boleh sembarangan. “Inilah peninggalan Eyang Arif yang masih tersisa,” jelasnya.
Sejak Eyang Arif meninggal, makamnya sudah dikeramatkan orang. Tidak sedikit yang datang berziarah ke makam itu sekaligus memohon doa kepada Allah SWT supaya kehidupannya lapang.
“Semua permohonan orang banyak dilakukan di tempat ini. Tapi jangan melakukan itu pada hari Rabu,” kata Iri.
Sebab, jelasnya, hari itu merupakan pantangan orang untuk melakukan aktivitas, kecuali diisi dengan pengajian dan juga beramal baik.
Menurut Iri, pada hari Rabu tersebut, dalam sejarahnya ialah hari yang sangat kelam. Pada hari tersebutlah putra bungsu Eyang Arif dan juga masyarakat Misteri Candi Cangkuang tewas oleh sebuah malapetaka. Untuk mengenang hari tersebut, Eyang membangun sebuah masjid tepat di Kampung Pulo sebagai titisan putra kesayangannya tersebut.