Kisah Nyata! Cerita Misteri Lemah Layat Bagian Ke 2

Cerita Misteri Lemah Layat Bagian Ke 2, Dijamin Lebih Menegangkan

Cerita Misteri Lemah Layat. “kancamu kandanono, nang kene, ilmune gak onok apa-apane, mene nek wes sadar, gowoen nang mbah Pornomo.”
(temanmu kasih tahu, disini, ilmunya gak ada apa-apa nya, kalau sudah sadar, bawa dia ke mbah Pornomo) 
Ruslan mengangguk, “nggih mbah” sahutnya, “eh, nggih mbak” Ruslan mengkoreksi ucapannya, kini dirinya menatap rambut yang masih ada ditangan Lastri, dirinya pergi, menjauh dengan kaki pincang,
Ruslan menggendong Agus kembali ke rumah. Entah apa yang terjadi, Ruslan masih tidak mengerti  ditemani Koco, Agus dibawa ke rumah lelaki tua tersebut, dirin6ya sudah sadar, namun, dirinya seperti orang ling lung, wajahnya pucat, bahkan, Rusalan sudah mengajaknya bicara sejak tadi pagi namun, Agus hanya diam.
Mbah Pornomo hanya duduk memandangnya, dirinya menunjukkan kain kafan putih,  mbah Por, membuka kain kafan putih tersebut, didalamnya, ada segumpal rambut, Ruslan langsung tahu, rambut tersebut adalah rambut Agus,
“Nekat!!” ucap mbah Por, tanpa mengatakan apa-apa lagi, mbah Por langsung menghantam kepala Agus, sebelum menekan hidungnya, tiba-tiba darah hitam keluar darisana,  mbah Por langsung menyesap hidung Agus, Ruslan dan Koco hanya bisa melihat kejadian tersebut, mereka tidak mau berkomentar, setelah selesai, mbah Por mengambil batok kelapa, memuntahkan isi mulutnya,
Disana, ditengah-tengah genangan darah hitam kental, ada segumpal daging yang sudah busuk mbah Por membuang ludah sebelum membersihkan mulutnya dengan sapu tangan, dirinya meletakkan rambut hitam dan kain kafan di batok kelapa, membakarnya, dan tercium aroma yang sangat wangi, wangi sekali sampai Ruslan dan Koco bingung mbah Por kemudian meminumkan air putih, Agus sadar.

“Piye” tanya mbah Por, “Wes ngerti sopo sing nduwe lemah kui” (kamu sudah tahu siapa yang punya tanah tersebut)

Agus hanya diam, keringatnya mengalir deras, bibirnya mulai gemetar,

“Sudah lihat juga, Gundik’colo yang lain?” mbah Por masih bertanya,

Agus mengangguk  mbah Por berdiri, dirinya diam, kemudian mendekati Agus lagi, “boleh aku melihat apa yang kamu lihat”

Agus mengangguk, Ruslan dan Koco masih diam, dirinya melihat mbah Por, mencium tangan Agus seakan dirinya meminta restu, suasana menjadi hening, Cerita Misteri Lemah Layat sangat hening sekali, Ruslan dan Koco, mulai merinding  seperti tersedak, mbah Por melompat mundur, dibibirnya tiba-tiba keluar darah, dirinya merangkak, seolah mau memuntahkan sesuatu, Agus dan yang lain sontak menolong mbah Por, memijat lehernya
Mbah Por terus memukul dadanya, dan keluarlah gumpalan daging yang sama seperti Agus, daging colo’ berlumuran darah

“Artine opo toh mbah?” tanya Ruslan,

“Sing nduwe lemah, kate teko, njupuk opo sing kudu di jupuk” (yang punya tanah sudah mau datang, mengambil apa yang harus dia ambil)

“Nopo niku mbah?” (apa itu mbah)

Mbah Por tampak berpikir, “Lastri”  “co” kata mbah Pur, “awakmu eroh omahe pak RT, budalo mrono, ngomong’o, Balasedo’ne teko” (Kamu tahu rumah pak RT kan, bilang sama dia, Balaseda’ datang)

Ruslan melihat wajah mbah Por, dirinya tidak pernah segelisah ini, sedari tadi, mbah Por hanya mengelus janggutnya 

mbah Por melihat keluar rumah, lalu menutup pintu rumahnya, “melok aku” (ikut saya)

Ruslan dan Agus berdiri, dirinya berjalan di belakang mbah Por yang melangkah masuk ke salah satu kamar, di kamar itu, Ruslan banyak melihat benda-benda yang tidak asing lagi, bawang putih di pasak, cabai di ikat dengan benang, sampai kembang bertebaran di meja, mbah Por langsung mempersilahkan mereka untuk duduk, saat mereka duduk, tiba-tiba mbah Por memukul-mukul kepalanya, seperti orang kebingungan, bahkan, dirinya menghantam rahangnya, dan secara tiba-tiba, menarik paksa giginya..

entah gigi mana yang dia ambil, namun, Ruslan dan Agus merasa ngilu melihat itu di depannya, darah masih mengalir dari bibir mbah Por, namun, bukannya merasa kesakitan, mbah Por seperti tertawa terbahak-bahak melihat giginya sudah tanggal

“Edan” bisik Ruslan, yang ditanggapi agus, dirinya setuju  berpikir bahwa semua itu selesai, adalah kesalahan yang besar, mbah Por lagi-lagi, menekan gigi bawah yang berada tepat di tengah dengan kedua tangannya, matanya tengah menatap Ruslan, dengan nafas tersenggal-senggal, mbah Por menarik paksa, hingga darah mengalir deras dari bibirnya.

Menyaksikan hal gila seperti itu, membuat Agus dan Ruslan tidak kuat, dirinya mendekati mbah Por, namun, mbah Por tak menghiraukan mereka, dirinya seperti orang yang sudah kesetanan, dan benar saja, giginya berjatuhan dengan luka robek yang membuat Ruslan memalingkan wajahnya.

Mbah Por tertawa dengan serampangan, mbah Por mengumpulkan gigi yang berjatuhan tersebut, membungkusnya dengan daun pepaya yang berada di atas meja, cipratan darah masih dapat dilihat oleh Ruslan dan Agus, entah apa yang mau dirinya lakukan, Ruslan tidak mengerti, karena setelahnya, mbah Por menelan daun pepaya itu bulat-bulat.

“ben, nek ajor mesisan ajor” (biar saja, hancur sekalian hancur)

PASARAN

PREDIKSI MBAH JITU TOP 2D

KLIK

PASARAN SYDNEY

90 97 94 93 47 40 43 30 37 34

SELENGKAPNYA

PASARAN COLOMBO

04 03 06 09 34 36 39 94 93 96

SELENGKAPNYA

PASARAN SCOTLAND

60 69 63 65 39 30 35 50 59 50

SELENGKAPNYA

PASARAN SINGAPORE

37 31 39 36 17 19 16 97 91 96

SELENGKAPNYA

PASARAN JAMAICA

01 04 06 07 61 64 67 71 74 76

SELENGKAPNYA

PASARAN UGANDA

23 21 29 27 73 71 79 93 91 97

SELENGKAPNYA

PASARAN HONGKONG

10 12 19 16 90 96 92 60 62 69

SELENGKAPNYA

PASARAN KENYA

24 26 27 27 64 62 67 74 72 76

SELENGKAPNYA

PASARAN SLOVAKIA

36 39 38 37 86 89 87 76 79 78

SELENGKAPNYA

Agus dan Ruslan tidak mengerti maksud ucapannya, karena setelahnya, mbah Por mengambil sebilah keris yang di gantung di atas tembok kayu, menyampirkannya di pinggul, sebelum pergi, mbah Por berpesan agar mereka tetap berada di rumah ini.

“Tengah malam saya kembali, saat itu juga, kalian akan saya bawa masuk ke rumah Lastri, agar kalian bisa tahu apa yang ada di dalam sana, dan” mbah Por tampak memandang Agus, “dia datang malam ini nak”Agus pucat, Ruslan bisa melihatnya.

“Onok opo seh asline gus” “bar koen ambek aku wes duluran mbok diceritani, asline opo sing mok wedeni” (ada apa sih sebenarnya gus, kamu sama aku udah saudaraan harusnya kamu cerita sebenarnya apa yang bikin kamu sangat takutan)

“Nang jero omah iku Rus, onok, onok” (di dalam rumah itu ada)

Agus seperti tidak bisa mengatakannya.

“Jancok onok opo seh?” (sialan ada apa sih sebenarnya)

“Nang jero omah iku onok” (di dalam rumah itu ada)

“Ranggon”

Ruslan yang mendengarnya hanya melotot pada Agus, “taek!!” (Tai) kata Ruslan, “pantes ae sing jogo model ngunu” 

“Lastri sing ndudui awakmu opo piye” (Lastri yang ngasih tahu kamu apa gimana) “modelan Ranggon, gak bakal di duduno ambek sing jogo, nyowo gus, taruhane, opo awakmu ndang sing” (model barang seperti itu tidak boleh di perlihatkan sama yang jaga, nyawa itu Gus taruhanya, apa jangan-jangan).

“Aku gak sengojo ndelok Rus” (aku gak sengaja lihat Rus)

Ruslan hanya duduk pasrah, matanya melihat keatas, “kadang aku mikir, awakmu iku pinter wes tak anggep masku dewe, eh, kadang koen goblok tenan koyok wergol, asu!!” (kadang aku mikir kamu itu pinter, sampai tak anggap abang sendiri, tapi kadang kamu bodohnya gak ketulungan, mirip Wergol, anj*ng!!) tidak beberapa lama, terdengar suara ketukan keras sekali, selain keras, suara ketukan itu tanpa jedah, membuat Agus dan Ruslan melihat ke pintu.

“Sopo iku gus?” (siapa itu gus)

Agus dan Ruslan mendekat, ketukan itu tidak berhenti-henti sebelum, “Rus, iki aku Koco!!”

Seketika Ruslan langsung membukanya, “Edan!! suwene mbukake!!” (gila!! lama sekali bukanya) sahut Koco emosi,

“Koen mbalik to” (kamu balik ya)

Belum Koco cerita, Ruslan dan Agus melihat apa yang ada di depan pintu. disana, berdiri pocong tepat di depan rumah, dirinya melihat Ruslan dan Agus, dengan tenang, agus menutup pintu, perlahan, dan sosok itu tidak terlihat lagi.

Koco tidak tahu, namun Ruslan, merasa ada yang salah sama desa ini. Tepatnya, saat ini, Koco duduk sembari merokok, “heran aku Rus, mari tekan omahe pak RT, gak koro-koro, kabeh wong koyok sepakat nutup omah, gak onok omah mbukak lawang, aku muleh nang Mes ae sampek gak di bukakno ambek arek-arek” (heran aku Rus, setelah dari rumah pak RT, semua rumah seakan sepakat-

gak ada yang buka pintu, bahkan waktu aku balik ke mes, pintunya gak di buka sama anak-anak, makanya aku langsung kesini)

Agus dan Ruslan tidak menjawab.

“Opo onok hubungane ambek iku mau yo” (apa ada hubungannya sama itu ya)

“Onok maneh co” (ada lagi gak co) tanya Ruslan,

“Rokok” jawab Koco,

“Gak goblok, onok maneh ta sing aneh” (gak bodoh, ada lagi yang aneh)

Koco heran, ini pertamakalinya Ruslan menolak rokok dan Agus, malah diem aja,

“Ya itu Rus, di depan pintu, aku nemu piring isi bubur, tapi cuma digeletakin aja, gak ada yang makan”

“Mas bukak mas” tiba-tiba terdengar suara bersahutan, Ruslan dan Agus pura-pura tidak mendengarnya, berbeda dengan Koco, dirinya lantas berdiri, “ada orang kayanya di luar”

“Ojok di buka Co, wes talah lungguh ae” (jangan di buka co, sudah duduk aja)

Koco melihat Agus dan Ruslan heran,

“Halah, koen iku, yok opo nek wong sing nasib’e koyo aku mau” (halah, kalian itu, gimana kalau orang ini yang nasibnya kaya aku tadi)

Koco melewati Agus dan Ruslan, suara-suara itu terdengar semakin lama semakin bising, “Mas bukak mas” “Mas bukak mas”

Ruslan dan Agus hanya berdiri, tepat saat Koco membuka pintu, dirinya tidak menemukan siapapun disana, Ruslan dan Agus pun merasa janggal, dirinya tidak melihat apapun di luar pintu,

Koco merasa heran, lantas menatap dua kawannnya, mereka saling memandang satu sama lain, sebelum, terdengar suara barang jatuh dari atas.  Koco berbalik, dirinya mendapati karung putih, dengan perlahan Koco mendekat, lantas melihat ke atas genteng, namun, dirinya tidak menemukan apapun,
Koco menatap karung putih itu, sebelum dirinya berbalik melihat wajahnya hancur berantakan, tanpa pikir panjang, Koco langsung masuk menutup pintu.

“Asu!!” kata Koco menatap Ruslan dan Agus, “Pocongan gus, pocongan Rus!!”

Agus dan Ruslan melihat Koco, lantas mereka kemudian bicara bersamaan, “Rokok’e”

Malam itu di lewati tiga orang itu dengan cerita tentang penghuni tanah layat tersebut, disini, Koco sudah mengerti semuanya 

hampir semalam suntuk, Ruslan, Koco dan Agus menghisap rokok, sementara di luar terus terdengar suara itu yang saling bersahutan, “Bukak mas, bukak”

“Jancok, menengo” kata Ruslan, menggedor-gedor tembok kayu itu, setelah berteriak, tiba-tiba hening, suara itu menghilang, Ruslan pucat pintu terbuka, semua mata langsung memandang ke pintu, bersamaan itu, mbah Por masuk, melihat ke tiga orang yang tengah merokok di ujung ruangan,

Baju mbah Por, sudah di penuhi oleh darah, wajahnya muram berantakan, lantas ia menatap Agus, “Ayok melok, ndang urusane mari” (ayo ikut)

“Agus tok mbah” (cuma Agus mbah) tanya Ruslan, Koco juga merasa harus ikut, lantas kemudian berdiri, mbah Por menatap Koco dan Ruslan bergantian, “tapi kalau kalian ikut gak papa, tapi nyawa kalian tidak bisa aku jamin ya”

Koco duduk lagi,  Ruslan melangkah, mengikuti Agus dan mbah Por, begitu keluar dari pintu, Ruslan baru sadar, suasana desa ini benar-benar lain, tak seorangpun terlihat di sepanjang jalanan desa, bahkan, binatang pun tiba-tiba lenyap semua,

Tak ada makhluk apapun yang hidup kecuali mereka, pintu di tutup

“Itu darah apa mbah?” tanya Agus,

“Halah, awakmu wes eroh iki getih’e opo” (halah, sebenarnya kamu tahu darah apa ini)

Ruslan menatap kesana kemari, dirinya tidak melihat satupun bentuk mengerikan dari wujud putih terbungkus itu, mbah Por menatap Ruslan, “ra usah wedi” melewati kebun Jati, mbah Por mendekati rumah Lastri, disana, sudah ramai layaknya pasar malam, hanya saja, yang berdiri hanya makhluk putih terbungkus itu (pocong), Ruslan melewatinya, dirinya tidak mau melihat wajahnya,

Begitu sampai di ambang pintu, Agus dan Ruslan melihat mbak Lastri duduk 

anehnya, mbak Lastri hanya diam, melamun.

Ruslan dan Agus berhenti tepat di depannya, Lastri hanya duduk dengan kain yang menutupi kakinya.

Mbah Por tiba-tiba memanggil, “mrene gus, iki kan sing kepingin mok delok iku” (kesini gus, ini kan yang mau kau lihat) 

Agus yang pertama masuk ke ruangan itu, sementara Ruslan masih melihat mbak Lastri, dirinya masih diam, duduk, sendirian di ruang tamu, aneh

Ruslan kemudian mendekat, dirinya langsung mencium bau amis nanah, dalam batinnya ia mengatakannya, “bau Ranggon” sembari menutupi hidungnya saat Ruslan melihatnya, tubuhnya menggelinjang, dirinya tidak menyangka apa yang Agus katakan itu benar

Hal seperti ini masih ada, Ruslan melihat, seseorang tengah terlentang di atas pasak kayu, dengan kulit yang dipenuhi borok, tubuhnya merah, tepat di bawahnya ada ember penuh dengan darah  darah itu keluar dari anusnya, Ruslan dan Agus saling menatap satu sama lain,

“Ranggon” kata mbah Por, “sudah lama ada disini, kalau belum di ijinkan mati sama yang punya, dia gak akan bisa mati”Ruslan membuang muka, dirinya tidak sanggup melihat darah yang terus keluar dari anusnya 

Ruslan mendekatinya perlahan, dirinya melihat kulitnya benar-benar tidak rata,

“Setiap ada borok baru yang muncul, dagingnya harus di iris, karena itulah, di beberapa bagian tubuhnya, kamu bisa lihat tulang belulangnya”

Ruslan masih tidak percaya, ini seperti mendengar dongeng kakek tiba-tiba Lastri muncul, dirinya melihat semua orang di kamar.

“Padu wes tekan mas” (dia sudah datang mas)
Mbah Por tampak tegang Cerita Misteri Lemah Layat, namun, Agus dan juga Ruslan melihat kaki Lastri, disana, daging di kakinya banyak yang sudah teriris, seketika Agus tahu, siapa sih Ranggon ini.

Inilah Arti Atau Tafir Mimpi Pesawat Jatuh Menurut Primbon

Mengerikan Tafir Mimpi Pesawat Jatuh Menurut Primbon

Tafir Mimpi Pesawat Jatuh. Mimpi buruk buat setiap orang memang sangat sukar sekalai kita lupakan seperti mimpi melihat pesawat jatuh. Maklum aja sih ya sebagian masyarakat kita tak sedikit juga masih menganggap bahwa mimpi yang kita alami akan berdampak kepada kehidupan kita ke depannya. Berbagai macam mimpi buruk tentu banyak sekali pernah kita alami bukan? salah satunya seperti mimpi buruk ketika melihat pesawat jatuh.

Mimpi Melihat Pesawat Jatuh

Jika kamu mengalami mimpi melihat pesawat jatuh dimana sama halnya seperti mimpi naik pesawat maka nampak kamu harus bergembira. Pasalnya nih ya menurut salah satu primbon, sama halnya dengan mimpi kecelakaan Tafir Mimpi Pesawat Jatuh, kamu akan mendapat keberuntungan ketika mengalami mimpi melihat pesawat jatuh. Keberuntungan tersebut bisa berupa rezeki yang datang tiba-tiba. Apalagi jika Anda mimpi pesawat jatuh di depan rumah. Tapi eh tapi ya, rezeki kalo kita nggak cari juga gabakal dateng sendiri. Tetap berdoa dan berusaha kuncinya.

Arti Mimpi Pesawat Jatuh Pertanda Baik

Tentunya jika kamu mengalami mimpi berbeda-beda kondisinya, misalnya saja kamu mengalami mimpi pesawat jatuh karena bertabrakan atau pesawat jatuh para penumpangnya tapi dalam kondisi selamat. Itu termasuk ke dalam mimpi yang akan membawa kepada sesuatu yang baik. Percaya gak percaya sih ya.

PASARAN

PREDIKSI MBAH JITU TOP 2D

KLIK

PASARAN SYDNEY

13 12 16 17 23 26 27 63 62 67

SELENGKAPNYA

PASARAN COLOMBO

16 18 17 19 76 78 79 96 98 97

SELENGKAPNYA

PASARAN SCOTLAND

20 25 24 27 50 54 57 70 75 74

SELENGKAPNYA

PASARAN SINGAPORE

21 29 28 24 81 89 84 41 49 48

SELENGKAPNYA

PASARAN JAMAICA

20 24 29 28 40 49 48 80 84 89

SELENGKAPNYA

PASARAN UGANDA

32 34 38 39 42 48 49 92 94 98

SELENGKAPNYA

PASARAN HONGKONG

90 91 96 97 10 16 17 60 67 61

SELENGKAPNYA

PASARAN KENYA

15 16 18 19 65 68 69 85 86 89

SELENGKAPNYA

PASARAN SLOVAKIA

12 14 16 13 42 46 43 62 63 62

SELENGKAPNYA

Misalnya saja ketika kamu mimpi mengalami melihat pesawat jatuh karena bertabrakan. Mimpi pesawat bertabrakan memang bukan mimpi indah. Tetapi ramalan mimpi ini cukup bagus. Menurut sebuah mitos, mimpi ini adalah pertanda bahwa kamu akan menjadi orang kaya raya. Lagi-lagi Pantau.com ingetin bahwa semuanharus dibarengi usaha dan doa tentunya, tak serta merta instan.

Arti Mimpi Pesawat Jatuh Pertanda Buruk

Sama seperti halnya mimpi melihat pesawat jatuh membawa petanda baik, mimpi melihat pesawat terjatuh akan menandakan hal buruk juga ditandai mimpi dengan kejadian yang berbeda-beda. Misalnya saja jika kamu mengalami mimpi melihat pesawat jatuh berkali-kali.

Mimpi kecelakaan pesawat berulang kali menunjukkan kecemasan kamu. Impian ini juga bisa muncul dari trauma di masa lalu. Misalnya jika Anda pernah mengalami kecelakaan pesawat. Maka pengalaman buruk ini bisa muncul terus dalam mimpi kamu. Kamu mungkin juga akan melihat gambaran yang mengerikan seperti pesawat yang terbakar, meledak dan hancur. Kamu mungkin melihat juga ada banyak korban bergelimpangan.

Nah, itulah beberapa Tafir Mimpi Pesawat Jatuh yang bisa mbah jitu jelaskan kepada kalian semua, semoga dengan adanya penjelasan ini bisa mengurangi rasa penasaran kalian terhadap arti atau tafir mimpi.

Sumber: Pantau

Merinding Sebelum Cerita Kekuatannya, Inilah Khasiat Keris Aji

Khasiat Keris Aji adalah keris bertuah dan berkhodam agar dapat mendampingi pemiliknya dalam segala hajat sekaligus mendatangkan beragam manfaat. Tuah dan juga khodam yang dimiliki Keris Aji akan mempermudah tercapainya suatu tujuan serta menjadi pegangan spiritual tersendiri bagi pemiliknya.

Berbeda dari keris bertuah yang lain, Khasiat Keris Aji tidak membutuhkan perawatan maupun penanganan khusus. Agar dapat dirasakan tuah serta manfaatnya tanpa perlu mengkhawatirkan pantangan atau larangan maupun syarat-syarat tertentu.

Keris Aji memiliki berbagai manfaat yang mustahil bisa disebutkan semuanya satu-persatu. Termasuk dalam kategori Khasiat pusaka Keris Aji antara lain:

  • Manfaat perlindungan keluarga
  • Keselamatan pribadi
  • Pagar ghaib
  • Pelarisan dagang/ usaha
  • Kewibawaan
  • Pengasihan

PASARAN

PREDIKSI MBAH JITU TOP 2D

KLIK

PASARAN SYDNEY

90 98 93 96 30 38 36 68 63 60

SELENGKAPNYA

PASARAN COLOMBO

34 36 31 38 14 16 18 84 86 81

SELENGKAPNYA

PASARAN SCOTLAND

20 27 24 28 40 47 48 80 87 84

SELENGKAPNYA

PASARAN SINGAPORE

86 89 81 83 16 19 13 36 31 39

SELENGKAPNYA

PASARAN JAMAICA

01 04 06 07 61 64 67 71 74 76

SELENGKAPNYA

PASARAN UGANDA

30 32 38 39 20 28 29 80 82 89

SELENGKAPNYA

PASARAN HONGKONG

04 02 08 01 84 82 81 14 12 18

SELENGKAPNYA

PASARAN KENYA

20 28 29 25 80 89 85 50 59 58

SELENGKAPNYA

PASARAN SLOVAKIA

36 31 37 39 16 17 19 96 97 91

SELENGKAPNYA

  • Kesuksesan
  • Kejayaan
  • Pangkat/ kedudukan
  • Keberanian
  • Kepercayaan diri
  • Penyembuhan

Siapapun boleh memiliki dan menggunakan keris bertuah ini. Selama kalian memiliki tujuan baik yang tidak merugikan siapapun juga, maka kalian bisa menggunakan Keris Aji.

Berkaitan dengan Keris Aji, kamu boleh saja memiliki Keris Aji dan merasakan berkah serta manfaatnya yang berlimpah, tidak peduli apa jenis kelamin kamu, tidak peduli juga dari belahan bumi mana kamu berasal dan agama apa yang kamu precayai. Asalkan Anda memiliki niat yang baik dan telah berusia dewasa, Keris Aji dapat menjadi jembatan kamu menuju kesuksesan atau tujuan apapun yang Anda inginkan. Inilah salah satu keunggulan Keris Aji. Sedangkan keunggulan-keunggulan lainnya adalah:

  • Berkhasiat tinggi dalam memudahkan segala hajat.
  • Aman tanpa pantangan.
  • Tidak memiliki efek samping.
  • Tidak membutuhkan ritual atau tirakat rumit.
  • Tidak memerlukan perawatan yang terlampau merepotkan.

Nah, itulah beberapa ulasan mengenai Khasiat Keris Aji, yang sangat menakjubkan dan sangat di incar di Indonesia, dan jika kalian ingin mendapatkan informasi-informasi terbaru lainnya mengenai manfaat atau khasiat dari pusaka-pusaka yang lainnya kalian wajib mengunjungi terus mbahjitu.

Sumber: PusakaDunia

Merinding! Cerita Misteri Padusan Pituh Bagian 2

Dijamin Kalian Bakalan Susah Tidur Setelah Baca Cerita Misteri Padusan Pituh

Cerita Misteri Padusan Pituh bagian ke 2. Sudah lebih dari 6 jam Mira duduk di gerbong, sudah puluhan orang datang dan pergi, waktu berlalu begitu cepat, membuat Mira sendiri bertanya-tanya, apa yang dirinya cari selama ini, dan perlahan semua terungkap namun matanya menangkap seorang wanita tua, dirinya duduk sembari mengawasi

sejak tadi, wanita itu tak kunjung pergi, dirinya mengenakan gaun lawas cokelat, dengan belanjaan tas sayur di samping kakinya, Mira berusaha mengabaikannya, namun aneh, Mira merasa wanita tua itu terus melihat dirinya, tak sedetikpun dirinya berpaling, ekspresinya sangat dingin merasa ada yang salah dengan si wanita, Mira berdiri, dirinya berniat untuk pergi, Mira mengangkat tas punggungnya, tapi si wanita ikut berdiri, membuat Mira semakin yakin ada yang salah dengan dirinya.

Mira melangkah pergi, sesekali dirinya melihat si wanita mulai berjalan mengikuti, di gerbong lain, Mira melihat banyak sekali orang menatapnya sangat aneh, Mira berjalan tenang berusaha membaur dengan mereka, dirinya menoleh namun tak di dapati si wanita tersebut, belum, sampai si wanita melangkah masuk mendekatinya, Mira kembali berjalan berusaha menjaga jarak,

Mira memilih berhenti, dirinya duduk di salah satu kursi paling sudut, sesekali dirinya melihat si wanita, aneh sekali, kali ini si wanita hanya berdiri diam, mematung. Mira mencoba tenang, dirinya terus meyakinkan dalam dirinya tak ada yang salah, tak ada yang salah, berulang-ulang kali, di jendela hujan deras sangat turun, langit mendung, sementara kereta mulai memasuki area persawahan, Mira merapalkan jaket, memeluk tas punggung, sembari sesekali mengawasi, si wanita yang masih berdiri tapi anehnya, tak ada satupun orang yang merasa terganggu dengan kehadirannya.

Seorang lelaki yang duduk di depan Mira juga bersikap aneh, saat mata mereka bertemu, dirinya langsung membuang muka seakan melihat sesuatu yang mengerikan, Mira menatapnya lekat-lekat tangannya gemetar hebat sembari mencengkram koran,

“Pak” tanya Mira, si lelaki tersentak kemudian pergi, kepergian lelaki tersebut membuat Mira semakin bingung, dirinya menatap ke tempat di mana wanita tersebut berdiri, ia masih di sana, namun sesuatu mulai terjadi hening, Mira tak bisa mendengar apapun, bahkan suara hujan di luar jendela pun tak bisa dirinya dengar, si wanita mengangkat tangan menunjuk saat itu juga, fenomena tersebut terjadi, semua orang yang ada di dalam kereta berdiri, menatap Mira semuanya.

Mira bersiap, dirinya mengenggam rapat tas punggungnya, si wanita melangkah mendekatinya, semakin dekat, semakin dekat, dan, “Nduk”

Mira menghantam kepala si wanita dengan tas

Mira mendudukinya terus memukul-mukul kepala si wanita, Mira begitu kalap, teriakan si wanita membuyarkan semuanya, dirinya terus meminta-minta tolong dan Mira baru sadar, di sekelilingnya orang-orang berkerumun untuk memisahkannya, yang terjadi berikutnya Mira terguncang bingung

“Ini minumnya mbak” kata seorang lelaki petugas stasiun, Mira duduk di dalam ruangan tersebut di mintai penjelasan “nyapo to, ngantemi ibuk- koyok wong kesurupan” (kenapa sih, anda memukuli ibu- kaya orang kesurupan) kata si lelaki,

“Maaf pak, saya juga tidak tau” kata Mira menunduk.

Si petugas melihat kawannya, dirinya memberikan gestur tangan “STRESS!!” Mira menoleh, si petugas tampak tidak enak hati tersenyum sebelum melihat ke tempat lain

“Saya ndak stress pak”

Si petugas setuju, karena yang seharusnya stres mungkin ibuk yang di pukuli, di siksa di dalam gerbong

“Sebenarnya kamu beruntung, dia gak nuntut, kamu boleh pergi, tapi sebelumnya, buku apa ini?”

Mira menatap buku yang di bawa, buku itu tampak begitu usang bila di perhatikan lagi.

“Itu adalah peninggalan keluarga saya pak”

Si petugas percaya dan mengembalikannya, “kamu mau kemana?”

Mira mengambil buku, dan membuka lembaran di dalamnya, menunjuk kepada si petugas, ketika si petugas melihat gambar itu, dirinya menatap Mira, melotot sebelum memanggil kawannya, wajah mereka tampak begitu sangat panik sebelum mengatakan

“Mbak boleh pergi sekarang!!” kata si petugas tiba-tiba, “monggo”

Hujan masih turun, Mira melangkah menembus jalanan, masih terasa sangat aneh, karena di setiap Mira melangkah, semua orang yang berpapasan dengannya seakan-akan melihat dirinya sangat dingin, begitu membuat Mira tenggelam dalam kengerian yang dirinya ciptakan sendiri.

“Mas, bisa anterin kesini” tanya Mira kepada seseorang yang duduk berteduh, Mira menunjuk tulisan dalam bukunya, namun seperti yang lain, mas-mas tersebut tiba-tiba pergi meninggalkan Mira seorang diri,

“Asu” ucap Mira lirih, sudah lebih dari 10 kali dirinya di perlakukan seperti ini, tanpa dapat satu-pun orang yang mau membantunya, Mira terpaksa tidur di stasiun, saat itu dirinya bertemu lagi dengan si petugas, “Mbak yang tadi toh”

Mira berdiri menatapnya, “Saya ndak dapat tumpangan pak”

Si petugas kemudian duduk, dirinya menatap Mira, “ya sudah, saya antar saja ya”

Hujam sudah reda, namun mendung belum juga pergi, si petugas stasiun memberi Mira helm sebelum mengeluarkan motor buntut tahun lama ini, Mira menaikinya, perlahan motor berjalan pelan sebelum akhirnya menembus jalanan, di sana dirinya bercerita, bercerita tentang desa tersebut.

“Terakhir saya kesana itu sudah lama mbak” dirinya melihat Mira dari kaca spion, “Kalau mbak bingung kenapa banyak orang menolak sebenarnya karena sesuatu mbak”

“Sesuatu?”

“Iya. katanya, di sana” si petugas menelan ludah tampak ragu, “Ada Brangos”

“Brangos itu apa pak?”

Si petugas diam tidak ingin menjawab.

“Saya ndak bisa ngasih tahu lebih jauh, katanya Brangosnya muncul juga baru beberapa tahun ini, saya belum pernah lihat, saya juga penasaran sebenarnya”

“Muncul? maksudnya?”

“Ya muncul mbak”

Motor mulai memasuki area jalanan tanah, di kiri kanan jalan banyak sekali tumbuhan bambu

Belum pernah Mira merasakan perasaan setakut ini, namun, setiap motor melaju, ketakutan tersebut terus menumpuk, pelan, pelan sekali, seperti sesuatu berbisik-bisik di telinganya, Mira mulai melihatnya.

Kerumunan orang berjalan bersama-sama, si petugas menghentikan motornya.

“Mohon maaf mbak, saya pikir saya berani loh tadi, ternyata ciut juga nyali saya” dirinya menunjuk kerumunan orang itu, “Mereka warga desa di sana, mbak ikuti saja mereka, Ngapunten saya harus balik” (minta maaf saya harus kambali).

Meski aneh, Mira melangkah turun, setelah berterimakasih, Mira mendekati kerumunan orang-orang tersenit langsung memandang Mira dari kejauhan,

Meski ragu, Mira berjalan mendekati, di depan gapura desa Mira bisa melihat pohon besar, salah satu dari mereka mendekati Mira, bertanya kedatangannya kesini, Mira menurunkan tasnya bersiap mengambil buku itu, namun, dirinya ingat Bila dirinya menunjukkan buku tersebut, Mira takut mereka akan bereaksi sesuatu yang tidak di inginkan, lantas Mira mengatakannya bahwa dirinya adalah jurnalis yang datang untuk meliput desa ini

Pandangan orang-orang tersebut tampak tidak senang, tak ada satupun yang tersenyum, namun Mira melihat sesuatu di salah satu rumah, Mira menatap banyak sekali anak-anak kecil perempuan, mereka berlarian di depan sebuah rumah, tak beberapa lama, anak-anak perempuan tersebut menatap Mira sebelum tersenyum kepadanya.

Mira merinding melihatnya, karena setelahnya, seseorang mendekatinya, berbicara dengan si lelaki yang mendatangi Mira, “Pak, sampon sedo” (pak, dia sudah meninggal) meski orang itu masih tidak senang dengan kehadiran Mira, namun akhirnya mereka membiarkan Mira begitu saja, anak-anak perempuan tersebut lenyap sesaat kemudian.

Mira baru saja mengetahui setelah dirinya mencuri dengar, bahwa kedatangan orang-orang ini adalah menjenguk salah satu dari mereka yang tengah sakit, dan sekarang orang tersebyt sudah meninggal, mereka berkerumun di rumah duka, Mira masih mengawasi dari jauh, bertanya-tanya kenapa tak seorangpun bersahabat dengan kedatangannya. Mira semakin tidak mengerti bagaimana dirinya mencari semua ini, bila tak ada satupun yang mau membuka mulut, Mira berdiri masih menatap rumah duka, dirinya melihat orang-orang itu yang menggendong mayat sebelum meletakkanya di ruang tengah, orang-orang mulai mengelilinginya.

Mira masih menatap si mayayt, dengan kain kafan putih dirinya berbaring di atas tikar, sesuatu tiba-tiba berbisik di telinga Mira, berbisik lirih sebelum terdengar jelas, sesuatu seperti, “Tangi” (Bangun)

Tiba-tiba, entah bagaimana semua ini terjadi, Mira dan semua orang yang ada di sana menyaksikannya secara langsung, mayit yang sudah di kafani tiba-tiba terbangun, dirinya duduk menatap Mira dari dalam rumah.

“Brangos!!” batin Mira, jantungnya seperti berhenti saat melihatnya.

Orang yang ada di dalam rumah seketika menutup pintu, sedangkan orang-orang yang ada di luar rumah berkerumun mencari tahu apa yang terjadi, dari semua pemandangan tersebut, Mira yg paling penasaran, fenomena apalagi yg ia lihat ini.

“ada apa ini pak?” tanya Mira,

“berangos mbak, mayit sing urip maneh mergo onok pakane Rinjani nang kene!!” (mayat yang hidup lagi karena mencium makanan Rinjani)

“Opo?”

Si bapak geleng kepala, malas menjelaskan, mereka masih berkerumun mencari tahu, Mira semakin merinding

“Wes suwe loh gak kedaden ngene lah kok isok” (sudah lama loh gak kejadian Cerita Misteri Padusan Pituh begini, kok bisa muncul lagi) kata seorang lelaki pada temannya, Mira hanya mendengarkan, sesekali dirinya ingin melihat, namun rumah duka tertutup rapat

Tak beberapa lama, seorang anak kecil laki-laki berjalan mendekat, dirinya mengenakan pakaian serba putih sebelum dirinya masuk, anak lelaki itu berhenti menoleh melihat Mira.

Mira tertegun menatap anak itu, karena saat dirinya mendekat semua orang menunduk kepadanya, anak itu melangkah masuk ke dalam rumah duka, Mira mendekati orang di sampingnya bertanya perihal siapa anak itu,

“Anda tidak tahu beliau siapa?”

Mira menggelengkan kepala, “Beliau adalah Kuncen mbak”

“Kuncen” ucap Mira,

“Kuncen di desa ini”

Pintu terbuka, seseorang melangkah mendekati Mira sebelum memintanya untuk ikut masuk, awalnya Mira ragu namun dirinya akhirnya mengikuti, yang pertama Mira lihat saat melangkah masuk ke dalam rumah itu adalah mayat di depannya berdiri dengan kapas yang masih di hidung, matanya menatap Mira.

anak lelaki tersebut tengah duduk, matanya mengawasi Mira, “wes suwe ket kapan kae, pakane Rinjani mampir nang deso iki” (Sudah lama sejak makanan Rinjani terakhir mampir ke desa ini)

Mira menatap anak lelaki itu, dirinya tahu dia sedang berbicara dengannya,

“Ngapunten, asmone kulo, Ara” (maaf sebelumnya, kenalkan nama saya, Ara)

“Saya Mira” ucap Mira sembari masih mengawasi mayat yang terus berdiri di sampingnya, tak sedikitpun Mira takut, justru dirinya begitu tertarik,

“Bagaimana bisa seperti ini?” tanya Mira,

Ara menunduk sebelum mengatakan kepadanya, “Itu karena kamu menginjak kaki di tanah ini, tanah milik Rinjani”

Mira terdiam, banyak pertanyaan di dalam kepalanya, namun tampaknya anak lelaki itu sedang tidak ingin bicara banyak, yang terjadi selanjutnya, si mayat di ikat,

Sebelum di masukkan paksa ke dalam keranda

“Melok aku Mir, tak duduhno opo sing mok goleki” (kut aku Mir, akan ku tunjukkan apa yang kamu cari)

Mira dan rombongan itu berjalan masuk ke dalam kebun, banyak sekali pohon-pohon besar tinggi di kanan kiri, setelah menempuh jalan yang cukup jauh, mereka berhenti di salah satu rumah tua, Mira mengenal rumah tersebut, itu adalah rumah yang ada di dalam foto,

orang-orang mengeluarkan mayat mengikatnya dengan tali tambang, Mira bingung melihat pemandangan tersebut, karena yang terjadi selanjutnya, tali si mayit di tarik di gantung di atas pohon, di sana Mira tercekat menyaksikannya, tepat di atas sana, Mira bisa melihat ada 7 mayit yang sudah gantung di dahan-dahan pohon tersebut

Mira tak bisa berkomentar, dirinya shock menyaksikan pemandangan gila tersebut,

Belum berhenti sampai di sana, Mira harus melonjak kaget saat satu persatu mayit-mayit yang di gantung tersebut mulai bergerak, menggeliat satu sama lain,

“Mereka hidup” batin Mira,

“Wes ngerti bahayane ilmu-mu”

PASARAN

PREDIKSI MBAH JITU TOP 2D

KLIK

PASARAN SYDNEY

10 18 17 14 70 78 74 40 48 47

SELENGKAPNYA

PASARAN COLOMBO

23 21 26 29 63 61 69 93 91 96

SELENGKAPNYA

PASARAN SCOTLAND

37 31 32 38 27 21 28 87 81 82

SELENGKAPNYA

PASARAN SINGAPORE

SELASA DAN JUMAT LIBUR

SELENGKAPNYA

PASARAN JAMAICA

36 39 35 38 56 59 58 86 89 85

SELENGKAPNYA

PASARAN UGANDA

24 21 27 29 74 71 79 91 94 97

SELENGKAPNYA

PASARAN HONGKONG

83 87 81 86 13 17 16 63 67 61

SELENGKAPNYA

PASARAN KENYA

67 60 69 61 17 10 19 97 90 91

SELENGKAPNYA

PASARAN SLOVAKIA

96 94 98 97 46 48 47 86 84 87

SELENGKAPNYA

“Monggo” (silahkan)

Mira melangkah masuk di dalam sebuah ruangan besar, dari luar rumah ini memang begitu megah, terlalu megah untuk di miliki seseorang di desa ini, namun yang bisa Mira nilai dari rumah ini adalah bahwa rumah ini sudah di tinggalkan

Ada hal yang membuat Mira sadar dirinya tidak pernah di sambut di sini, tak seorangpun terlihat senang terutama saat tahu siapa dirinya, namun hanya anak lelaki ini yang tampak begitu tenang, sesekali dirinya tersenyum dengan wajah polosnya namun Mira tahu, ada seseorang di balik raganya ini.

“Wes suwe aku ngenteni kowe, sing ragil sing paling janjeni” (sudah lama saya nunggu kamu, yang paling muda, yang paling menjanjikan)

Ruangan tersebut sangat pengap, tak seorangpun di ijinkan masuk, orang-orang desa menunggu di luar rumah, anak lelaki bernama Ara itu terus berbicara,

“Ragil?” ulang Mira, “tapi saya anak pertama”

“Ora” kata Ara, “Awakmu ragil, aku wes tahu ketemu ambek kabeh pakane Rinjani, koen sing terakhir” (saya sudah pernah bertemu dengan makanannya Rinjani dan kamu adalah yang terakhir)

Mira tak mengerti, anak tersebut masih memandanginya,

Mira menurunkan tas punggungnya, mengeluarkan buku tua, dirinya membuka lembar perlembar sampai di gambar wanita dengan rambut panjang itu, Mira menunjukkan gambar tersebut pada anak lelaki itu dan wajahnya seketika berubah, dirinya memalingkan wajah, “Nduk” katanya seraya berpaling,

“Ojok pisan-pisan kowe wani nduduhno aku Rinjani!!” (Jangan sekali-sekali menunjukkan kepadaku Rinjani!!) ucap Ara,

“Apa itu Rinjani?”

Ara meminta Mira memasukkan kembali bukunya sembari dirinya menata duduknya, sebelum dirinya mulai mengatakannya,

“Rinjani adalah ingon milik Codro!!”

“Aku kenal karo bapakmu nduk” (saya mengenal siapa ayahmu) ucap Ara, “dia orang baik, sekaligus abdi kuncen yang bisa di percaya, dia jaga tempat itu karena memang tidak boleh sembarang orang yang mendekatinya”

“Kuncen Padusan pituh”

“Suatu hari ada dayoh datang ke tempat itu” Ara diam, dirinya mencoba mengingat kembali kejadian itu “dayoh itu adalah poro benggolo, mereka datang menyampaikan pesan bahwa tuan mereka akan datang kesini untuk mengambil sesuatu yang menjadi miliknya. kamu tahu apa itu?”

Mira menggelengkan kepala,

“Rinjani”

Mira tidak mengerti maksud dari Ara, namun Ara seperti bisa membaca pikiran Mira,

“Rinjani dulu manusia, terlalu kuat tapi justru karena kuatnya dia, Codro ingin menjadikannya ingon miliknya”

“Simbol warna dalam budaya jawa hanya ada dua, hitam dan juga putih” Ara menjelaskan, “Untuk menguasai putih seseorang harus benar-benar hitam terlebih dahulu, Rinjani benar-benar hitam, sudah ratusan orang melihat kengerian yang dirinya ciptakan”

“Setiap Rinjani datang ke desa-desa, anak-anak pasti menangis, selusin orang akan mati, Rinjani seperti penyakit, namun suatu hari entah apa yang terjadi dengannya, mungkin karena terlalu kuat atau apa, dirinya mengurung diri di sana, tempat akhirnya bapakmu mau jadi sebagai kuncennya”

“Rinjani ingin menjadi putih, dirinya sudah melalui jalan sehitam itu, namun sayangnya, Codro tak membiarkannya, dirinya ingin Rinjani tetap hitam, malam itu adalah malam yang paling gelap, ternak banyak yang mati, gagal panen di mana-mana, tapi Codro ingin Rinjani”

“Setiap hari, Codro kirim anak-anak ke tempatnya, Rinjani suka anak-anak, terutama anak perempuan, dirinya suka membelai rambut mereka, namun rasa suka itu perlahan menggerogoti isi kepalanya, Rinjani mulai berubah, dirinya mulai mencabut sehelai demi sehelai rambut anak-itu, sampai mati!!”

“Setiap hari, selalu ada anak perempuan yang masuk ke tempatnya dan tidak pernah keluar lagi, Kuncen yang semula menjaganya karena ingin Rinjani berubah, mulai ragu, mereka tidak mau lagi menuruti perintah Codro memberi Rinjani anak lagi”

“Saat itulah untuk pertama kalinya Rinjani menampakkan dirinya, dirinya keluar dari tempatnya bertapa, kulitnya tirus pucat, tangan dan kakinya kurus kering, namun rambutnya begitu panjang, dirinya menatap semua Kuncennya lalu bersumpah, anak pertama dari mereka akan menjadi makanannya”

“Maksudmu makhluk itu ingin saya?” tanya Mira, dirinya tidak begitu percaya dengan ucapan Ara, anak kecil yang di rasuki oleh sesuatu yang seperti ingin menggiringnya,

“Bukan itu yang saya ingin sampaikan” Ara menatap Mira, “Kau tahu, bapakmu benar-benar orang yang hebat!!”

“Paling hebat, karena dari 7 Kuncen yang memiliki anak, hanya bapakmu yang berhasil menangkal kutukan Rinjani untuk mendapatkanmu, setidaknya membiarkanmu hidup sampai sejauh ini. Karena itu, aku manggil kamu Ragil, paling muda di antara mereka”

“Tapi” Ara menatap Mira aneh, “setahun yang lalu, muncul dua orang perempuan yang datang ke desa ini, dia juga bisa menjadikan mayat hidup lagi sama sepertimu, namun aku tidak tahu siapa dirinya, pengetahuanku terbatas, dia hanya bertanya di mana Rinjani sekarang”

“Tapi salah satu dari mereka bukan sembarangan orang aku tahu” kata Ara,

Mira tiba-tiba membuka kembali lembaran-lembaran di bukunya, dirinya menatap Ara sebelum menulis sesuatu di atasnya, dirinya menunjukkan pada Ara saat itu juga,

“Sengarturih dan Bonorogo!!”

“Benar” kata Ara, “Salah satu dari mereka di ikuti oleh makhluk itu, bagaimana kamu bisa tahu?”

“Entahlah” kata Mira “Aku hanya menulis sesuatu yang kau ceritakan!! untuk apa mereka mencari Rinjani?”

“Aku tidak tahu, sepertinya akan terjadi sesuatu yang sangat buruk!!”

“Lantas, aku kesini dengan satu pertanyaan”

Ara mengamati Mira, dirinya tahu apa yang akan di katakan oleh Mira,

“Jangan nduk, bapakmu sudah susah payah ngelepasin kamu dari Rinjani, jangan kau tukar nyawamu dengan darah dagingnya Codro, Kuperingatkan kau!!”

“Aku juga harus mencari Rinjani!!” ucap Mira,

“Bangsat!!” teriak Ara, “kau tahu berapa lama aku nunggu kamu di sini untuk menyampaikan permintaan bapakmu langsung, kalian benar-benar sama, bodoh dan juga nekat!! Rinjani tak akan pernah bisa di ajak bicara, setidaknya itu yang terjadi dengan kepala keluarga Codro terakhir!! dia mati di tangan Rinjani!!”

“Codro mati?!” tanya Mira,

“Benar, sekarang keturunannya lah yang sekarang bersembunyi, dia menunggumu mematahkan sumpah bapakmu sendiri!!”

“Aku tetap harus ke tempat Rinjani, ada yang harus di benarkan” ucap Mira,

Mira menatap Ara, dirinya diam lama, sampai akhirnya anak lelaki itu menyerah, “bila memang kau memaksa dan aku harus melanggar sumpahku juga, akan aku lakukan”

Dua orang lelaki desa melangkah masuk ke ruangan

Satu dari mereka menarik rambut Mira, membuatnya menatap ke langit-langit, sementara yang lain memegang tangan Mira, menahannya, Ara berdiri di atas meja menatap wajah Mira, sebelum memasukkan tangan kecilnya ke dalam mulutnya.

“Ini akan sakit sekali, tahan!!”

Mira tercekat, tubunya mengejang saat anak lelaki itu menarik sesuatu di dalamnya,

“Ini adalah sumpah bapakmu Mir, sumpah yang tidak pernah dia buat dengan yang lain, namun untukmu dia harus mengorbankan nyawanya!!”

Mira menatap rambut di pintal di tarik terus mnerus dari mulut Mira panjang, sangat panjang sekali, Mira terus meronta, isi perutnya seperti di tarik, sementara Ara terus berujar, “ingat sekarang, ingat Mir”

Sekelebat bayangan neneknya muncul, Mira mengingatnya, mengingat saat neneknya merawatnya, piring berisi makanan yang Mira makan selama ini rupanya sepiring rambut panjang yang masuk ke dalam tubuhnya.

MJata Mira berair, rasa sakit itu menyeruak masuk ke dalam tubuhnya, sementara dari tenggorokannya rambut yang di pintal terus keluar, panjang, sangat panjang sekali

Setelah Ara berhasil mengeluarkan rambut panjang itu, Mira memuntahkan isi perutnya, “Sejak kapan!! sejak kapan!! mbahku melakukan itu”

Ara menatap Mira, di tangannya rambut itu tersulur panjang, “ini adalah rambut Rinjani, untuk mendapatkannya, bapakmu sampai harus mati!!”

Seseorang melangkah masuk, Ia berteriak, “Mayite wes mati, mayite wes mati!!” katanya, salah satu dari lelaki di ruangan menatap Ara, “yo mati to, wes dadi mayit!!” (ya iyalah sudah mati namanya juga mayit)

Saat itu, Mira menyadari Cerita Misteri Padusan Pituh, dirinya sudah kembali, namun dari jauh bisikan itu datang, bisikan yang selalu membuat Mira dulu senantiasa di tegur oleh neneknya, suara yang memanggil-manggil namanya. “sepertinya, dia memanggilku” Mira menatap Ara, sebelum menoleh, matanya menerawang jauh ke pemandangan di luar jendela, “Rinjani memanggilku”

Sumber: Threader

Asal Usul Pusaka Keris Ageng Kopek Yang Melegenda

Inilah Pusaka Keris Ageng Kopek, Yang Terkenal Dan Yang Paling Di Incar

Kangjeng Kyai Joko Piturun dan Kangjeng Kyai Ageng Kopek disebut-sebut oleh HB X dalam Sabda Raja. Berikut ulasan mengenai Pusaka Keris Ageng Kopek.

Cucu HB VIII, KRT Jatiningrat kepada mbahjitu mengatakan sesuai paugeran Kraton, begitu Sultan baru bertakhta, pusaka keris yang dikenakannya adalah Pusaka Keris Ageng Kopek.

“Saat itu sudah terlalu ramai, banyak orang, sehingga tak kelihatan. Namun, yang jelas, ketika Sultan sudah bertakhta, seluruh pusaka berada di bawah kewenangannya.”

Kangjeng Kyai Ageng Kopek, lanjut Jatiningrat, adalah keris peninggalan Sunan Kalijaga. Keris tersebut diberikan oleh Pakubuwono III pada 15 Februari 1755 di Lebak, Jatisari, dua hari setelah perjanjian Giyanti. Di Lebak itu, Pakubuwono III dan HB I untuk pertama kalinya bertemu. Karena saat penandatanganan perjanjian Giyanti, hanya dihadiri oleh perwakilan HB I dan pihak dari VOC, Nicolaas Hartingh, W van Ossenberch dan JJ Steenmulder.

“Pemberian keris Kopek menjadi simbol pengakuan bahwa HB I mendapatkan separuh dari Mataram, dan pengakuan HB I sebagai Raja,” tuturnya.

“Kangjeng kyai ageng kopek, principal keris as sultan’s attribute signifiying his role as spiritual leader as well as the head monarch [Kangjeng Kyai Kopel merupakan atribut atau simbol atas peran Sultan sebagai pemimpin spiritual dan kerajaan atau negara].”

Begitu buku berjudul Tradition And Heirlooms yang diterbitkan Kraton Ngayogyakarta dan Indonesia Marketing Association pada tahun 2002 menjelaskan tentang Kangjeng Kyai Kopek.

“Kangjeng Kyai Kopek simbol kekuasaan,” jelas Yudaningrat.

PASARAN

PREDIKSI MBAH JITU TOP 2D

KLIK

PASARAN SYDNEY

69 67 61 62 19 17 12 27 21 19

SELENGKANYA

PASARAN COLOMBO

01 03 06 09 61 63 69 91 93 96

SELENGKAPNYA

PASARAN SCOTLAND

03 08 02 07 23 28 27 73 78 72

SELENGKAPNYA

PASARAN SINGAPORE

98 92 90 97 08 02 07 78 72 70

SELENGKAPNYA

PASARAN JAMAICA

71 72 74 75 21 24 25 51 52 52

SELENGKAPNYA

PASARAN UGANDA

09 03 07 04 39 37 34 49 43 47

SELENGKAPNYA

PASARAN HONGKONG

91 98 92 97 21 28 27 71 78 72

SELENGKAPNYA

PASARAN KENYA

10 17 12 15 20 27 25 50 57 52

SELENGKAPNYA

PASARAN SLOVAKIA

35 39 30 37 05 09 07 75 79 70

SELENGKAPNYA

Dirinya menjelaskan, keris dengan gelar Kangjeng Kyai adalah pusaka-pusaka yang memiliki kedudukan tertinggi karena jasa-jasanya sebagai senjata utama Sultan. Kangjeng Kyai Kopek itu dipakai sejak HB I hingga HB X. Pusaka ini selalu menyertai Raja, semenjak keberadaan Belanda hingga Mataram bersatu dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia mengusir penjajah kolonial Belanda.

Yudaningrat bercerita Kangjeng Kyai Kopek itu sudah berusia ratusan tahun. Sunan Kalijaga mendapatkannya dari Syeh Jumadil Kubro, Sultan HB I dinilai memiliki kemampuan ngudari Kalimasada. Kalimasada berasal kata Kalimahosaddha (serat jamus), sebuah pusaka utama dalam dunia pewayangan yang dimiliki oleh Prabu Puntadewa (alias Yudistira), pemimpin para Pandawa.
Dengan ngudari kalimasada, Sunan Kalijaga menjadikannya sebagai sarana untuk berdakwah. Melekatkan pada kalimat syahadat, dan menyelaraskan aturan dalam kraton dengan ketentuan-ketentuan keislaman yang di dalamnya mengatur soal gelar Khalifatullah.

“Karena usia yang sudah beratus-ratus tahun dan berulang kali dijamas, kondisinya sudah terkikis dan ada yang bolong,” katanya.

Karenanya maksud penyempurnaan itu, lanjut Jatiningrat, dimaknai sebagai upaya HB X melanggengkan GKR Pembayun sebagai penerus takhta. Jatiningrat belakangan baru mengaku mendatangi undangan Sabda Raja di Siti Hinggil, setelah HB X menggelar jumpa pers. Dirinya mendengar, Raja yang dikawalnya saat naik takhta itu bersabda terkait penyempurnaan Pusaka Keris Ageng Kopek dan Kangjeng Kyai Joko Piturun.

Sumber: JogjaPolitan

Cerita Misteri Lemah Layat, Dijamin Bikin Tegang

Cerita Misteri Lemah Layat, Sebuah Peristiwa Kelam Dan Hitammnya Dunia

Cerita Misteri Lemah Layat. Riuh. Suara motor dan angkot bersahut-sahutan, tidak ada yang mau mengalah, dari kursi penumpang angkot biru laut, dua lelaki paruh baya menatap jalanan, ekspresi wajah mereka khawatir. “jancuk” sahut salah seorang dari mereka, “isok telat iki” (bisa terlambat ini)

Lelaki yang satunya menoleh, dirinya mengkerutkan dahi, menatap kawannya, “mbok pikir koen tok sing gopoh” (kamu kira, cuma kamu seorang yang khawatir)

“Halah” “wes mlayu ae, gak nutut iki nek nuruti ngene iki” (lari saja yuk, gak sempat ini kalau kita nungguin ini)

Mereka sepakat,

Lantas, mereka langsung melompat dari dalam angkot, mulai berlari menuju jalanan stasiunt, berjibaku dengan orang lalu lalang, mereka abaikan keringat didahi, menembus lautan orang yang sangat sibuk dengan urusan mereka masing-masing, satu yang mereka harus tuju, kereta yang akan membawa mereka pergi.

“Goblok koen Gus, mene nek kate onok urusan, ojok tambah ngejak maen gaplek” (bodoh kamu gus, kalau besok ada urusan seharusnya gak kamu ajak aku maen gaplek)

Agus, lelaki gondrong dengan kumis tipis itu tertawa sembari menghela nafas panjang, dirinya merasa geli atas apa yang terjadi

“Halah. nyocot! sing penting kan menang, oleh duwek akeh” (bacot, yang penting kemarin menang kan, dapat duit banyak) ucap Agus, gemas, dirinya jitak kepala Ruslan, kawan yang akan menemaninya

Sebelumnya, Agus dan Ruslan setuju, daripada nganggur, lebih baik mereka ikut kawan, meski hanya sebagai kuli bantuan, tapi setidaknya, dari sana mungkin hidup mereka akan mulai berubah, tidak lagi harus mendengar kiri kanan tetangga yang mengecap mereka sebagai pengangguran yang gak punya masa depan. Kereta melaju, jauh. Meninggalkan kota kelahiran Agus, disini, kehidupan baru bagi Agus dan Ruslan, akan dimulai.

Agus yang pertama turun, diikuti Ruslan, mereka melihat sekeliling, harusnya, kawan mereka akan menjemput di stasiun ini, namun, dirinya hanya melihat orang lalu lalang, tidak ada tanda kawan mereka sama sekali.

“Asu arek iki Gus, dibelani adoh-adoh gak disusul” (anj*ng, anak ini, dibelain jauh2 eh, gak dijemput)

Agus mengangguk setuju, lantas, dirinya duduk, mengeluarkan sebatang rokok yang dirinya simpan di kantung celana, sial. gumamnya, hidupnya sulit, sebatang rokok yang bengkok pun, terpaksa dirinya hisap, kini, jadi kuli terdengar masuk akal baginya, seenggaknya, dirinya bisa makan nasi lagi

Ruslan hanya melihat orang-orang, lebih tepatnya, melihat perempuan-perempuan yang cantik yang lalu lalang, tidak ada rokok untuknya, jadi, daripada melamun, Ruslan tahu bagaimana memaksimalkan kemampuannya untuk menikmati pemandangan

Tak beberapa lama, terdengar suara teriakan familiar, ia datang

“Ayok”

Agus dan Ruslan mengikuti. “Numpak opo iki” (naik apa kita) ucap Ruslan,

“Numpak bis lah, iki jek adoh ambek nggone” (naik bus lah, ini tempatnya masih jauh soalnya)

Agus tidak banyak komentar, dirinya sudah diberitahu, kerjaan mereka tidak jauh dari kuli untuk bendungan, disepanjang perjalanan, Agus hanya melihat jalanan, mereka menaiki Bus antar kota, menjelaskan setidaknya kemana mereka akan pergi.

Koco, kawan yang mereka kenal dari warung kopi memang tidak banyak memberitahu soal pekerjaan ini, kecuali mereka butuh tenaga tambahan, bahkan, Koco tidak memberitahu, bahwa nanti, Agus dan Ruslan, tidak akan tinggal di Mes tempat para kuli resmi tinggal, Agus dan Ruslan, hanya tahu, bahwa ada rumah yang siap menampung mereka, selama mereka bekerja di tempat ini.

“Gratislah” kata Koco, “wes kere mosok jek dijaluki duwik, wes santai ae” (gratislah, masa kalian sudah susah, masih dimintai duit untuk tinggal, santai saja)

Ruslan hanya menatap Agus, bila ada yang gak beres dari suatu pekerjaan, adalah sesuatu yang berbau “gratis”

Agus nyengir, buang air saja bayar, ini, tinggal di rumah orang masa gratis. kalau gak rumah setan, ya rumah orang gak waras. tapi dilain hal, Koco meyakinkan Agus, bahwa rumah itu gratis karena sudah dibayar setahun penuh, dan pekerja sebelumnya sudah pamit pulang.

“Pamit pulang kenapa mas?” tanya Agus.

“Gak eroh” (gak tau) kata Koco, “isterine ngelahirno, jarene” (isterinya melahirkan, katanya) Koco mengangkat bahu, tanpa sadar, Bus memasuki daerah yang semakin malam, semakin sepi, sunyi, Agus masih tidak yakin, “sing liane” (yang lainnya?)

“Muleh pisan” (pulang juga) “gak kerasan” tutur Koco, dan kemudian, dirinya berdiri. “wes totok” (sudah sampai)

Ruslan dan Agus, mengangkat tasnya, mengikuti Koco yang sudah melangkah turun, pertama kali melihat Desa itu, Agus hanya melihat sebuah desa biasa saja, tidak ada yang aneh, kecuali, Koco.

Koco menunjuk sesuatu, sebuah jalanan lurus, setelah memasuki desa, Koco mengatakannya

“Omah sing bakal mok nggoni, lurus ae yo, wes ra usah menggak menggok, gampang kok ancer-ancere, yo” (rumah yang nanti akan kalian tinggali, lurus saja ya, gak perlu belak-belok, mudah kok posisinya) sahut Koco, sebelum menyalakan sebatang rokok, melipir pergi ke sudut desa lain, Agus dan Ruslan hanya saling menatap bingung, sebelum, bersama, mereka pergi.

Agus menelusuri jalan setapak, gelap, tentu saja. Ruslan tetap mengikuti dibelakang, tidak ada bedanya sama jalanan di desa Agus, hanya saja, mungkin karena tempat asing, suasana tersebut, membuat mereka merinding. “Koco Asu” umpat Ruslan, Agus setuju.

Saat mereka sampai diujung jalan, Agus dan Ruslan tidak lagi melihat ada jalan setapak, kecuali, rumput setinggi mata kaki, didepannya, ada kebun pohon jati yang menjulang tinggi, Agus dan Ruslan melihat disana-sini, tidak ada jalan, lelah bila harus kembali, Agus menembus masuk ke kebun jati seorang diri. Tak beberapa lama, Ruslan mengikuti.

Dibawah pohon jati, Agus menahan diri, sejak kecil, dirinya memang biasa dengan tempat seperti ini, namun Ruslan berhati-hati, pekerjaan yang sempat membuatnya bersemangat tiba-tiba seperti mati rasa, perasaannya tidak enak, tapi selama ada Agus, Ruslan merasa semua akan baik-baik saja.

Baik-baik saja, sebelum, Ruslan melihat tempat tinggal mereka, sebuah rumah yang ada dibalik kebun jati. Rumah kayu, berdiri sendiri, dengan petromaks yang sudah menyala, pintunya terbuka, Agus, mendekatinya.

“Gus, Rumah setan pasti gus” ucap Ruslan,

“Iya, rumah siapa lagi yang kaya gini kalau gak rumah setan” Agus menimpali, tapi dirinya, tetap mendekati, di pintu rumah, tercium aroma makanan, Ruslan semakin yakin, sampai, dari dalam, muncul si pemilik rumah

“Wes tekan ya, monggo” (sudah datang ya, silahkan), mata Agus bertemu dengan mata seorang wanita, usianya mungkin lebih tua dari pada Agus, sosoknya ramah, dirinya mengangguk saat Agus berdiri di depan pintu, dirinya melewati Agus, Ruslan melangkah masuk, mengamati makanan yang tersaji di meja, namun, Agus mengatakannya secara tiba-tiba.

“Saya mencium lemah layat dari makanan itu”

Si wanita menoleh, menatap Agus, dirinya tersenyum, mengangguk, sebelum pergi, Agus baru tahu, ada Rumah lebih besar, tidak jauh dari tempat dirinya berdiri.

Agus menutup pintu.

“Gak usah dimakan Rus, biarin aja” ucap Agus, dirinya memandangi rumah besar disebrang dari jendela, Ruslan mendekati. “prosoko gak onok omah iku loh gus mau” (perasaanku tadi, gak ada rumah loh disitu)

“Rumahe demit” kata Agus tertawa, membuat Ruslan kesal

“Goblok” sahut Ruslan, “aku eroh awakmu ngelmu, tapi yo ojok ceplas ceplos ngunu, awakmu nantang iku jeneng’e” (aku tahu kamu dulu suka ngilmu, tapi jangan begitu ngomongnya, itu kaya kamu nantangin dia) sahut Ruslan, khawatir

“Iya, Rus, paham aku, aku cuma mau lihat reaksinya”

“Itu makanannya gimana”

“Biarin aja, besok juga udah dimakan ulat” Agus menutup tirai jendela.

“Berarti temenan gak beres omah iki” (berarti bener rumah ini memang gak beres ya)

Agus duduk, sembari melihat makanan didepannya. Dirinya melihat Ruslan yang masih penasaran.

“Guk omahe sing gak beres, tapi lemahe iki sing gak beres” (bukan rumahnya yang gak beres, tapi tanah tempat rumah ini berdiri yang tidak beres)

“Lemah” (tanah) sahut Ruslan,

“Omah iki ngadek gok ndukure, lemah tapal” (Rumah ini, berdiri diatas tanah Tumbal)

Agus berdiri, dirinya berkeliling rumah, sebenarnya, daripada rumah, tempat ini lebih terlihat seperti gubuk kayu reot, hanya ada 2 kamar dan satu dapur, selebihnya ruang tamu dan pekarangan, namun, ada rumah yang lebih besar persis didepannya, rumah itu, bukan rumah demit, seperti yang Agus katakan, namun, rumah tersebut adalah rumah manusia. Agus pun mengatakannya pada Ruslan agar dirinya tidak bertanya lagi, “Perempuan tadi, itu Gundik’colo”

PASARAN

PREDIKSI MBAH JITU TOP 2D

KLIK

PASARAN SYDNEY

21 23 26 26 61 63 69 91 93 96

SELENGKANYA

PASARAN COLOMBO

50 59 56 58 60 69 68 80 89 86

SELENGKAPNYA

PASARAN SCOTLAND

34 36 38 32 84 86 82 24 26 28

SELENGKAPNYA

PASARAN SINGAPORE

98 92 90 97 08 02 07 78 72 70

SELENGKAPNYA

PASARAN JAMAICA

20 21 29 27 10 19 17 70 71 79

SELENGKAPNYA

PASARAN UGANDA

23 25 29 26 53 59 56 63 65 69

SELENGKAPNYA

PASARAN HONGKONG

96 91 93 92 16 13 12 21 26 23

SELENGKAPNYA

PASARAN KENYA

31 32 34 37 41 42 47 71 72 74

SELENGKAPNYA

PASARAN SLOVAKIA

08 02 04 07 49 42 47 79 72 74

SELENGKAPNYA

Ruslan kaget bukan main saat mendengarnya. “masa, masih ada perempuan seperti itu”

“Iya” agus mengangguk, “kelihatan”

“Dari aroma dan cara dia berjalan kelihatan sekali dia Gundik’colo”

Ruslan geleng kepala,

“Serem juga ini tempat, pergi gak kita ini” sahut Ruslan,

“Gak usah, yang penting, hati-hati aja sama tuh perempuan” batin Agus, matanya melihat sudut dapur,

“Lihat apa”

“Pocongan”

“Matamu” kata Ruslan,

Agus hanya geleng-geleng kepala,

“Ada berapa?”

Agus menatap Ruslan, “masih 7 sih Rus, kayaknya nanti malam keluar semua” Agus pun menutup pintu dapur, “biarin lah” Agus melipir ke kamar, diikuti Ruslan, “Asu” umpatnya berkali-kali

Malam itu, masih awal dari segalanya. manakala Agus sudah terlelap dalam tidurnya, Ruslan mengintip dari jendela kamarnya, disana, jauh ditempat rumah tempat perempuan tersebut tinggal, dirinya tengah berdiri tepat di jendelanya, tengah menatap tempat Ruslan mengintip.

“Asu koen Gus, gara-gara lambemu, aku gak isok turu” (Anj*ng kamu gus, gara-gara mulutmu, semalam gak tidur aku) sahut Ruslan mengejar Agus yang sudah menyampirkan tasnya, bersiap menemui Koco yang sudah menunggu diluar rumah, beberapa kali Agus melirik Ruslan, senyumannya mengembang.

“Sing ngongkon awakmu gak turu iku sopo” (yang nyuruh kamu gak tidur itu siapa) sahut Agus, cengengesan, sampai didepan, Agus membuka kain yang dirinya gunakan untuk menutupi makanan, ketika kain dibuka, Ruslan melompat, melihat makanan semalam, dipenuhi belatung yang memakan saripatih, bau busuk langsung menusuk hidung Agus dan Ruslan.

“Bosok” (busuk) ucap Agus, “Ayo wes, kawanen” (yasudahlah, kesiangan kita)

Agus dan Ruslan melangkah keluar, tepat di depan rumah, tiba-tiba, mereka berhadapan dengan perempuan itu lagi, dirinya menunduk, mengucap “monggo”

Agus ikut menunduk, kemudian, melewatinya.

Ruslan yang sedari tadi memperhatikan, melihat gelagat mata perempuan itu yang mengikuti sosok Agus yang terus berjalan cepat, di sudut bibirnya, perempuan itu tersenyum, namun, Agus tidak tahu akan hal itu.

“He, gus, wong iku mau ngguyu loh ndelok awakmu, gak wedi ta” (gus, orang tadi senyum loh lihat kamu, gak takut)

“Tresno paling ambek aku” (suka kali sama aku) sahut Agus, tertawa-tawa

“Gak wedi di senengi ambek ngunu iku” (gak takut kamu di sukai yang seperti itu)

“Gak, iku ngunu jek menungso kok” (gak lah, bagaimanapun, dirinya itu masih manusia kok)

Lama mereka berjalan di bawah kebun pohon jati, sampailah mereka di jalanan setapak, menuruni jalan utama, sebelum melihat Koco dan semua teman-temannya, Agus dan Ruslan bertegur sapa sebelum memulai pekerjaannya.

Ruslan masih kepikiran ucapan Agus semalam, semuanya berputar dalam kepalanya, mulai dari tanah layat, pocong sampai Gundik’colo, semua itu, tidak asing baginya, kecuali, masih ada perempuan seperti itu di jaman sekarang.

Seujujurnya, dirinya takut sekali, namun Agus, aneh, hari mulai petang, Agus dan Ruslan kembali, manakala dirinya mau melewati jalan ke pohon jati, kebetulan, mereka berpapasan dengan seorang lelaki tua pencari rumput, lelaki itu, melihat Agus dan Ruslan bergantian.

“Kalian yang tinggal di rumah Lastri”

“Iya” kata Agus,

“Kalian sudah tahu, ada apa disana” ucap lelaki tua itu lagi, dirinya kali ini hanya melihat Agus,

“Iya bapak, saya tahu” sahut Agus,

“Yowes” katanya, “Jangan sembrono yo le” si lelaki tua pergi, melewati Agus,

Dari jauh, siluet hitam perempuan itu terlihat di ujung jalan

Ruslan yang pertama melihatnya, manakala saat Agus melihatnya, perempuan itu berjalan pergi, Agus dan Ruslan hanya berpandangan, lalu melanjutkan perjalanan ke rumah.

“Aneh gak seh” (aneh gak sih) kata Ruslan, “wong iku koyok golek molo” (perempuan itu kaya cari masalah sama kita)

Agus hanya mendengar Ruslan bicara, saat sampai di tanah terbuka, Agus melirik rumah besar itu, meski sama-sama terbuat dari kayu, namun, kesan ngeri saat melihatnya tidak dapat dikesampingkan, hal yang sama, seakan setiap hari, rumah itu menunjukkan tajinya kepada Agus.

Agus membuka pintu, dirinya tidak lagi melihat makanan diatas meja, semua sudah di bersihkan

“Aku adus dilek yo” (aku mandi dulu ya) ucap Agus, dirinya menuju dapur, dibelakangnya ada pintu lagi, disana ada sumur tua, Ruslan, memilih merokok di teras, rokok yang dirinya rampas dari Koco

Manakala ketika Ruslan menikmati kepulan asap rokok di teras rumah, Ruslan melihat sesuatu mengintip dari balik kebun pohon Jati

Ruslan mendelik, dirinya tidak salah lagi, yang mengintip itu pocong,

“Jancok!!” ucap Ruslan, melipir masuk ke rumah, menuju tempat Agus mandi

kebetulan, Agus baru selesai, dirinya melihat Ruslan, rokok dimulutnya mengepul tanpa dirinya sentuh

“Pocongan ya” kata Agus, sembari mengeringkan rambutnya “itu di kamar mandi ada dua”

Ruslan mengikuti Agus, “Pindah ae loh Gus, gak sreg aku nang kene” (pindah aja yuk, gak tenang aku)

Saat itulah, Agus mengintip Rumah besar itu dari jendela, matanya seperti tengah mengawasi,

“Gini, Rus” kata Agus serius, dirinya tidak pernah seserius ini, “Tanah tapal biasanya dipakai oleh orang kaya atau gak orang berpengaruh, sekarang pikir, kira-kira ada apa ya di rumah itu”

“Ya mungkin dulunya tanah ini tanah tapal, tapi belum di bersihkan, ya kali, dikira aku gak tau, ngebersihan tanah kaya gini sih gak sembarangan dan jarang orang mau, bahkan orang ngilmu kaya kamu, gak bakal mau bersihin kan” jelas Ruslan, dirinya masih melihat Agus yang masih mengawasi.

“Tau aku maksudmu Rus” jelas Agus, sekarang dirinya duduk, “Gunanya perempuan itu apa coba” “udah di tanah tumbal, eh di jaga sama Gundik’colo lagi, aku penasaran, yang punya siapa ya, aku jadi pengen tahu” Agus mengedipkan mata melihat Ruslan, saat itu Ruslan menyadarinya..

“Cok” kata Ruslan yang baru sadar arah pembicaraan Agus, “Koen kate nyolong opo sing gok jeroh omah iku ya” (kamu mau mencuri barang yang ada di dalam rumah itu kan) “Gila kau, itu perempuan gak sembarangan ya, cari mati kamu” Ruslan tak sanggup bicara lagi,

“Bukan aku, kita”

“Matamu gus” “awakmu dewe ae, pantes, ket pertama wes disuguhi barang gak bener ambek sing nduwe omah” (Matamu, kamu aja, pantas, dari awal, sudah dikasih sesuatu yang gak masuk akal sama yang punya rumah)

“Halah” Agus tertawa, “Gak lah, aku yo gak gendeng” (aku juga gak segila itu)

“Aku itu cuma penasaran aja, kerjaan itu perempuan jagain apa, atau gak, ngapain dia, kalau pocongan yang dibelakang kamu kan, cuma bisa ngelihatin kita, gak bakalan ngapa-ngapain, nah, masalahnya tuh perempuan juga ngawasi kita, pasti ada sesuatu” sahut Agus,

Ruslan, diam.

“Gus boleh tanya” Ruslan mencoba untuk tenang, Agus mengangguk, “Kata orang, tanah tumbal kalau dijaga pocong, tanahnya, ditanami kain kafan dari orang anyg meninggal, itu betul?”

Agus mengangguk,

“Dan kain kafan yang meninggal’pun gak sembarangan, harus jumat kliwon, betul?”

Agus mengangguk lagi,

“Berarti, berapa banyak, kain kafan yang ditanam di dalam tanah ini?” Ruslan menunggu Agus bicara

Agus tampak berpikir, “seratus kayanya”

Ruslan menelan ludah, “ada seratus pocong disini gus”

“Iya” kata Agus, “di luar, masih banyak yang berdiri lihatin kita”

Ruslan berdiri, dirinya menyesap rokok, tinggal 2 batang lagi, saat Agus meminta sebatang, Ruslan menolak, “Matamu, aku yo penasaran dadine, opo yo sing onok gok jeroh omah iku” (Matamu, aku kok jadi penasaran juga, apa ya yg disembunyikan disana)

“Mau lihat gak” sahut Agus,

“Oke”

Agus membuka pintu, diikuti Ruslan, “Loh loh, kok sak iki, gak engkok rodok bengi tah” (Loh loh, kok sakarang, gak nanti lebih malam tah)

Agus tetap berjalan, Ruslan kebingungan, mereka sampai di depan pintu, Agus mengetuknya, dan perempuan itu muncul, melihat Agus dan Ruslan

“Daripada saya penasaran, saya mau tanya sama kalian, kalian ini jaga apa sebenarnya?” kata Agus, Ruslan hanya melongo melihat kawan baiknya yang sudah hilang otak,

Perempuan itu tersenyum, mengangguk, lalu berujar lirih, “mongg mas,” (silahkan masuk mas)

Agus, melangkah masuk

Ruslan mengikuti dibelakang, dirinya melihat perempuan itu yang masih menunduk, memberi hormat pada mereka, setelah Agus dan Ruslan duduk, dirinya menutup pintu, menguncinya

“Saya kebelakang dulu untuk mengambil makanan, terima kasih, saya tidak perlu melakukan hal buruk pada kalian”

“Goblok” ucap Ruslan, “kamu gak bilang maksudnya lihat itu begini, aku kira nanti malam kita sembunyi buat lihat sendiri”

Agus hanya diam, dirinya tidak menggubris mulut Ruslan, tiba-tiba, perempuan itu muncul, “mas Agus benar, bila kalian datang sembunyi-sembunyi, kalian bisa celaka!!”

“Mbaknya tahu namanya Agus darimana?” tanya Ruslan,

“Saya pun tahu, nama anda Ruslan” perempuan itu meletakkan dua gelas kopi, tangannya begitu telaten, termasuk saat menghidangkan jajanan pasar itu, Ruslan tidak lagi bicara, dirinya fokus pada ekspresi perempuan itu yang datar.

“Saya sudah sering melihat petaka dimulai dari ketidaktahuan dan rasa penasaran, sejujurnya, hal itu memang bersifat lumrah dan dimiliki oleh setiap orang, termasuk anda, jadi, apakah semua sudah jelas mas Agus”

Aagus hanya diam, keningnya berkeringat, Ruslan baru menyadarinya

Agus tidak banyak bicara, dirinya meraih segelas kopi, menyesapnya perlahan, kemudian melirik Ruslan, “Kopinya aman Rus, diminum saja”

Ruslan pun merasa canggung, dirinya tidak mengerti, perempuan itu duduk, dan tidak memandang mereka, matanya kosong melihat tempat lain dengan perlahan, perempuan itu menengok pada Agus dan Ruslan, “kalian masih ingin tahu ada apa disini?”
Agus dan Ruslan diam saja, tidak ada pembicaraan lagi, saat Agus kemudian mengatakannya, “terimakasih suguhannya, saya pamit mbak Lastri” Agus berdiri, perempuan itu mengangguk.

Ruslan merasa aneh, dirinya tahu, Agus tiba-tiba berubah semenjak dirinya melewati pintu, seperti ada sesuatu yang tidak dapat dirinya katakan, manakala mbak Lastri sudah membuka pintu, Agus dan Ruslan melangkah pergi, ketika tiba-tiba, Ruslan tercekat, di luar rumah mbak Lastri, berjejer pocong

Agus dan Ruslan bergegas pergi, dirinya mencium aroma busuk yang membuat Ruslan menutup hidung, meski Agus berjalan biasa saja, dirinya seperti melamun, matanya kosong, Ruslan segera menutup pintu, dirinya melihat pocong-pocong itu menatap rumahnya, disana, perempuan itu masih berdiri di pintu

“Ada apa gus sebenarnya?” tanya Ruslan, Agus hanya bengong, matanya benar-benar kosong

Karena lelah menunggu Agus menjawab, Ruslan memberikan sebatang rokok dimulut Agus, beberapa saat kemudian Agus seperti baru sadar, “Cok, minggat yok” (pergi yuk)

Ruslan, heran

Agus masuk ke kamar, memasukkan semua bajunya ke tas secara serampangan, Ruslan yang masih kebingungan lantas, mendorong Agus bertanya dengan kesal “Onok apa sakjane” (ada apa sih sebenarnya) “Koen mau loh gak ngene, opo gara-gara kopi mau” (kamu tadi loh gak papa, apa karena kopi)

Agus menggeleng, “kopinya gak papa Rus, tapi” Agus menelan ludah, seperti lidahnya keluh,

“Kamu sih bodoh, ngapain nyamperin ke rumahnya, jadi gini kan sekarang” Ruslan menatap Agus kesal, “Itu pocong pasti sengaja biar aku lihat kan, sialan si Lastri”

“Aku kasih tahu ya Rus” kata Agus, “ini adalah tanah tumbal, kamu dengar sendiri kan, gimana ucapannya kalau kita sembunyi-sembunyi cari tahu, dia ngancam itu sebenarnya, satu yang harus kamu ingat dalam kepalamu, kalau kamu niat buruk ke tanah tumbal, nasibmu bisa tragis”

“Jadi karena itu, kamu datangin dia langsung” tanya Ruslan,

“Iya, buat minta ijin, kalau dia ngasih tahu”

“Trus, dia sudah ngasih tahu apa yang dia lakukan” Ruslan melihat gelagat Agus berubah, Agus membelakangi Ruslan, “dia perempuan yang gila rus, aku, mencium aroma darah disana”

“Darah apaan?” “darah pocong kali yang kita lihat tadi” sahut Ruslan

“Gak gak gak!!” sahut Agus” aku pernah cium aroma kaya gini, ini bukan darah karena luka, ini darah, apa ya” Agus tampak berpikir,

“Darah yang baunya amis sekali, darah perjanjian” Agus langsung sadar, “perjanjian”

“Tumbal maksudmu, pocong tadi” Ruslan masih bingung,

“Goblok kamu ya Rus,” “Tumbal itu gak harus manusia” kata Agus mulai kacau, “tanah Tumbal, itu maksudku, tanah ini di tanami bermacam-macam tumbal, ada kain pocong, rambut yang punya rumah pun bisa jadi tumbal, tumbal binatang”

“Orang dulu, terutama mereka yang punya nama, menggunakan bermacam-macam tumbal, agar tidak ada yang punya niat buruk bisa mencelakainya, tumbal pocong untuk menakut-nakuti saja, sama halnya dengan tumbal rambut si pemilik rumah, siapapun yang punya niat buruk, dirinya akan lihat si pemilik rumah terus menerus, tumbal binatang, bahkan, tumbal rempah-rempah, seperti cabai, bawang merah dan putih, semua itu bisa jadi tumbal, asal, ada mantra perjanjiannya, tumbal manusia jarang digunakan untuk menjaga rumah, tapi, saat aku masuk ke rumah itu.

“Ada sesuatu yang gak beres, sesuatu, yang gak bisa aku lihat, hanya tercium aroma amis darah itu, menyengat sekali, sampai membuatku ketakutan, ini gak biasa, ini, diluar apa yang aku tahu, perempuan ini, dirinya sesuatu yang sangat hitam, ancuk lah” sahut Agus, dirinya semakin kacau, tiba-tiba, terdengar suara pintu di ketok dengan keras,

“Tok!! Tok!! Tok!!”

Agus dan Ruslan, berpandangan satu sama lain.

Agus berjalan keluar kamar, Ruslan memandang dari dalam, dirinya mengintip, siapa yang mengetuk pintu, saat Agus membuka pintu, Ruslan melihat mbak Lastri, dirinya membawa piring dengan jajanan pasar, terdengar dirinya berbicara dengan Agus,

“Makanannya tadi belum dimakan mas”

Lastri, melirik..

“Tenang saja, makanannya saya beli dari pasar, jadi, gak ada lemah layatnya”

Agus hanya mengangguk, sementara Ruslan masih mengawasi, terjadi percakapan antara Agus dan mbak Lastri, namun, Ruslan tidak bisa mendengarnya,

“Saya tunggu jawabannya mas”

Mbak Lastri pergi.

Agus meletakkan begitu saja piring itu lantas menatap Ruslan,

“Ada apa gus?”

“COK!!” ucap Agus, dirinya kemudian duduk, dan menutupi wajahnya, tidak ada yang mau dirinya bicarakan sama Ruslan, namun, Ruslan tahu sesuatu, mereka belum boleh pergi.

Agus benar-benar tidak mau bicara lagi, lantas dirinya masuk ke kamar lalu tidur, Ruslan pun mengikuti, meski seranjang, Ruslan merasa pasti mbak Lastri mengatakan sesuatu, apa itu, entahlah,

Malam kian larut, baru saja Ruslan memejamkan mata, dirinya mendengar lagi, suara pintu di ketok

Anehnya, suara pintu diketuk tidak terdengar dari pintu depan, melainkan, dari pintu belakang, Ruslan beranjak dari ranjang, ia ingin membangunkan Agus namun, dirinya merasa tidak enak,

Keluar dari kamar, Ruslan, berjalan menuju pintu belakang, dirinya terdiam, di depan pintu. ragu untuk membuka semakin lama, ketukan pintu semakin intens, Ruslan akhirnya membuka pintu, saat dirinya melihat, seorang anak muda, anak muda yang usianya masih 20’an, anak itu menatapnya, ekspresinya ketakutan dengan keringat di bajunya,

“Mas tolong, mas, ijinkan saya masuk, tolong”

Ruslan, diam

“Ngapain malam-malam kamu kesini” tanya Ruslan, si anak lelaki sempat bingung, bibirnya gemetar, namun, kembali dirinya meminta tolong, dan meminta Ruslan mengijinkannya masuk,

“sopo Rus?” (siapa Rus?) tanya Agus tiba-tiba muncul, dirinya menatap anak muda itu, ekspresi wajahnya berubah

Agus mendekat dengan cepat, mencengkram baju anak itu, menariknya masuk, kemudian menutup pintu, wajah Agus terlihat panik

“GOBLOK!! kamu maling di tanah tumbal? cari mati kau!!”

Ruslan baru sadar apa yang terjadi, dirinya menatap anak lelaki itu yang kini ketakutan, Ruslan ikut panik belum selesai pembicaraan Agus, tiba-tiba, pintu depan di ketuk,

“Tok tok tok”

Ruslan dan Agus, menatap pintu, mereka terhenyak, Agus mendorong masuk anak itu ke kamar, menyembunyikannya di bawah ranjang,

Ruslan membuka pintu, dirinya melihat mbak Lastri, berdiri dengan parang, wajah mbak Lastri, melotot, dengan senyuman segaris nyaris seperti menahan luapan amarah, di tangannya, mbak Lastri mengenggam parang

“Ada apa lagi ya mbak” kata Ruslan, dirinya melihat gelagat mbak Lastri yang kemudian matanya menyapu isi dalam rumah, meski kakinya belum beranjak

“Ndelok Tekos kebon gak” (kamu lihat tikus kebun), mata mbak Lastri masih mencoba melihat-lihat isi rumah, namun, Ruslan menghalangi, wajah mbak Lastri semakin tidak enak untuk dilihat,

“Minggir, ben tak pedote sikile” (minggir, biar ku potong kakinya) sahut mbak Lastri

Mbak Lastri mendorong Ruslan, dengan langkah kaki cepat dirinya menyibak tirai kamar tempat dimana Agus dan Ruslan biasa tidur,

Jantung Ruslan rasanya mau copot, terutama, ketika sorot mata mbak Lastri menatap tajam Ruslan setelah dirinya melihat isi kamar,

“Mati aku” batin Ruslan

Mbak Lastri berbalik, tapi sebelum melewati Ruslan, dirinya mengingatkan, “Kancamu asline wes eroh, nek iku bakal mati kok, cuma sampekno, ojok jeru-jeru nek melu urusan sing gak dingerteni” (sebenarnya temanmu sudah tahu, dia akan mati kok, cuma sampaikan jangan terlalu ikut campur)

Ruslan mondar-mandir sepanjang malam, jantungnya terus berdegup kencang, tidak ada Agus dan bocah itu dalam kamar, rokok pun habis, kepala Ruslan seperti ditusuk-tusuk, dirinya gelisah, berjam-jam, Agus dan bocah itu hilang, “kucur” (sensor)(kemana manusia-manusia itu)

Pintu terbuka, Agus melangkah masuk, nafasnya tersenggal, badannya bermandikan keringat, dirinya langsung meneguk air dalam ceret sampai habis sebelum membantingnya

“GOBLOK!!” umpatnya saat melihat Ruslan, “Mati arek iku” (pasti mati anak itu)

Ruslan teringat ucapan mbak Lastri, ada apa sebenarnya

Ruslan mendekati Agus, ucapan mbak Lastri dan Agus nyaris sama persis, namun, hanya dia yang belum memahami situasi, dirinya tampak berpikir, namun isi kepalanya sudah mentok, dengan pelan, Ruslan mengatakannya kepada Agus,

“,aksudmu opo” (maksudmu apa)

Agus, mendelik menatap Ruslan,

“Aku bar ngekekno cah iku gok Lastri, ben arek iku isok urip” (aku mau memberikan anak itu kepada Lastri, biar dia bisa hidup), “Tapi cah kui, malah mencolot gok jendelo” (tapi anak itu malah melompat lewat jendela), “langsung ae tak kejar, ben uripe jek dowo, kan eman”-

(langsung saja, aku kejar, sayang hidupnya masih panjang)

Ruslan yang mendengarnya langsung bereaksi, “Stress koen Gus, sing onok, cah iku bakal di bacok ambek Lastri” (gila kamu ya, yang ada, anak itu bisa di potong sama Lastri)

“Justru iku” “paling derijine tok sing dipedot”

(Justru itu, paling hanya jari-jemarinya yang dipotong)

Ruslan, semakin bingung. namun Agus mengerti, Ruslan belum mengerti, lantas, dirinya mengulangi ucapan yang pernah dia katakan itu lagi, agar, Ruslan ingat.

“Jangan membuat masalah, diatas Tanah Tumbal, apalagi, untuk mencuri”

“Gimana gimana” kepala Ruslan seperti dibenturkan ke tembok, ucapan Agus terlalu berbelit

Lantas, Agus duduk, dirinya memandang Ruslan, wajahnya tidak bisa dibaca, bahkan oleh Ruslan sekalipun, yang sudah mengenal Agus luar dalam

“Nduwe rokok gak?”(punya rokok gak)

“gak” ucap Ruslan

“Aku tadi ngejar anak itu, kenceng banget larinya udah kaya kijang, dari situ aku jadi yakin, pasti ada apa-apa dari anak ini” Agus diam “Anak ini disuruh oleh orang untuk melakukan sesuatu disini, hal yang paling bangs*t! adalah, anak itu tidak tahu, tanah apa yang sebenarnya ada disini”

“Dia ada yang nyuruh” sahut Ruslan, Agus mengangguk,

“Anak itu sudah ketahuan, pantas saja, itu pocong sampe ngumpul kaya tadi, ternyata, mereka nungguin anak ini” “Masuk ke tanah tumbal, gak bisa seenaknya kaya gitu, harus dapat ijin yang punya, sedangkan, yang punya bukan Lastri”

“Lalu, hubungannya Lastri bawa parang apa?!” ucap Ruslan,

“Dia mau nolong anak itu, kalau anak itu mau selamat, dia harus minta ijin sama yang punya tanah ini, tapi itu kan gak mungkin, jadi, Lastri akan ambil apa yang harus di ambil dari anak itu, yaitu, jari-tangannya”

“Kalau Lastri gak melakukan itu” Ruslan menatap Agus, dirinya melihat Agus menatap kosong apa yang ada didepannya, lantas dirinya berdiri, lalu masuk ke kamar

Ruslan langsung sadar, dirinya teringat dengan maksud kedatangan Lastri tadi, sekarang dirinya tahu, alasan kenapa mereka belum boleh pergi, pagi itu, berjalan seperti biasanya.

Agus tidak banyak bicara seperti sebelumnya, dirinya sudah bersiap menuju tempat kerja, Ruslan hanya mengawasi, dirinya tidak mau membahas kejadian semalam.

Agus melihat sebungkus nasi di meja “Aku yang bungkusin makanan itu subuh tadi gus” kata Ruslan,

Setelah mendengar kata Ruslan, Agus baru mau membuka makanan itu, aneh. Agus yang sekarang dilihat Ruslan, seperti bukan Agus yang biasanya

“Kenapa tadi diam, takut makanannya dari mbak Lastri, biasanya kan, langsung tau dari aromanya” canda Ruslan, yang tidak ditanggapi sama Agus

Seusai Agus makan, mereka bersiap berangkat bersama, Agus masih tidak banyak bicara, namun, seperti tersentak, manakala baru keluar dari pintu, Mbak Lastri berdiri di teras rumah, di tangannya, dirinya tengah memegang gagang sapu.

Dirinya berdiri, tersenyum, menyapa mereka

“Ngeri” batin Ruslan, dilihat darimanapun, wajah mbak Lastri tidak memiliki emosi, matanya besar, hidungnya mancung, kulitnya sawo matang, dengan rambut disanggul, karismanya, membuat Ruslan sadar, Gundik’colo rupannya memang gila seperti cerita-cerita yang tersebar.

Ruslan menunduk baru juga Ruslan melewati mbak Lastri, Agus tiba-tiba diam berdiri di depan mbak Lastri, Ruslan ikut berhenti, dirinya menatap mbak Lastri yang memberikan sesuatu kepada Agus, namun, Agus buru-buru memasukkannya kedalam saku, seakan menyembunyikannya dari Ruslan, sorot mata Agus kaget

“Dia ngasih apa Gus” tanya Ruslan,
Agus hanya menggeleng, dirinya tetap berjalan, seakan mengabaikan Ruslan, kesal, Ruslan menarik tangan Agus, memintanya bercerita, terpaksa Agus mengambilnya dari saku celananya, dirinya, mengeluarkan setangkai bunga kamboja, Ruslan melotot menatap Agus

Koco sudah menunggu bersama yang lainnya, dirinya membagikan jatah rokok hari ini kepada Agus dan Ruslan, namun, Koco merasa hari ini ada yang berbeda dengan dua kawannya

“Onok opo toh iki, raine gak mbois blas” (ada apa sih ini, kok mukanya pada gak enak)

Ruslan melewati Koco “Nyocot”

Agus dan yang lainnya segera naik ke mobil pick up yang akan mengantarkan mereka ke tempat kerja, melewati rumah-rumah warga dari semua orang yang ada disana, hanya Koco yang juga merasa Agus jadi aneh, dirinya melihat Ruslan, memberi isyarat

“Kenapa sih Agus” namun Ruslan tidak perduli.

Jalan menuju lokasi kerja harus melewati jalan setapak yang hanya cukup dilalui satu mobil, disamping kiri ada perkebunan warga, disamping kanan tebing rumput, dengan sungai beraliran deras,

Ruslan merokok sambil melirik Agus, pikirannya kosong, disenggol beberapa kalipun, Agus tidak peduli, tiba-tiba, terdengar ramai orang tengah berkumpul disana, semua orang lantas berdiri di atas mobil pick up, mencari tahu ada apa, termasuk Agus dan Ruslan, mereka melihat warga menuruni tebing,

Koco yang saat itu dekat dengan satu warga yang mendekat langsung bertanya

“Onok opo cak” (ada apa pak)

“Onok cah mati nang pinggir kali mas” (ada anak kecil meninggal di sungai)

Ruslan menatap Agus, lantas, mereka semua langsung ikut turun untuk melihat.

Warga sudah ramai. “anak kecil dia bilang gus” kata Ruslan, “yang semalam kan anak gajah, sudah gak masuk anak-anak itu” bukannya tertawa, Agus justru ikut turun, melewati kerumunan warga, Ruslan yang merasa harus lihat juga terpaksa ikut Agus, ketika Ruslan berhasil, Agus mematung

“Cok” Ruslan tertunduk, menyaksikan sosok yang ditarik itu adalah pemuda semalam

Dirinya menarik Agus namun, Agus menolak, Koco rupannya dari tadi memperhatikan, dirinya ikut menarik Agus, dan akhirnya mereka pergi.

“Aku mau ngomong sesuatu sama kalian” kata Koco, “Harus tak sampein kayanya”

Baru pertama kali, muka Koco tampak serius, sepanjang perjalanan, Koco tampak seperti mau bicara namun dirinya menahan semuanya, Ruslan dan Agus apalagi, mereka, sepanjang perjalanan tidak ingin bicara, pikiran mereka berdua, melayang-layang teringat wajah pemuda itu.

Turun di lokasi kerja, Agus tidak perduli dengan apa yang mau disampaikan Koco, dirinya memilih untuk mulai mengaduk semen bersama yang lainnya, hanya Ruslan yang mendengar Koco,

“Ngene, koyok’e omah sing mok panggoni angker yo” (gini, kayanya, rumah yang kamu tempati itu angker ya)

Ruslan, diam. dirinya tidak tahu harus menanggapi apa yang baru Koco ucapkan.

“Orang yg sebelumnya tinggal disana, itu mereka cerita kalau setiap malam, ada yang suka ngelihatin mereka” Koco tampak berpikir,

“Pocong sih katanya”

Ruslan masih diam.

“Mah, sebelum mereka pergi, satu dari empat orang yang tinggal, dia kaya si Agus begitu, diem aja” jelas Koco

“Terus” Koco tampak berpikir, lalu meminta Ruslan mendekat, saat Koco berbisik, Ruslan melotot menatap Koco, “Goblok. Wes eroh koyok ngunu, aku ambek Agus ber mok kongokon nang kunu, Edan koen cok!!”

(bodoh, sudah tahu kaya gitu, aku sama Agus malah disuruh tinggal disitu, gila!)

“Loh aku juga cuma ngikutin peraturan, udah gak ada kamar di mes, rumah itu sudah dibayar setahun penuh” Koco mencoba membela.

“Ya tapi, kamu gak bilang kalau ada kejadian begitu, tau tidak, perempuan depan rumah itu, Gundik’colo” sahut Ruslan,

Koco langsung diam.

“Jangan ngawur kamu Rus” kata Koco “mana ada perempuan begitu jaman sekarang!! fitnah Rus, fitnah!!”

“Agus yang bilang, kalau kamu gak percaya, tinggal sama aku saja, masih ada satu kamar” kata Ruslan,

“Matamu!! gak mau aku” Koco menolak, “yakin, dia Gundik’colo, sakti dong!!”

“Iya. sakti” kata Ruslan, “kalau dia mau, dia bisa gorok lehermu dari rumah”

Koco tidak bicara, ia seperti ingat sesuatu, tapi enggan mengatakannya, “Gini Rus, si Agus, awasi dia ya, kalau ada aneh-aneh, bilang sama aku, aku kenalin sama seseorang” kata Koco,

“Asu koen cok!!”

Semenjak Ruslan tahu sesuatu, setiap diriinya sampai di rumah, Ruslan mengunci pintu, dirinya sering melihat ke jendela, matanya mengawasi rumah itu.

“Gus, kapan yang punya ini tanah datang”

“Nanti Lastri ngasih tahu” ucap Agus,

“Kamu sih nantangin perempuan itu” kata Ruslan,

“Rus, aku mau ngomong, kalau aku pergi, kamu di rumah aja, jangan kemana-mana ya” jelas Agus

“Piye gus” tanya Ruslan, saat itu juga, suara pintu diketuk, Ruslan terhenyak sesaat menatap pintu

Agus, berdiri, dirinya membuka pintu, tepat disana, ada mbak Lastri, Agus menutup pintu

Ruslan hanya bisa diam, ketika Agus melangkah lebih dulu, dibelakang, mbak Lastri menunduk memberi salam pada Ruslan, tepat di tangannya, dirinya mengenggam pisau kecil yang biasa digunakan untuk memotong ari-ari,

“Saya dulu, mas Ruslan” ucap Lastri, dirinya mengikuti Agus masuk rumah

Ruslan langsung lari, dirinya menembus kebun Jati, dirinya harus mencari Koco, menyampaikan apa yang dirinya lihat, tepat seperti apa yang Koco ceritakan siang tadi,

Manakala, Ruslan berlari, dirinya mencium aroma kentang, sekeliling kebun Jati, dipenuhi pocong

“Mas, tolong, bukake tali kulo” (mas, tolong, bukakan tali saya)

Satu diantara mereka mendekati Ruslan, dirinya melayang hanya beberapa senti dari atas tanah, Ruslan gemetar, dirinya tidak mau melihat muka yang hancur dan berbau kentang itu,

Ruslan, lanjut lari. Syukur, Ruslan tahu dimana biasa anak-anak nongkrong, Koco sedang main kartu, saat Ruslan menceritakan Agus, Koco menelan ludah, dirinya buru-buru pinjam motor, mengajak Ruslan menemui seseorang,

Selama diperjalanan, Ruslan hanya kepikiran dengan sorot mata Lastri, licik,

“Agus iku ngilmu tapi loro” (Agus itu ngilmu tapi sakit) “Kalau tahu ada Gundik’colo, ya mending ngalah, gak usah ngelawan gitu to, wong pintar aja pikir-pikir kalau adu ilmu sama yang model begituan” sahut Koco, dirinya menambah kecepatan motor, menembus rumah warga

Sesampainya disana, Koco buru-buru mengetuk pintu, namun, si pemilik rumah sepertinya tidak ada, rumah kayu itu ditutup rapat, Ruslan menatap kesana kemari, kepalanya sakit sekali, Agus seperti dipelet terang-terangan sama mbak Lastri, tapi apa ya bisa, Agus kepelet semudah itu

Koco terus memanggil, namun, tetap tidak ada jawaban, Ruslan yang sudah tidak sabar ikut mengetok pintu, saat, dibelakangnya, terdengar seseorang “Cari siapa le” (mencari siapa dek)

Koco dan Ruslan berbalik, dirinya melihat lelaki tua dengan sak berisikan rumput, menatap mereka Ruslan ingat dengan lelaki tua itu, dirinya suka mencari rumput di kebun jati, tapi, bila di ingat lagi, cari rumput kenapa harus malam seperti ini, apalagi, rumput yang dia ambil dari kebun jati tempat Ruslan melihat.

“Malam pak” Koco memberi salam, mencium tangannya, Ruslan, diam

Koco menceritakan semuanya, lelaki tua itu hanya berdiri di ambang pintu, dirinya mengintip ke jendela, “pirang atus pocong iki sing ngejar awakmu le” (ini berapa ratus pocong yang ngejar kamu nak)

Koco ikut melihat jendela namun dirinya tidak melihat apapun, namun Ruslan, melihatnya..

“Kamu pulang saja, teman kamu sudah gak bisa ditolong” sahut lelaki tua itu kepada Ruslan, namun, Koco mencoba bilang, “Tapi mbah, yang dulu juga mbah kan yang nolongin”

“Beda kasus itu le” kata si lelaki tua, “kalau yang ini, temanmu sejak awal disukai sama cah gendeng iku”

“Cah gendeng mbah?” tanya Koco,

“Apalagi kalau gak gendeng tuh bocah, aku tau perjalanan hidupnya sampai dia jadi begitu, saya sih bisa kalau adu ilmu, tapi ya, Gundik’colo ini” lelaki tua itu tertawa, dirinya melempar pocong yang Ruslan lihat dengan tulang ayam, “saya bisa mati”

“Lalu bagaimana mbah?” tanya Koco,

“Temanmu itu ilmunya juga lumayan, dia pasti ada alasan kenapa mau, kalau dipelet sih, gak yakin aku, pasti ada yang dia sembunyikan” kata si mbah, sekarang, dirinya melempar apapun kearah pocong diluar rumah, Ruslan bingung, seperti dirinya sengaja. Koco sudah tidak bicara lagi, namun kemudian, Ruslan mengatakan apa yang seharusnya dirinya katakan dari tadi.

“Mbah bilang tadi tahu perjalanan hidupnya, mbah kenal sama mbak Lastri?”

Setelah Ruslan mengatakan itu, lelaki tua itu berhenti bermain sama pocong di depannya, dirinya diam.

“Ia saya kenal dia” lelaki tua itu kini duduk, dirinya menutup pintu setelah meludahi pocong yang mau masuk ke rumah, “Guru saya yang membantunya menjadi Gundik’colo seperti sekarang, namun hal tersebut semua, atas dasar keinginannya sendiri”

“Lastri, sebenarnya, seusia sama saya”

“Kalian ada rokok” sahut lelaki tua tersebut,

Ruslan memberi tanda pada Koco, Koco langsung tahu maksud Ruslan, dirinya meraba saku celana, mengeluarkan sebatang rokok, memberikannya pada lelaki tua itu, dirinya menghisap rokok sebelum mengatakannya

“Lastri bukan yang pertama di kampung ini”

“Maksudnya mbah” tanya Ruslan,

“Lastri bukan Gundik’colo pertama di sini, karena, dulu, sudah ada Gundik’colo juga sebelum Lastri”

Koco beringsut mundur, Ruslan apalagi, lehernya meremang, merinding, satu Gundik’colo saja sudah gak waras, ini, malah sudah ada sebelumnya

“Lalu, bagaimana akhir Gundik’colo sebelumnya mbah?” Tanya Ruslan, Koco hanya bisa menelan ludah, di rumah kayu itu, mendadak, hening, sepi sekali, bahkan, api petromax bergoyang tidak normal, lelaki tua itu tampak berpikir sebelum

“Lastri ada di depan, sebaiknya kalian kembali”

Lelaki tua itu berdiri, dirinya membuka pintu, jauh di sana, mbak Lastri berdiri di teras rumah, matanya kosong melihat kearah pintu, lelaki tua itu menatap Ruslan dan Koco,

“Saya tidak bisa membantu banyak, temanmu, dia sudah ada di rumah, masalah ini, coba selesaikan dengannya”

Ruslan melirik ketika dirinya berpapasan dengan Lastri yang kemudian masuk ke rumah lelaki tua itu, dirinya mendengar Lastri menggumamkan sebuah nama, “Pornomo”, jadi, nama lelaki tua itu adalah Pornomo, untuk apa, Lastri masuk ke rumahnya, apakah ada sesuatu yang mau mereka bicarakan,

“Edan!! aku jek gak percoyo, Gundik’colo jek onok, mese onok 2 pisan nang deso iki, gendeng” (Parah!! aku masih gak percaya, Gundikcolo masih ada, malah ada 2 lagi di desa ini, Gila) kata Koco di atas motor,

Ruslan, hanya berucap “nyocot!!”

Koco diam,

setelah Koco mengantar Ruslan, ia kembali ke rumah itu, melewati kebun jati sendirian, dari jauh, rumah itu sudah bisa dilihat, pintunya terbuka, tepat ketika Ruslan melewati pintu, ia melihat Agus, tengah duduk seperti menunggunya..

“tekan ndi?” (darimana?)

“cari rokok gus”

Agus hanya mengangguk, seakan tidak mau mendebad Ruslan, ia masuk ke kamar, sebelum masuk, Agus mengatakannya, “awakmu turu nang sebelah yo, aku kepingin turu ijen” (kamu nanti tidur di kamar sebelah ya, aku ingin sendirian)

Ruslan tidak menjawab, Agus berbeda,

berjam-jam sudah berlalu, Ruslan masih belum bisa memejamkan matanya, lantas, ia tiba-tiba merasa harus tahu, apa yg ada di dalam rumah itu, apa yg di jaga sampai yg jaga harus perempuan seperti itu,

Ruslan beranjak dari ranjang, lantas, ia berpikir untuk memeriksanya saja,

ia melewati kamar Agus, berjalan pelan-pelan, saat, Ruslan merasa ada yg salah, ia kembali, membuka gorden yg menutupi kamar Agus, disana, Ruslan terhenyak, melihat Agus duduk bersila di atas ranjang, di depannya, darah berceceran,

Agus memuntahkan darah dengan mata terpejam

“he cok koen lapo cok” Ruslan mendekati Agus, menepuk2 pipinya, namun, Agus seperti tidak sadarkan diri,

Ruslan kebingungan, lantas ia buru-buru mengambil segelas air ke dapur, meminumkannya pada Agus, namun, ia terus memuntahkannya, tiba2, terdengar suara Lastri berteriak,

Agus belum juga sadar, namun diluar, pintu depan digedor-gedor dengan keras, suara Lastri berteriak seperti orang tengah marah

Ruslan mendekati pintu,

“BUKAK!!” “BUKAK GOBLOK!!”

Ruslan pun membuka pintu, Lastri langsung masuk, ia berjalan pincang, dengan tangan menyeret parang

Ruslan langsung menyusul Lastri, namun, Lastri keluara dari kamar dengan sendirinya, menyeret Agus, ia menjambak rambutnya yg panjang, Agus masih muntah darah, Ruslan mencoba menahan Lastri, namun, tatapan matanya, membuat Ruslan ngeri sendiri, “Mundur koen!!” (mundur kau!!)

“mbah isok diomongno apik apik mbah, gak usah gowo parang nggih” (mbah bisa dibicarakan baik baik mbah, tidak perlu pakai parang ya) ucap Ruslan,

Lastri berhenti, ia menatap Ruslan, menghunuskan parangnya, “mbah”

“mbak maksud kulo, mbak” (maksud saya mbak)

Lastri menyeret lagi

sampai di pintu rumah, Lastri melemparkan Agus, menyeret kakinya sampai ke perkarangan antara rumah Lastri dan rumah tempat tinggal mereka

Ruslan yg tidak tahu harus apa dengan situasi ini, lari masuk rumah, ia mengambil pisau di dapur, ia kembali, melihat Lastri sudah menghunus

parang yg Lastri pegang, terhunus di leher Agus,

Ruslan sudah gemetar, kalau sampai Agus di gorok, ia akan buat perhitungan, namun, rupannya, Lastri menjambak rambut gondrong Agus, lalu memotongnya dengan parang, Agus terjerembab jatuh ke tanah, ia berhenti muntah darah

Ruslan mendekati Lastri, menatap segumpal rambut yang dirinya pegang.

Sumber: ChirpStory

Tafsir Mimpi Menikah, Pertanda Apa Ya?

Tafsir Mimpi Menikah Sebagai Pertanda Adanya Komitmen Yang Harus Di Jaga

Mimpi menikah apa artinya? Setidaknya sekali dalam hidup kamu pasti pernah mengalami mimpi menikah. Berikut ini berbagai Tafsir Mimpi Menikah.

Semalam kamu mimpi menikah? Mimpi menikah bisa menjadi pertanda akan hal tertentu. Lauri Loewenberg, ahli dalam membaca mimpi memberikan beberapa penjelasan mengenai arti dari mimpi menikah. Berikut ini beberapa arti mimpi yang berkaitan dengan menikah:

1. Mimpi Menikah Saat Tidak Memiliki Rencana Menikah

Jika kamu memimpikan menikah padahal kamu tidak ada rencana untuk menikah dalam waktu dekat bisa menandakan bahwa kamu sedang menginginkan sebuah komitmen. Komitmen tidak selalu berarti untuk segera menjalin hubungan dan menikah. Komitmen bisa berarti banyak hal, seperti hubungan yang lebih jelas dalam pekerjaan, keluarga, atau mungkin mengubah kebiasaan menjadi hal yang lebih positif.

2. Mimpi Dilamar

Tafsir Mimpi Menikah juga termasuk simbol dari komitmen. Jika mimpi menikah berarti mensugesti dirimu untuk memiliki komitmen yang lebih jelas, maka mimpi dilamar oleh seseorang menandakan kamu masih mencari tahu apakah kamu ingin terlibat dalam suatu hal, hubungan atau tidak. Biasanya dalam hal ini kamu telah mendapat ajakan dari seseorang namun kamu masih bingung untuk menentukan jawabannya.

3.Mimpi Menikahi dengan Orang yang Tidak Pernah Kamu Bayangkan

Mimpi ini bisa menjadi sangat aneh karena kamu bermimpi menikahi seseorang yang kamu sendiri bahkan tidak pernah merasa tertarik kepadanya. Menurut Loewenberg mimpi ini dapat muncul karena kamu tengah menjalin kerjasama dengan seseorang, seperti berkolaborasi dalam presentasi besar. Tetapi jika kamu tidak merasa tengah menjalin kerjasama dengan siapapun, maka mimpi ini bisa berarti sesuatu yang pasangan dalam mimpimu ingin perlihatkan. Loewenberg juga mengatakan jika kamu memimpikan ini maka pikirkanlah, hal apa yang paling menonjol pada diri orang tersebut bagimu. Itu mungkin pertanda bagimu untuk mengikuti hal positif darinya.

PASARAN

PREDIKSI MBAH JITU TOP 2D

KLIK

PASARAN SYDNEY

30 34 39 37 90 94 97 70 74 79

SELENGKANYA

PASARAN COLOMBO

10 13 16 17 60 67 63 70 73 76

SELENGKAPNYA

PASARAN SCOTLAND

70 73 72 79 20 23 29 90 93 92

SELENGKAPNYA

PASARAN SINGAPORE

SELASA DAN JUMAT LIBUR

SELENGKAPNYA

PASARAN JAMAICA

54 57 51 52 14 17 12 24 27 21

SELENGKAPNYA

PASARAN UGANDA

03 01 06 09 13 16 19 93 96 91

SELENGKAPNYA

PASARAN HONGKONG

23 24 21 28 13 14 18 83 84 81

SELENGKAPNYA

PASARAN KENYA

23 24 29 28 43 49 48 93 94 98

SELENGKAPNYA

PASARAN SLOVAKIA

34 32 38 39 24 28 29 84 82 89

SELENGKAPNYA

4. Memimpikan Pernikahan Orang Lain

Jika kamu memimpikan pernikahan orang lain di mana kamu hanya berdiri menonton pernikahannya maka hal ini bisa menandakan bahwa kamu kurang aktif dalam beberapa hal. Sehingga ini menjadi pertanda dari alam bawah sadarmu agar dirimu bisa lebih aktif dan lebih berkomitmen. Mimpi ini juga bisa menjadi pertanda bahwa kamu sedang memikirkan masalah di mana kamu sebenarnya tidak terlibat, namun kamu memiliki hubungan dengan orang-orang yang memiliki masalah tersebut, seperti masalah teman atau keluarga.

5. Mimpi Menikah Saat Memiliki Rencana Menikah

Jika kamu memimpikan menikah saat telah memiliki rencana menikah maka menurut Loewenberg jangan meremehkan mimpi ini. Mimpi ini bisa berarti kamu mungkin sedang mengalami stres saat tengah menyiapkan pesta pernikahan. Kamu menginginkan segalanya berjalan lancar. Jika kamu jelang menikah malah bermimpi menikahi mantanmu maka bisa jadi ini adalah pertanda dari masalahmu yang belum terselesaikan. Sedangkan jika kamu bermimpi ada sesuatu yang salah dengan gaun pernikahanmu maka itu bisa berarti bahwa ada sesuatu dalam dirimu yang membuatmu tidak bahagia.

6. Mimpi Menikah Dengan Orang yang Berbeda Dengan Pasanganmu

Tafsir Mimpi Menikah. Jika kamu memimpikan menikah dengan orang yang bukan pasanganmu di kehidupan nyata, maka ini bertanda bahwa ada sesuatu yang membuatmu tidak puas dengan hubunganmu. Tetapi jika kamu bermimpi menikahi seseorang yang kamu tahu atau kamu kenal, maka menurut Loewenberg pikirkanlah tiga hal positif dari orang tersebut karena salah satunya mungkin bisa menjadi hal yang kamu butuhkan untuk menjalin hubungan jangka panjang.

Sumber: PopMama

Mau Tahu? Khasiat Mustika Nyai Ratu Kidul

Khasiat Mustika Nyai Ratu Kidul Sebagai Sarana Kewibawaan Yang Sangat Ampuh

Mustika Nyai Ratu Kidul merupakan mustika yang berasal dari proses penarikan gaib. mustika ini didapatkan mbah setelah sebelas hari melakukan laku tirakat di Gua Langse, petilasan Sunan Kalijaga. Sekaligus tempat para Raja Mataram melakukan ritual untuk berkomunikasi dengan Kanjeng Nyai Ratu Kidul. Secara fisik mustika ini memiliki corak dan bentuk alami yang cukup menawan. Di samping itu yang tak kalah pentingnya lagi, mustika Naga Nyai Ratu Kidul mempunyai keistimewaan manfaat dalam hal mistik yaitu sebagai sarana mendatangkan jabatan, memantapkan kewibawaan, memunculkan berbagai peluang kekayaan, serta sebagai perlindungan gaib

Mustika Nyai Ratu Kidul mempunyai pancaran energi yang sangat kuat ini, di dalamnya terdapat entitas khodam berwujud ular naga berwarna hijau. Naga ini yang selalu menyertai kanjeng ratu kemana pun beliau menampakkan diri. Naga ini juga yang menjaga kawasan gaib lautan selatan. Khodam tersebut diperkenalkan kanjeng ratu kepada mbah sebagai Naga Banyu. Karena karakter alaminya yang selalu menghuni laut pantai selatan.

Manfaat istimewa Mustika Nyai Ratu Kidul yaitu sebagai sarana mendatangkan jabatan, memantapkan kewibawaan, memunculkan berbagai peluang kekayaan, serta sebagai perlindungan gaib. berikut lebih jelasnya mengenai manfaat Mustika Naga Nyai Ratu Kidul:

  • Sebagai sarana mendapat jabatan yang Anda inginkan di tempat kerja.
  • Memuluskan jalan karir Anda.
  • Sebagai sarana memperlancar tujuan dalam persaingan politik.
  • Membantu Anda lebih dekat dengan atasan dan disegani rekan.
  • Sebagai sarana memperkokoh/mempertahankan jabatan Anda.
  • Agar orang-orang selalu mendukung Anda untuk meraih posisi yang Anda inginkan.
  • Membuat Anda lebih unggul dalam persaingan meraih jabatan.
  • Membuang semua kesialan dalam hal karir dan jabatan.
  • Membantu Anda memenangkan suatu persaingan politik.
  • Memudahkan Anda mempengaruhi orang lain melalui kata-kata Anda
  • Orang lain akan lebih mudah menjadi pendukung Anda secara sukarela.

PASARAN

PREDIKSI MBAH JITU TOP 2D

KLIK

PASARAN SYDNEY

31 38 36 35 81 86 85 51 58 56

SELENGKAPNYA

PASARAN COLOMBO

23 21 28 26 83 81 86 63 61 68

SELENGKAPNYA

PASARAN SCOTLAND

30 32 37 34 20 24 27 40 42 47

SELENGKAPNYA

PASARAN SINGAPORE

59 51 57 54 79 71 74 49 41 47

SELENGKAPNYA

PASARAN JAMAICA

95 98 96 93 85 86 83 35 38 36

SELENGKAPNYA

PASARAN UGANDA

20 27 24 26 40 47 46 70 74 76

SELENGKAPNYA

PASARAN HONGKONG

02 03 04 07 43 42 47 73 72 74

SELENGKAPNYA

PASARAN KENYA

07 02 04 06 47 42 46 67 62 64

SELENGKAPNYA

PASARAN SLOVAKIA

31 31 35 37 52 51 57 72 71 75

SELENGKAPNYA

  • Memunculkan pancaran kharisma sehingga Anda selalu disukai banyak orang di manapun Anda berada.
  • Membuat orang lain merasa lebih rendah derajatnya saat berhadapan dengan Anda.
  • Meningkatkan rasa percaya diri Anda berbicara di hadapan banyak orang.
  • Orang-orang di sekitar Anda akan selalu menghargai ide dan gagasan Anda.
  • Membuat orang lain lebih percaya kepada Anda.
  • Anda lebih mudah mendapatkan relasi bisnis yang tepat sehingga peluang menuju kekayaan terbuka lebar.
  • Anda lebih mudah mengembangkan usaha apapun.
  • Memperlancar perputaran modal usaha Anda.
  • Memudahkan Anda mendapatkan hasil yang terbaik dalam negosiasi bisnis.
  • Agar lebih mudah mendapatkan permasalahan yang menimpa bisnis Anda.
  • Melindungi diri Anda dari berbagai serangan gaib negatif yang sifatnya merugikan, seperti santet, guna-guna, tenung/teluh, dan gendam.
  • Melindungi Anda dari makhluk golongan rendah yang usil, semisal kolong wewe, genderuwo, kuntilanak, dan lain sebagainya.
  • Menetralisir rumah atau tempat yang angker agar nyaman dihuni.
  • Melindungi Anda dari serangan fisik yang disertai niat jahat.

Tidak ada pantangan khusus bagi pemilik Mustika Nyai Ratu Kidul. Tidak ada pantangan berbentuk apapun, baik itu makanan, minuman, tempat, atau benda-benda apapun. Hal yang perlu kamu perhatikan yaitu menggunakan mustika ini dengan niat yang tulus. Bukan untuk hal-hal yang mendatangkan kerugian bagi Anda, orang-orang di sekitar Anda, dan lingkungan Anda sendiri.

Sumber: PesugihanJawa

Bikin Tegang! Cerita Misteri Padusan Pituh Bagian 1

Jangan Baca Sendirian, Cerita Misteri Padusan Pituh, Dijamin Bikin Tegang

Cerita Misteri Padusan Pituh. Saya inget, malam itu, saya lagi mau tidur. lampu kamar udah saya matikan, di luar turun hujan gede” “tiba-tiba.. saya denger suara pintu kamar di buka, karena saya penasaran, saya turun dari tempat tidur, saya jalan sampe pintu kamar, pas saya intip, ternyata ada nyokap saya, wajahnya.. kaya orang bingung gitu.

“Saya udah mau buka pintu kamar, tapi.. tiba-tiba, nyokap saya masuk ke kamar itu” “awalnya saya pikir selesai, toh dia berdiri di kamar adik saya, namanya.. Lindu” “pas saya mau balik ke tempat tidur, tiba-tiba, saya denger suara Lindu teriak kenceng!!” “nyokap mau bunuh anaknya sendiri!!”

“Saya lari, di ikuti orang serumah” “lo tau apa yang terjadi disana?” wanita itu menatap semua orang yang melihatnya bercerita.

“Nyokap cekik anaknya, iya, anaknya yang masih umur 7 tahun!!” wanita itu tertawa sembari bercerita, membuat semua yang mendengarnya merasa tidak nyaman.

“Nyokap saya sakit!! SAKIT BANGET!! padahal, dulu dia gak pernah begitu, sebelum kedatangan yang kata nenek saya, rumah saya kedatangan Dayoh Rencang!!” wanita tersebut menunggu, dirinya melihat ekspresi semua orang, namun, tampaknya tidak ada yang mengerti maksud ucapannya. Dirinya masih menunggu. Cerita Misteri Padusan Pituh

Seorang lelaki berewok lantas bertanya pada wanita yang masih tenang duduk tersebut, senyumnya ganjil. “Dayoh rencang itu apa? bahasa jawa ya?”

Wanita itu tersenyum “saya dari jawa, tapi saya gak bisa bahasa jawa, tapi.. kata teman jawa saya, itu istilah kuno, bukan bahasanya namun”

Wanita itu seperti tidak mau melanjutkan ucapannya, namun ekspresi penasaran semua orang yang menunggu cerita itu di lanjutkan masih bertanya-tanya, “Dayoh Rencang memiliki makna simbolis yang sudah lama tidak pernah disebut lagi, makna filosofis dari datangnya, hantu anak-anak!”

“Hantu anak-anak, maksudnya?!” tanya salah satu pendengar,

“Nyokap saya mendapat pesan dari hantu anak-anak itu, dia bilang, Lindu itu” “ANAK SETAN!!” “mereka datang, buat jemput Lindu”

“Sekarang bayangin ekspresi nyokap lu ngatain SETAN sambil nyekik darah dagingnya sendiri”

“Tapi satu yang saya inget!!” “nenek saya pernah mengatakan sesuatu yang bener-bener ganggu pikiran saya sampe saat ini”

“Apaan?” tanya lelaki berewok itu lagi.

“PADUSAN PITUH” “karena selepas kejadian tersebut, nyokap saya langsung di pasung, sampe akhirnya mati karena gigit lidahnya sendiri”

“Diakhir hidupnya, dia menulis sebuah nama. CODRO BENGGOLO dan ANGGODO kudu nerimo ROGOT NYOWO!!”

“Cuk!!” bisik seorang lelaki, “ngedongeng teros, ibuk mateni anak lah, ibuk mati bunuh diri lah, pancen seneng nggarai wong keweden!! Mir, Mira” (dongeng terus, ibu bunuh anaknya lah, ibu bunuh diri lah, memang paling suka bikin orang takut ya kamu!! Mir, Mira)

Mira, nama itu memang sudah hampir terkenal di kalangan anak-anak yang bekerja di kantor ini, salah satu dari pencerita paling ngawur namun memberi esensi horror lain yang membuat semua temannya tidak bosan mendengar ceritanya, Mira menatap Riko, lelaki di depannya, dirinya tersenyum.

“Gak semua ceritaku karangan!! ada beberapa yang nyata, dan kalau aku ngasih tau kamu mana yang asli, kamu bakal lupa caranya kencing di kamar mandi!!”

Riko tidak peduli. ” nama terakhir itu, apa.. ROGOT NYOWO!! aku kayak pernah dengar, tapi apa ya? itu ngarang juga?”

Mira, diam. “Mir, saya minta file kasus orang bunuh diri itu, kirim ke email ya!!” teriak seorang perempuan dari seberang meja, Riko langsung menanggapi, “Gak usah ikutan ngomong saya lo, kamu orang jawa, pakai aku aja, dulu pertama kesini malah pake saya kamu!!”

“Iya” jawab Mira
Riko yang entah karena memang senggang, tiba-tiba melihat sebuah jurnal di atas meja Mira.

Mira yang kembali menatap layar monitornya membuat Riko secara sembunyi-sembunyi mengambilnya, disana, Riko membuka jurnal tersebut, didalamnya banyak sekali sobekan dari koran-koran tua untuk apa Mira menyimpan potongan koran tua tersebut, Riko membuka lembar per lembar, semua tidak ada yang dimengerti oleh Riko, sampai Riko terhenti di salah satu halaman dengan headline “satu keluarga kaya tewas satu persatu akibat Santet kuno” Riko menatap Mira yang belum menyadari di samping potongan koran ada kertas kosong, tertulis disana sebuah tulisana yang di coret-coret dengan pena, Riko menatap tulisan itu yang terbaca, “JANUR IRENG!!” sebelum Mira sadar dan menatap sengit Riko dan merebut jurnal tersebut.

“ASU KOEN, MINGGAT!! usir Mira,

Riko pergi. Jam makan siang, seseorang memanggil Mira, dirinya mendekat lalu duduk, di hadapannya ada Riko dan Stella, salah satu atasannya.

“Riko cerita, kamu masih nyelidiki kasus itu? kasus lama yang bahkan sampe jadi semacam cerita legenda gitu, apa itu?” Stella menatap Riko.

“JANUR IRENG”

“yes. JANUR IRENG!!” kata Stella, “Gak ada gitu sesuatu yang bikin kamu tertarik, ya maksudku bukannya ngelarang, tapi kasus itu sampe sekarang gak ada yang tahu, bahkan apa yang terjadi saja gak ada buktinya, lagian dapat nama JANUR IRENG darimana?” anya Stella.

“Lindu” jawab Mira, Stella tampak berpikir, dirinya menatap Riko dan Mira bergantian sebelum, “ada 3 orang yang pernah terlibat dalam koran di jurnalmu!!” Stella mengamati sekeliling, “satu orang mati!! satunya gila!! dan satunya” Stella menyesap rokok, “jadi kaya melintir!!”

“itu kasus paling aneh Mir!!”

Mira membuka pintu rumah, dirinya berjalan menelusuri ruang tamu, dari salah satu pintu kamar, Mira membukanya, di dalam sana, dirinya melihat ibunya tengah sholat

Mira kembali menutup pintu, namun tiba-tiba, dirinya melihat Lindu berdiri di depannya “ibuk gak boleh sholat!!” Mira diam,
Mira melihat tangan Lindu, jemarinya berdarah-darah, “sudah pulang nak” sahut ibunya membuka pintu kamar, “anak itu sudah keluar, tadi ibu kunci dia di gudang bawah”

“Anak sekecil ini kenapa di perlakukan seperti itu buk” jelas Mira,

“Karena anak ini adalah Benggolo!!” sahut ibu \

Sudah ratusan kali Mira mendengar nama “Benggolo” entah dari almarhumah neneknya sampai ibunya, seakan nama tersebut adalah hal terburuk, namun setiap di tanya apa itu Benggolo tak ada satupun yang ingin menjawabnya.

Mira menggandeng Lindu masuk ke kamarnya, sejak awal, hidup Mira hanya melihat ibuk dan juga anak seolah-olah ingin saling bunuh membunuh.

Rumah ini terasa seperti neraka. Mira membantu adiknya membersihkan luka di tangannya, “kamu nyakarin pintu lagi” tanya Mira,

“Iyo mbak” Lindu tersenyum, “Mbak, ibuk ojok oleh sembayang maneh, engkok, dayohe teko maneh” (kak, ibu jangan dibolehin sholat nanti tamunya datang lagi)

“Dayoh sopo seh Ndu, sembahyang kan kewajiban” (tamu siapa yang datang, sholat itu kewajiban)

Lindu lantas berbisik lirih, “Umur’e ibuk wes gak dowo mbak, aku mau ndelok onok Dayoh teko” (umur ibuk gak panjang, tadi aku lihat tamunya sudah datang)

Mira menatap adiknya ngeri, Lindu menarik tangan Mira, membawanya ke jendela kamar, menyibak tirai itu, lantas Mira bisa melihat halaman rumahnya, namun, tidak ada siapapun disana.

“Iku mbak, onok sitok sing longgoh nang nisor wet pencit” (itu kak, ada satu yg lagi duduk dibawah pohon mangga)

Mira bingung, Lindu melambai, membuat Mira akhirnya menutup tirai, dirinya memeluk adiknya.

Hening, sunyi, sebelum, “MIRAAAA!!” teriakan ibunya membuat Mira tercekat dan pergi menuju kamar ibunya, disana, ibunya mencakar kelopak matanya sendiri, menariknya seakan dirinya ingin merobek wajahnya, Mira menjerit. Butuh waktu bagi Mira untuk sadar sebelum dirinya mengkekal tangan ibunya agar berhenti melakukan hal itu, darah keluar dari kelopak matanya, “onok opo buk!!” (ada apa buk)

Ibu Mira menunjuk jendela, Mira perlahan-lahan, mengintip jendela ibunya saat dengan mata kepala sendiri, Mira-
melihat, seorang anak perempuan, tidak, lebih dari ratusan anak perempuan dengan pakaian lusuh, mereka bertelanjang kaki berdiri memenuhi halaman rumah Mira.. mereka serempak mengatakannya, “Balekno Benggoloku!!” (kembalikan Benggoloku!!)
Mira kembali menutup tirai, saat itu dirinya melihat ibunya kembali.

“Onok opo asline buk!!” (ada apa sebenarnya buk)

Ibu Mira tampak diam, namun Mira terus mencoba membuat ibunya bicara, sampai, Lindu masuk ke kamar dan melihat Mira dan ibunya..

“Anak itu milik seseorang”
“Anak orang gimana buk, aku lihat ibuk yang melahirkannya!!”

Ibu Mira menatapnya” dia bukan saudaramu!! CODRO, ingat nama itu nduk, nama yang pernah disebut nenekmu. Lindu anaknya”

“Kenapa dengan Codro? dan siapa dia?”

Lindu tiba-tiba mengatakannya, “ROGOT NYOWO mbak”
“Iya, Rogot nyowo” kata ibu Mira, “Dia butuh Lindu, untuk melindunginya dari Rogot nyowo”

“Aku gak ngerti buk.. Lindu bukan saudaraku bagaimana, jelas-jelas ibuk yang melahirkannya?”

“Codro meniduri setiap janda, saat bapakmu mati, ibuk..” ibu Mira mulai menangis,
Lindu mendekati Mira dan ibu, “nek aku metu, Dayohe bakalan ngaleh” (kalau aku keluar, tamu yang datang akan pergi)

Mira menatap adiknya, mencengkram tangannya, “jangan!! ibuk belum menjelaskan semuanya” “apa itu Rogot nyowo dan apa hubungannya?”

“Rogot Nyowo iku sumpah wong pitu nang persekutuan keluarga, ben keluarga nduwe ingon lan kutukane dewe-dewe, sak iki, onok balak sing nggarai getih pituh kepecah, kabeh keluarga podo masang awak kanggo ngindari sumpah Rogote dewe-dewe”

(Rogot nyowo adalah sebuah sumpah dari 7 orang yang bersekutu, keluarga besar, yang semuanya punya peliharaan dan kutukannya sendiri-sendiri, sekarang, bencana yang membuat 7 darah terpecah, membuat semua keluarga pasang badan untuk menghindari sumpahnya mereka sendiri-sendiri).

Mendengar penjelasan itu dari ibunya, Mira lantas memeluk Lindu, “tetap saja, dia ini anakmu, gak seharusnya di serahkan” saat Mira mengatakan itu, dirinya ingat, anak-anak perempuan di luar rumahnya, jangan-jangan, Lindu menatap Mira, dirinya mengangguk “mereka milik Codro mbak”

Mira memeluk ibu dan adiknya, menjaga mereka dari teriakan yang terus menerus memanggil “Benggolo!!” sampai tiba-tiba suara mereka hilang, lenyap.. semuanya, menjadi hening, sunyi. Sebelum, Lindu menggigit lengan Mira hingga robek, dan mencengkram kepala ibunya yang masih mengenakan mukenah, membenturkannya ke meja sembari berteriak keras-keras, “Wedokan goblok!!” (perempuan bodoh!!)

Mira meringis, melihat adiknya terus menerus menghantamkan kepala ibunya suara Lindu terdengar berat layaknya suara seorang lelaki tua, dirinya terus menerus menghantamkan kepala ibunya sebelum Mira menarik kerah bajunya, menghantamkannya ke lantai dan mencekik leher Lindu, dirinya melihat adiknya meronta-ronta, namun Mira terus mencekiknya
butuh waktu sebelum Mira benar-benar sadar atas apa yang dirinya perbuat, dirinya melepas Lindu, berlari keluar rumah dan berteriak keras sampai tetangganya berkumpul dan menyaksikan semua itu..

Mira beruntung, malam itu, tidak ada yang meninggal meski ibunya tidak sadarkan diri..
“Aku gak percaya sih sama cerita begitu” kata Riko, dirinya datang setelah Mira menelponnya

“Codro!!” “itu nama samaran atau bagaimana? banyak orang yang punya nama itu?” sahut Riko mengingatkannya,

Mira hanya diam, dirinya masih terbayang adiknya.. sampai Riko mengatakannya,
“Adikmu sejak dulu aneh kan” “gimana, kalau adikmu di ruqiah saja. Aku kenal orang yang bisa bantu, itu kalau kamu mau, sekaligus, menghindarkan adikmu dari ibumu?”

Mira menatap Riko, sebelum mengangguk, esok hari, saat semuanya kembali normal, Lindu harus dibawa
sebelum Mira pergi dan melihat kondisi rumahnya yabg penuh dengan tetangga yang membantu, Riko kembali memanggilnya, “Mir, Rogot nyowo yang kemarin aku tanyakan, aku sudah ingat”

Mira berhenti untuk mendengarkan, dirinya melihat Riko,

“Dulu aku punya kenalan yang pernah sebut Rogot nyowo”
Riko menatap Mira, “namanya, Dela Atmojo, tapi sudah lama aku gak pernah melihatnya lagi. nanti kalau ketemu dia, aku akan tanyakan maksud kalimat itu”

Mira diam, dirinya mengulangi nama itu “Dela Atmojo” darah di lengan Mira masih mengalir, dirinya menutupnya dengan potongan kain yang dia temukan, rumah masih ramai dengan tetangga yang berkumpul. Mira menatap ke sekeliling, menemukan Lindu yang di ikat seperti pencuri di pasar-pasar, “buk” kata Mira menatap ibunya, “Lindu biar ku bawa”
Mira melepas ikatan Lindu, menggendongnya paksa, semua tetangga menatap khawatir anak itu, “gak papa” kata Mira menenangkan semua tetangganya, tatapan mereka khawatir, ibuk hanya mengawasinya, dirinya tahu apa yang akan di lakukan anaknya

“Nduk” katanya, saat Mira mulai pergi,
“Koen bakal nyesel gowo iblis iki” (kau akan menyesal kalau membawa iblis ini)

Semua tetangga menatap Mira dan Lindu, “lalu gimana, mau di bunuh saja, ambilkan parang di dapur biar ku gorok di sini darah dagingmu!!” ancam Mira, tak ada yang berani berkomentar, sebelum Riko masuk
“Sudah Mir, ndak enak didelok wong akeh” (sudah Mir, gak enak di lihat orang banyak) bujuk Riko meraih Lindu dari tangan Mira, “Buk, biar tak bawa Lindu, mungkin ada cara biar dia tidak seperti ini” bujuk Riko yang hanya di tanggapi sinis oleh ibuk

“Terserah” sahut ibuk tak peduli Riko sudah pergi, ketika Mira berbalik berniat pergi, ibuk merengkuh anaknya, memeluknya sembari berbisik lirih, “Iki bapakmu nduk sing salah sak jane, ibuk melakukan ini biar kamu hidup” (ini semua salah ayahmu aku melakukan ini biar kamu bisa hidup)

Mira terlihat bingung,
“Maksudnya apa buk?” tanya Mira,

“Ibuk ndak bisa ngomong, Ibuk sudah janji sama mbah-mu, katanya kelahiranmu itu pertanda akan terjadinya Rogot nyowo!! ibuk takut Mir, takut kalau apa yang di bilang mbahmu kejadian”

“Rogot nyowo” Mira masih bingung, dirinya tak mengerti apapun itu
“Rogot nyowo itu apa buk”

“Ndak, ndak bisa, ibuk ndak mau bicara, ibuk sudah janji, kamu istimewa Mir, rogot nyowo di tentukan oleh tanganmu sendiri, ibuk tidak boleh mengobrak abrik takdir, kamu sudah di ikat oleh”

“oleh siapa buk?” paksa Mira,

namun, ibuk memilih diam,
“Terserah buk, Mira sudah besar tahu apa yang terbaik untuk Mira sendiri” Mira pergi,

Malam itu adalah malam terakhir Mira melihat ibunya, setidaknya itu mungkin menjadi yang terakhir kali, karena setelah itu, semua di mulai dari titik ini, Padusan pituh sudah menunggu Mira. Malam itu dingin, Mira duduk di depan di samping Riko yang tengah menyetir, dirinya menatap perempuan itu tampak muram, Lindu tengah tidur, malam ini begitu berat bagi mereka, hening, sebelum Mira berbicara, “Ibuk bilang lagi, dia nyebut Rogot nyowo lagi, aneh kan?”

Riko hanya diam,  “kadang orang tua memang begitu Mir, mungkin karena ibukmu dulu kejawen seperti ceritamu, mbahmu juga gitu kan, dan bapakmu?” Riko melirik Mira menunggu reaksinya, Mira selalu sensitif mendengar bapak,
“Aku gak pernah lihat bapak, udah lama mati sejak masih kecil
“Gak satupun aku ingat tentang bapak, seharusnya untuk anak seusiaku, pasti ada ingatan tentang bapak walaupun samar, tapi semakin keras aku coba inget tentang bapak semakin aku gak tau” Mira tersenyum sinis, menertawai hidupnya, “mungkin keluargaku ini di kutuk kali”. Mobil Riko terus melaju, malam semakin larut, Mira tak tahu kemana Riko akan membawanya, yang dirinya ingat Riko akan mengantarkannya menemui seseorang,
Seseorang yang bisa merawat Lindu, setidaknya melihat apa yang sebenarnya terjadi pada anak itu, anak yang selalu di sebut iblis oleh ibuk tanpa terasa, 8 jam mereka sudah berkendara, setelah berhenti di beberapa titik, Riko masuk ke dalam sebuah desa, desa yang masih terlihat sangat kuno, dengan beberapa wanita yang masih mengenakan jarik, Riko berhenti di salah satu rumah berbentuk Joglo dengan banyak pohon pisang, “kita sampe Mir” ucap Riko mengangguk, dirinya lantas membangunkan Lindu, anak itu terbangun dari tidurnya namun ekspresi wajahnya tampak tidak senang,
“Kamu kenapa ndu?” tanya Mira khawatir,
“Lindu gak mau turun, ini tempat apa? tempat ini gelap sekali”

PASARAN

PREDIKSI MBAH JITU TOP 2D

KLIK

PASARAN SYDNEY

27 23 26 29 37 36 39 37 36 39

SELENGKANYA

PASARAN COLOMBO

01 03 08 31 30 33 38 81 80 83

SELENGKAPNYA

PASARAN SCOTLAND

79 73 72 75 29 23 25 59 53 52

SELENGKAPNYA

PASARAN SINGAPORE

37 31 36 35 17 16 15 57 51 56

SELENGKAPNYA

PASARAN JAMAICA

10 12 19 15 90 92 95 50 52 59

SELENGKAPNYA

PASARAN UGANDA

23 24 26 29 43 46 49 93 94 96

SELENGKAPNYA

PASARAN HONGKONG

83 82 84 87 23 24 27 43 42 47

SELENGKAPNYA

PASARAN KENYA

93 98 97 73 78 79 28 23 29 27

SELENGKAPNYA

PASARAN SLOVAKIA

34 32 39 38 94 92 98 84 82 89

SELENGKAPNYA

“gelap?” batin Mira, dirinya menatap Riko yang menggeleng bingung, tak beberapa lama, seorang ibuk mendekati mobil mereka, dirinya membawa tali di tangannya, Riko melangkah keluar, “wes teko le,” (sudah datang nak)

Riko mengangguk,

“Bawa kesini anaknya, biar kami urus”

“Urus bagaimana maksudnya buk?” tanya Riko dirinya bingung, sebelumnya bahkan dirinya belum memberitahu apapun kepada mereka semua, tapi seakan-akan mereka tahu bahwa Riko akan datang membawa sesuatu,

Terlalu lama, si ibuk itu mendekati mobil, menarik kaki Lindu dari kursi belakang, 

wanita itu tampak sangat murka, beberapa kali dirinya menyebut “penyakit” dan hal itu membuat Mira marah, Mira mencoba menghentikan perlakuan kasar wanita itu, namun, dirinya menatap Mira sengit lalu berujar, “nyowo adekmu, opo nyowomu?” (nyawa adikmu apa nyawamu?)

Mira baru sadar, di sekeliling mobil sudah di penuhi wanita yang menatapnya marah, Riko hanya menggeleng pada Mira, dirinya tidak tahu apa yang terjadi di tempat ini,

“Koen wes di enteni ambek Baduh, mbak Mira” (kamu sudah di tunggu Baduh di dalam, mbak Mira) 
Mira melangkah turun, semua wanita mendekati mobil memaksa Lindu keluar dari sana, sedangkan Mira mengikuti satu di antaranya, dirinya berbicara kepada Mira “Semalam Baduh mimpi, katanya yang akan membawa bagebluk akan mampir ke rumah ini” ucap si wanita, “namanya Mira”
“Bagebluk?” tanya Mira, dirinya mengangguk mengkoreksi kalimatnya “bencana mbak maksudnya”
Mira menatap pintu joglo dan saat itu juga dirinya merasakan perasaan paling tidak enak, ada sesuatu yang benar-benar gelap di sana, dada Mira terasa sangat sesak, “ini baru pembukaan mbak, kamu lebih sakti”
“Aku? sakti?” wanita itu mengangguk, “nanti baduh yang akan jelaskan semua, alasan kenapa mbahmu sampai melakukan ini, tapi sudah waktunya, dari timur angin sudah gelap, ada yang akan terjadi, saya saja sudah gak tidur selama berhari-hari, darah sudah di teteskan di timur” ucap si wanita
 
Mira mengikuti si wanita, masuk ke dalam rumah, aroma lumpur tercium dari setiap sudut, banyak pintu kayu terlihat di depan Mira, si wanita menuntun sementara Mira semakin merasa nyeri, kepalanya seperti di tekan dengan keras, “sedikit lagi, di tahan mbak” katanya.
 

Mira menelusuri lorong rumah, dirinya di tuntun perlahan- namun Mira selalu mendengar jeritan dari setiap kamar, suara memekikkan mereka membuat Mira semakin merasa terbebani, “Ndak usah di dengar” kata si wanita,

“Tempat apa ini”

“Omah Ruwut” (rumah tenung) Mira berhenti di salah satu kamar, dirinya penasaran dengan apa yang terjadi di dalamnya, tak ada apapun di sana kecuali sebuah ranjang kosong dengan seorang lelaki yang tengah duduk membelakangi pintu, Mira tertuju pada sosok lelaki itu, dirinya hanya diam, diam, sebelum perlahan tubuh lelaki itu bergerak, dirinya memutar tubuhnya perlahan-lahan, Mira memekik ngeri menatap tubuh lelaki itu berputar, menatapnya kosong, seketika pintu di tutup si wanita melihat Mira, “sudah tak bilang, ini omah ruwut mbak”

Mira mengangguk, wajah lelaki itu masih terbayang jelas di dalam kepalanya. “di sini mbak tempatnya”
Mira menatap sepasang pintu, guratan kayu di pintu tampak begitu usang, berbeda dengan pintu-pintu yang lain di dalam rumah ini, tidak hanya itu, pintu ini sengaja di rantai seakan tidak sembarang orang bisa memasukinya,”Baduh” katanya sembari menyeringai 

“Monggo” katanya seraya menunduk mempersilahkan, Mira melangkah masuk, yang dirinya dapati di dalam ruangan itu adalah sebuah kamar tertutup dengan alas tanah, di setiap sudut Mira melihat gabah padi tergantung, tak hanya itu, Mira juga melihat tebu yang saling di ikat, ruangan ini lebih terlihat seperti gudang pangan di bandingkan sebuah kamar, wanita tersebut menutup pintu sebelum merantainya, Mira hanya menatap kesana-kemari sebelum matanya melihat sesuatu di balik tembok lusuh, ada ruangan lain dengan ranjang bertirai transparan, di dalam ranjang bertirai itu, Mira melihat, seseorang di dalamnya.
“Ayok mbak” ucap si wanita, menuntun agar Mira mendekati ranjang misterius itu, “Sudah waktunya kamu tahu semuanya” 

ruangan tersebut sangat pengap, sejauh mata memandang Mira hanya melihat tumpukan hasil bumi yang seperti tidak pernah di sentuh, di letakkan begitu saja memenuhi ruangan ini,

“Ini semua ucapan terima kasih dari orang-orang” kata si wanita, “Ndak usah di perdulikan” 

Mira berdiri menatap sosok di balik tirai tersebut, dirinya berselimut karung gabah, seakan sedang bersembunyi membuat Mira begitu penasaran dengan sosok di baliknya

“Silahkan duduk mbak” ucap wanita itu, meletakkan kursi kayu di depan ranjang sebelum mendekatinya seperti tengah menguping 

“Beliau bilang, selamat datang nduk” kata si wanita seakan menerjemahkan sosok misterius itu, “Wes wayahe awakmu menuhi janji bapakmu ambek padusan pituh” (sudah waktunya kamu memenuhi janji bapakmu dulu pada pemandian ketujuh)

ia kembali berbisik, dan wanita itu mengangguk,  “wes suwe mbahmu matusono nggarahi awakmu lali, sak iki, aku takon, awakmu purun ngelakoni Sirat nang kene” (sudah lama nenekmu membisiki dirimu membuatmu lupa dengan semuanya, sekarang aku tanya, kamu mau saya membuka ingatanmu)

Mira menggelengkan kepala, bingung  “nenekmu” kata si wanita, “Dia yang membuatmu lupa semuanya, dia melakukan itu dengan alasan yang hanya dia sendiri yang tahu, sekarang Baduh mau bantu kamu kembalikan sowok yang di tanam” “pertanyaanya, kamu mau atau tidak?”
“Saya di sowok oleh nenek saya sendiri?”Ia mengangguk  Mira menggelengkan kepala tidak percaya dengan apa yang dia dengar, “Nenek saya sudah lama meninggal, sejak saya masih kuliah”

“Begitu” si wanita tersenyum, “Jadi karena itu, sebenarnya, aku akan memberitahumu sesuatu dan mungkin ini menganggumu, ingat di mana kamu tinggal dulu?”  tiba-tiba Mira tersadar, dirinya melupakan sesuatu, benar, rumah, dirinya tidak ingat apapun tentang rumah
“Kenapa?” wanita itu mendekati, “Kamu lupa?”Mira menatap si wanita, “Bahkan kamu tidak akan bisa menjawab pertanyaanku yang ini,” “Alasan apa kamu tetap membayar kost-” 

“Tempatmu tinggal dulu, padahal, kamu sudah lama tidak tinggal di sana?”

Mira teringat dengan tempat itu, “kost?”

“Iya, kenapa?”

“Entahlah, karena aku suka tempat itu” jawab Mira,  si wanita tersenyum, dirinya mendekati sosok bernama Baduh tersebut, mendengar saat dia kembali berbisik, “kata Baduh, kamu menyembunyikan sesuatu di sana, sesuatu yang teramat penting, sehingga nenekmu sampai melakukan itu”

Mira menatap sengit mereka, “Apa tujuan kalian sebenarnya?”  “menuntunmu nak, menuntunmu menuju takdir besarmu, takdir di mana kamu akan bertemu dua dari mereka, Codro dan..” Sebelum wanita itu bicara, sosok itu tiba-tiba berteriak sangat keras,
“OJOK SEBUT JENENGE IBLIS-IBLIS IKU” (JANGAN MENYEBUT NAMA IBLIS-IBLIS ITU) si wanita diam.
“Uripmu bakal abot nduk” (hidupmu akan sangat berat) kata sosok itu, dirinya mengulurkan tangan melambai meminta Mira mendekat, Mira tercekat menatap tangan sosok itu begitu kecil, begitu kurus, begitu pucat, makhluk apa yang ada di depan Mira ini, Mira belum bisa melihat wajahnyanya “mreneo nduk, mrene” (kesini nak, kesini)
Mira menatap si wanita, dirinya mengangguk seakan mengatakan kepada Mira tidak akan ada yang terjadi, Mira pun mendekat, dirinya merasakan tangan mungil itu membelai rambutnya, Mira bisa melihat satu bola mata kecil di wajahnya, 

“ngelawan siji ae sewu nyowo gak cukup, opo maneh koen nduk, sing bakalan ngadepi loro menungso rai iblis model ngunu” (melawan satu saja seribu nyawa gak cukup, apalagi kamu nak, yang akan melawan dua dari mereka, manusia berwajah iblis seperti mereka)

Mira hanya diam mendengarkan, Rasanya dingin, saat tangan kecil itu menyentuhnya Mira gemetar, sesuatu perlahan-lahan kembali, dirinya ingat dia pernah menulis sesuatu, tidak hanya satu namun berlembar-lembar kertas, sesuatu yang perlahan menyeruak naik,

“Wes iling?” (sudah ingat?) tanya sosok itu, 

“Di bawah ubin Kost saya, di sana semua di tanam” ucap Mira,

Di bantu si wanita sosok itu perlahan membuka karung gabah, dan Mira melihatnya, wajahnya hancur seperti korban kebakaran, kakinya jauh lebih kecil di bandingkan badan dan kedua tangannya yang semuaya kurus kering, 

dia menatap Mira iba,

“Hitam?” kata si wanita, “inilah akibat bila manusia kalap dengan warna hitam”

“Beliau dulu adalah satu dari orang yang pernah menjaga padusan pituh, meskipun ia tidak mengenal bapakmu karena memang setiap tahun beregenerasi, tapi satu yang beliau tahu” 

“bapakmu tidak memenuhi janjinya sebagai seorang Kuncen”

“Kuncen?”

“Setelah ini, hidupmu akan semakin berat nak, sangat-sangat berat sampai kamu ada di titik ingin mati, dan saat hari itu datang, pilihan itu akan muncul dan di sana takdir kami di pertaruhkan”  “tinggalkan adikmu di sini, kami yang akan menjaganya, pergilah ke tempatmu tinggal, cari apa yang harus kamu cari, lalu pergi” kata si wanita,

“Tak jogone adikmu nduk, tujuanmu siji, golekono Rinjani””Rinjani?” tanya Mira,

“Pergi” sahut si wanita, Mira meninggalkan tempat itu, 

Mira menemukan Riko tengah duduk, saat dirinya melihat Mira dia mendekatinya, “Lindu gak papa, dia ada di kamar sedang tidur”

“Antarkan aku” kata Mira,
“Kemana?”
“Ke tempat kost’ku, aku mau ambil sesuatu di sana”

“Apa?” Riko tampak penasaran,

“Takdirku” jawab Mira, Malam itu, mobil Riko menembus kabut, belum pernah Mira memaksa dirinya sampai seperti ini, tak ada yang tahu apa saja yang Mira dengar karena setiap kali Riko bertanya, Mira seakan tidak ingin membahas semua itu, dirinya hanya bilang ada sesuatu yang harus dirinya pastikan di tempat kost itu.

“Kenapa gak nunggu besok aja, lagian butuh waktu buat sampe di sana” kata Riko setengah hati, Mira hanya diam dirinya lebih banyak melamun, “Mir, denger gak sih omonganku!!” sahut Riko namun Mira tetap diam, dirinya tertunduk sebelum, “Rinjani sudah mulai” ucap Mira seperti berbisik,
“Rinjani” kata Riko mengulangi, “kamu gak papa Mir” sahut Riko menyentuh bahu Mira, mobil melaju tenang, jalanan tampak sepi namun ada sesuatu yang membuat Riko merasa ganjil saat mendengar nama itu, Mira tetap tak menjawab, dirinya masih menunduk sembari terus bergumam aneh, gumaman Mira terdengar mengganggu, Riko terus menggoyang badan Mira, namun gadis itu tetap menunduk.
Dirinya terus menerus bergumam sebelum, hening, hening sekali hingga Riko bisa mendengar nafasnya sendiri, Riko tampak merasa aneh, sesuatu telah terjadi, dan itu benar-benar mengerikan tak beberapa lama Riko melihatnya, sekelebat bayangan putih sebelum menjalar membuat Riko tersadar, di sepanjang jalan tepat di samping ketika mobil melaju, berbaris anak-anak perempuan berambut panjang, berdiri mematung sejauh mobil terus melaju, Riko menoleh pada Mira, namun, Mira sudah melotot menatapnya, tersenyum menyeringai layaknya bukan Mira yang dirinya kenal.
Dirinya mencengkram tangan Riko, membanting setir sebelum mobil terpelanting hebat, Mira berteriak dengan suara paling memekikkan, “OJOK GOWO CUCUKU!!” (jangan bawa cucuku!!) 

Untungnya Riko masih mampu mengendalikan mobil, dirinya menghantam kepala Mira dengan sikunya, meski mobil sempat keluar jalan Riko berhasil menginjak rem kuat-kuat, dirinya menatap Mira pingsan dengan darah di kening,

“Asu!! meh mati aku!!” (Anj*ng!! hampir saja aku mati!!)

Riko melangkah keluar dari dalam mobil, dirinya menatap ke sekeliling, tak di temui lagi sosok anak kecil yang menatapnya di tepian jalan, Riko tampak bingung, kejadian yang baru menimpanya benar-benar kacau, dirinya mendekati kursi Mira, membuka pintunya, mencoba memastikan keadaannya,
“Mir, Mir” panggil Riko, namun perempuan itu tak menggubrisnya, Riko semakin bingung, tiba-tiba Mira membuka matanya mencekik leher Riko, Riko tercekat kaget sebelum memukul wajah Mira hingga perempuan itu benar-benar tak sadarkan diri, “Mati arek iki” (sial, mati anak ini) batinnya, saat itu juga Riko masuk lagi ke dalam mobil, tanpa membuang waktu dirinya meninggalkan tempat itu
dirinya tahu ada yang tidak beres dengan sahabatnya, dan itu semua sepertinya berhubungan dengan tempat yang akan dirinya tuju, apapun itu, Riko harus mencari tahu ada apa di sana.
 
Pagi sudah datang, sepanjang malam Riko tak beristirahat, meski pertanyaan itu masih berputar di dalam kepalanya dirinya berusaha sesekali melirik Mira yang masih terlelap dalam tidurnya, ketika jalanan sudah mulai ramai, Mira membuka mata, hidung dan keningnya nyeri, dirinya menatap Riko, “kenapa?” tanya Mira, dirinya mengelap darah di hidung dan keningnya, “ada yang terjadi sama aku?”
Riko menatapnya sesekali sebelum tersenyum kembali memandang jalanan, “gak ada kok. semua aman”Mira mengangguk,  “ini tempatnya” kata Riko setelah memasuki sebuah gang,

Mira mengangguk, mobil perlahan mendekat, Mira bisa melihat pagar besi yang dulu sering ia lewati saat malam ketika ia belum selesai menyelesaikan tugas di kampus, dirinya masih ingat tempat ini namun dirinya tidak ingat ada apa disini Mira melangka4h turun dari dalam mobil, Riko mengikuti, perlahan mereka berjalan mendekati tempat itu, sesekali Riko menatap ke sekeliling, tidak ada yang aneh dari tempat ini, Mira menyalakan lonceng, seorang ibu-ibu mengamatinya dari jauh, “neng Mira ya” katanya seraya mendekat,

Mira tersenyum menatapnya, dirinya membuka pagar, pandangan Mira langsung tertuju di kamar mana tempat dulu dirinya tinggal, tiba-tiba perlahan ingatannya kembali, namun samar-samar

“Saya kira kamu ndak akan kesini, ibu itu bingung, kenapa kamu masih bayar kost padahal sudah ndak di sini” 

Mira hanya tersenyum, bingung harus menjawab apa, dirinya melewati ibu itu yang masih menatap Mira heran,

“Mungkin Mira suka dengan tempat ini buk, jadi dia gak rela kamar bersejarahnya di tempati orang” sahut Riko, si ibuk tampak tidak puas,

“Kuncinya mana buk?” tanya Mira tiba-tiba  “oh iya” sahut si ibuk, dirinya memberikan kunci pada Mira dan perempuan itu langsung menuju ke sana, Riko segera menyusul, meski si ibuk masih mengawasi namun Mira tak peduli, harga sewa di sini setidaknya cukup untuk membayar ganti rugi ingatannya, “di sini tempatnya” kata Riko, hal pertama yang dirinya rasakan saat masuk ke dalam kamar kecil ini adalah aroma debu yang menusuk, tak hanya itu, tempat ini benar-benar buruk untuk jadi tempat tinggal, Mira melihat Riko lantas dirinya bertanya “linggisnya mana?”

Riko menatap heran, “Linggis” 

Riko kembali dengan 2 linggis di tangan, dirinya cepat-cepat mengunci pintu, “mau hancurin lantainya, kalau ketahuan, bisa di polisikan kita”

Mira tak menggubris, dirinya sedang asyik memeriksa lantai keramik, seakan sedang mencari sesuatu Riko menatap ke sekeliling tiba-tiba dirinya tertuju pada papan tulis di tembok. aneh, pikir Riko, untuk apa papan tulis itu di balik, Riko tersadar saat Mira memanggilnya, dirinya sudah ada di dapur, meminta Riko memberikan Linggis sebelum dirinya menghantamkannya di lantai, Riko pucat sudah lebih dari setengah jam Mira menghantam lantai-lantai keramik, Riko terus mengawasi pintu, bukan tidak mau membantu, sejak tadi di luar ibu kost mondar-mandir membuat Riko yang semakin pucat, dan semua terbayar saat Mira mengatakannya, “di sini!!” Riko mendekat,  “Ini apaan?” hal pertama yang Riko katakan saat melihat sebuah kotak kayu di simpan di dalam lantai berkeramik,

“Gak tau” kata Mira,”Lamu yang tanam!! hebat betul nanam beginian di sini, yang ngeramik kamu juga”

Mira tak peduli, dirinya membuka kotak itu, dan di sana ia menemukannya lembaran foto-foto tua saat Mira masih kecil, di belakangnya ada seorang lelaki berkumis yang di tenggarai adalah bapak, Mira membuka lembar-per lembar, bapak mengenakan pakaian adat putih seakan menasbihkan dirinya benar-benar seorang kuncen, Mira terus mengamati sampai, dirinya berhenti di sebuah foto, bapak bersama 6 orang lain dengan pakaian yang sama berpose di sebuah tempat dengan rumah tua di belakangnya, di depannya ada seorang lelaki mengenakan pakaian hitam duduk di depan sendirian, foto orang itu di coret dengan spidol hitam,

“Siapa Mir?” Riko merebutnya namun Mira hanya diam,

Riko mengamati foto itu sebelum menaruhnya lagi, “Untuk apa kamu ngubur ini semua”

Mira terus menggeleng, ia tidak tahu harus menjawab apa, semuanya masih samar. 

Riko mengambil sebuah buku tua dari kotak itu, namun Mira justru berdiri, matanya tertuju pada papan tulis terbalik di tembok, “Bantu aku angkat papan ini” katanya, Riko tidak mengerti namun ia setuju membantu Mira,

saat mereka membalik papan itu, Riko tercengang melihatnya, 

“Sejak kapan kamu buat ini?” kata Riko mengamati setiap detail yang ada di dalam papan,

Mira mencoba mengingat-ingat, samar -samar semuanya kembali, setiap malam Mira mengerjakan ini, namun dirinya sendiri tidak tahu menahu kenapa mengerjakan hal-hal seperti ini, Riko mendekati, dirinya masih takjub mengamati setiap coretan dan kertas-kertas yang tertempel, ada banyak sekali tulisan yang Riko tidak mengerti, salah satunya adalah Padusan pituh dan, “Rinjani”

“Apa itu Rinjani?”Mira menoleh menatap buku, mengambilnya, membuka lembar per-lembar, sebelum sampai di satu titik halaman, Mira menunjukkan pada Riko, di sana dirinya melihat coretan gambar dari tangan, seorang wanita berambut sangat panjang tengah duduk meringkuk di kelilingi gambar gadis kecil, di atasnya tertulis jelas “RINJANI” meski hanya sebatas coretan, Riko bisa merasakan sensasi tidak mengenakan saat menatap gambar itu, dirinya merasa merinding, Mira menatap papan lagi, menunjuk satu persatu titik yang di hubungkan dengan benang-benang itu, lalu berbicara pada Riko, “Istilah ini semua apa ya artinya?”

Riko menoleh ikut mengamati, banyak istilah yang di tulis dengan aksara jawa di bawahnya Riko hanya membaca beberapa hal yang tidak dirinya mengerti seperti,

“Gundik-colo” “lemah layat” “sewu dino” “janur ireng” namun anehnya, semua benang mengarah pada satu titik,
titik terakhir, ROGOT NYOWO?

“Mir, aku ngerasa gak enak sama semua ini, kayanya kamu harus berhenti”

“Sebentar” Mira merobek salah satu sobekan kertas di papan, dirinya menatap Riko sembari menunjukkan, “satu keluarga di bantai di malam pernikahan, inget gak sih ini tentang apa?”

“Janur ireng?”

Mira mengangguk 

“Sepertinya aku mengumpulkan sesuatu, tapi aku lupa ini apa!!” Mira tampak berpikir keras namun semakin keras dirinya mencoba mengingat, rasa nyeri itu kembali, “mungkin gak sih semua ini pernah terjadi? maksudku di belahan lain ada hal ini, koran ini misalnya, untuk apa ku robek?”  Mira mengambil buku itu lagi, melihat lembar per lembar, hingga terdengar suara pintu di ketuk, Riko dan Mira tercekat,
“Tunggu di sini” kata Riko, dirinya mendekati jendela, mengintip siapa yang sudah datang, rupanya ibu kost, Riko bersiap membuka pintu tapi tiba-tiba Mira menariknya dirnya menyeringai lagi, melotot menatap Riko, “Ojok di bukak” (jangan di buka) katanya,
Riko terdiam, pintu terus menerus di ketuk, sementara Riko tidak mengerti apa yg terjadi, “nduk bukak nduk” (nak buka nak) teriak ibu kost,Mira hanya diam berdiri melotot menatap pintu, 

Riko bergerak mundur, sementara pintu terus menerus di ketuk, dirinya tak pernah merasa ada kejadian sejanggal ini, sebelum, hening

Riko menelan ludah, dan pintu di buka perlahan, hal pertama yang Mira lakukan adalah menerjang wanita itu, dirinya mencengkram lehernya, berusaha membunuhnya 

“Putuku ra melok urusan iki, culno ben aku ikhlas ra onok nang dunyo iki!!” (cucuku tidak ikut urusan ini, lepaskan biar aku ikhlas tidak di dunia ini lagi)

Namun wanita itu tertawa, tawanya begitu aneh, suaranya seperti seorang lelaki, “Ra isok, aku butuh putumu” (tidak bisa) 

(aku membutuhkan cucumu)

Mira berteriak keras sekali, namun wanita itu tertawa semakin keras, Mira mencengkram terus menerus lehernya, Riko yang awalnya diam, menarik Mira mencoba melepaskan cengkraman itu, “Edan!!” (gila) “bisa-bisa mati nih orang” 

namun Mira terus melawan, semua kejadian gila itu membuat semua orang berkerumun sebelum memisahkan mereka,

“Mari iki, suwe ta gak, putumu bakal marani aku dewe, ben dek ne sing milih” (sebentar lagi, lama atau tidak cucumu sendiri yang akan mendatangiku, biar dia yang pilih) 

wanita itu tersadar, dirinya menatap semua orang sebelum bertanya apa yang terjadi, Mira pun sama, dirinya tidak tahu kenapa semua orang berkerumun di sini, hari itu juga Riko membawa Mira pergi,

“Nanti ku jelasin apa yang terjadi” kata Riko, 

Riko sudah meletakkan papan itu di dalam rumahnya, dirinya masih tidak dapat berkomentar bagaimana Mira bisa mengumpulkan semua ini, “Pantas kamu di terima jadi jurnalis, lha wong ngumpulin ini saja kamu bisa”

Mira tak perduli, dirinya terus menerus membaca buku tua itu, 

“Dulu ibuk pernah bilang, ada ilmu yang namanya rogo sukmo, dan nenekku katanya bisa itu” jelas Mira,

“lha tapi nenekmu sudah lama mati kan?” kata Riko “Dia sudah gak butuh ilmu itu lagi, dia bisa masuk sewaktu-waktu”

“Bukan nenekku, tapi yang merasuki ibuk itu, dia pasti bisa” 

“Kadang aku mikir” kata Riko, “Ini semua ilmu kejawen ya”

“kayaknya iya”

“Bagaimana kamu bisa mengumpulkan ini semua?”

“Entahlah” ucap Mira, lembar perlembar sudah Mira baca, semua itu menceritakan Rinjani yang tinggal di sebuah gunung di jawa, namun bukan gunung Rinjani Mira berdiri mengangkat tas’nya, “Kayanya aku harus pulang ke kampungku, ada yang mau aku cari”

“Eh goblok” sahut Riko, “Gak dengerin aku tadi ngomong apa?”Mira hanya diam, “Dia bilang nanti kamu sendiri yang akan mencari dia, lebih baik jangan Mir, firasatku gak enak” 

Mira tidak perduli, dirinya mendekati sahabatnya itu “Aku titip Lindu, sampein ke mbak Stela juga, Aku cuti”

Riko tetap tidak setuju, dirinya mencengkram tangan Mira, namun perempuan itu menatapnya sengit, “Ini penting, lepasin”

“Aku ikut” kata Riko,

Mira menggeleng menjawab “Gak!!”  “Kalau ada apa-apa kabarin saja” kata Mira, dirinya melangkah ke luar rumah, sudah lama Riko tidak melihat mata Mira seserius ini, Mira memang perempuan yang keras namun justru hal itu yang membuatnya berbeda di antara yang lain, Riko mencoba mengerti, dirinya melihat bayangan perempuan itu pergi stasiun sangat ramai, sembari menunggu kereta datang Mira duduk sembari beberapa kali dirinya membolak balik lembaran dalam buku itu, mencoba mengingat detail yang dirinya lupakan, namun sayangnya tak ada yang bisa di ingat, Mira tersadar saat ada seorang lelaki mendekatinya, bertanya kepadanya,

“Mbak punya korek ndak?” kata lelaki itu, “buat ngerokok”

Mira melihat lelaki itu sengit, tak menjawab pertanyaanya,
Si lelaki beringsut mundur takut, dari jauh lelaki lain berambut gondrong memanggilnya, “Rus, ayok, bis e wes tekan” (Rus, bisnya sudah datang) si lelaki menatap kawannya sebelum dirinya menatap perempuan itu lagi “Jangan galak-galak mbak, ndak dapat jodoh nanti”

“Ruslan asu!! telat kene” (Ruslan Anj*ng!! nanti telat kita)”Iyo Agus Asu!!” kata lelaki itu, dua orang aneh itu perlahan pergi, Mira menatap kereta sudah datang, 

Mira melangkah masuk ke gerbong, dirirnya menatap pemandangan itu untuk terakhir kalinya, ia siap dengan semua yang sudah menunggunya, dirinya harus mencari tahu siapa Lindu dan dia di kampung halamannya. Cerita Misteri Padusan Pituh
Sumber: Threadreader

Tafsir Mimpi Longsor Pertanda Baik Atau Buruk?

Tafsir Mimpi Longsor akan datang masa-masa sulit, penyakit dan pertikaian. Namun selain arti pertanda buruk ini terkandung juga makna mimpi lain yang bisa di bilang positif.

Apa saja sih Tafsir Mimpi Longsor? Dalam artikel ini kami telah membuat kumpulan lengkap dari tafsir mimpi tersebut. Khusus bagi kalian yang pernah mengalami mimpi buruk ini. Ada banyak sekali primbon dan firasat tersembunyi yang perlu di cari arti mimpinya! Selamat menyimak.

Mimpi longsor artinya ada sebuah masalah yang jika tidak segera dipecahkan akan menimbulkan bencana besar. Impian tentang tanah longsor juga menunjukkan rasa kesulitan dalam menghadapi tekanan dan perubahan yang sangat besar.

  • Mimpi Tanah Longsor Dan Selamat

Apa Tafsir Mimpi Longsor dan selamat? Makna mimpi selamat dari bencana tanah longsor menurut berarti akan terhindar dari musibah. Sementara itu ada juga mitos yang menyebutkan mimpi ini sebagai tanda bahwa kita diberi kesempatan kedua. Jadi alangkah baiknya kalau kesempatan yang kalian miliki digunakan dengan sebaik-baiknya.

  • Mimpi Ditolong Orang Saat Tertimbun Longsor

Apakah artinya mimpi diselamatkan orang waktu kena tanah longsor? Jika kalian mimpi ketiban longsor dan ditolong orang artinya akan ada orang terdekat datang membantu saat kalian tertimpa kesusahan.

PASARAN

PREDIKSI MBAH JITU TOP 2D

KLIK

PASARAN SYDNEY

68 65 67 61 78 75 71 18 15 17

SELENGKANYA

PASARAN COLOMBO

50 54 51 58 10 14 18 80 84 81

SELENGKAPNYA

PASARAN SCOTLAND

12 15 14 17 42 45 47 75 72 74

SELENGKAPNYA

PASARAN SINGAPORE

SELASA DAN JUMAT LIBUR

SELENGKAPNYA

PASARAN JAMAICA

95 98 96 93 85 86 83 35 38 36

SELENGKAPNYA

PASARAN UGANDA

57 58 50 51 07 08 01 17 18 10

SELENGKAPNYA

PASARAN HONGKONG

51 52 54 56 41 42 46 61 62 64

SELENGKAPNYA

PASARAN KENYA

14 15 12 17 74 75 72 54 52 57

SELENGKAPNYA

PASARAN SLOVAKIA

92 98 94 97 82 84 87 72 78 74

SELENGKAPNYA

  • Mimpi Rumah Kena Tanah Longsor Tapi Selamat

Apa tafsir bermimpi rumah mau kelongsoran tapi selamat semua? Kalau kalian mimpi ada tanah longsor dan rumah kalian selamat berarti kalian bisa mengatasi berbagai situasi yang sulit dalam hidup. Terutama jika hanya rumah kalian yang bertahan, sementara rumah-rumah lain yang kena tanah longsor hancur semua.

  • Mimpi Tanah Longsor Menurut Psikologi

Apa makna mimpi tanah longsor menurut psikolog? Secara psikologis mimpi tentang bencana alam seperti tanah longsor merupakan wujud dari rasa takut dan juga kecemasan. Menurut sebuah penelitian, orang yang pernah mengalami pengalaman traumatis seperti bencana alam akan sering mengalami mimpi buruk. Biasanya orang yang banyak mengalami mimpi buruk semacam ini mengalami sindrom posttraumatic stress disorder (PSTD). Jadi jika kalian mengalami mimpi buruk berkelanjutan atau terus-terusan. Sebaiknya segera hubungi ahli psikolog atau kejiwaan. Terutama kalau sampai mengganggu jadwal tidur Anda dan mengakibatkan insomnia.

  • Mimpi Melihat Tanah Longsor

Apakah arti dari mimpi melihat tanah longsor? Mimpi melihat tanah longsor artinya ada emosi kuat yang saat ini sedang Anda pendam. Impian semcam ini juga menandakan banyaknya tekanan hidup dan tanggung jawab yang melelahkan.

  • Mimpi Longsor Dan Tsunami

Apa arti bermimpi tanah longsor dan tsunami? Mimpi kena longsor dan tsunami sekaligus artinya akan ada urusan besar yang mengakibatkan kekacauan dan kesulitan dalam hidup Anda.

  • Mimpi Gempa Bumi Dan Tanah Longsor

Apa arti mimpi tanah longsor dan gempa bumi? Ketika Anda bermimpi melihat terjadinya longsor akibat gempa bumi artinya akan terjadi peristiwa yang sangat mengguncang hidup. Dikabarkan dalam sebuah primbon bahwa si pemimpi akan mengalami kesedihan hebat yang bisa menimbulkan depresi berat.

  • Mimpi Dikejar Longsor

Apa arti mimpi dikejar tanah longsor atau kebawa longsor? Mimpi dikejar bencana longsor berarti Anda sedang melarikan diri persoalan di dunia nyata. Jadi jika mengalami mimpi ini sebaiknya Anda mulai memberanikan diri melihat kenyataan. Karena masalah hidup hanya akan bertambah parah jika terus kita abaikan.

Itulah beberapa penjelasan dan jawaban tentang apa Tafsir Mimpi Longsor. Kami berharap apa yang disampaikan bisa menjawab semua pertanyaan Anda.

Sumber: PinterPandai