Cerita Misteri Lemah Layat Bagian Ke 2, Dijamin Lebih Menegangkan
(temanmu kasih tahu, disini, ilmunya gak ada apa-apa nya, kalau sudah sadar, bawa dia ke mbah Pornomo)
“Piye” tanya mbah Por, “Wes ngerti sopo sing nduwe lemah kui” (kamu sudah tahu siapa yang punya tanah tersebut)
Agus hanya diam, keringatnya mengalir deras, bibirnya mulai gemetar,
“Sudah lihat juga, Gundik’colo yang lain?” mbah Por masih bertanya,
Agus mengangguk mbah Por berdiri, dirinya diam, kemudian mendekati Agus lagi, “boleh aku melihat apa yang kamu lihat”
“Artine opo toh mbah?” tanya Ruslan,
“Sing nduwe lemah, kate teko, njupuk opo sing kudu di jupuk” (yang punya tanah sudah mau datang, mengambil apa yang harus dia ambil)
“Nopo niku mbah?” (apa itu mbah)
Mbah Por tampak berpikir, “Lastri” “co” kata mbah Pur, “awakmu eroh omahe pak RT, budalo mrono, ngomong’o, Balasedo’ne teko” (Kamu tahu rumah pak RT kan, bilang sama dia, Balaseda’ datang)
mbah Por melihat keluar rumah, lalu menutup pintu rumahnya, “melok aku” (ikut saya)
Ruslan dan Agus berdiri, dirinya berjalan di belakang mbah Por yang melangkah masuk ke salah satu kamar, di kamar itu, Ruslan banyak melihat benda-benda yang tidak asing lagi, bawang putih di pasak, cabai di ikat dengan benang, sampai kembang bertebaran di meja, mbah Por langsung mempersilahkan mereka untuk duduk, saat mereka duduk, tiba-tiba mbah Por memukul-mukul kepalanya, seperti orang kebingungan, bahkan, dirinya menghantam rahangnya, dan secara tiba-tiba, menarik paksa giginya..
entah gigi mana yang dia ambil, namun, Ruslan dan Agus merasa ngilu melihat itu di depannya, darah masih mengalir dari bibir mbah Por, namun, bukannya merasa kesakitan, mbah Por seperti tertawa terbahak-bahak melihat giginya sudah tanggal
“Edan” bisik Ruslan, yang ditanggapi agus, dirinya setuju berpikir bahwa semua itu selesai, adalah kesalahan yang besar, mbah Por lagi-lagi, menekan gigi bawah yang berada tepat di tengah dengan kedua tangannya, matanya tengah menatap Ruslan, dengan nafas tersenggal-senggal, mbah Por menarik paksa, hingga darah mengalir deras dari bibirnya.
Menyaksikan hal gila seperti itu, membuat Agus dan Ruslan tidak kuat, dirinya mendekati mbah Por, namun, mbah Por tak menghiraukan mereka, dirinya seperti orang yang sudah kesetanan, dan benar saja, giginya berjatuhan dengan luka robek yang membuat Ruslan memalingkan wajahnya.
Mbah Por tertawa dengan serampangan, mbah Por mengumpulkan gigi yang berjatuhan tersebut, membungkusnya dengan daun pepaya yang berada di atas meja, cipratan darah masih dapat dilihat oleh Ruslan dan Agus, entah apa yang mau dirinya lakukan, Ruslan tidak mengerti, karena setelahnya, mbah Por menelan daun pepaya itu bulat-bulat.
PASARAN |
KLIK |
|
PASARAN SYDNEY |
90 97 94 93 47 40 43 30 37 34 |
|
PASARAN COLOMBO |
04 03 06 09 34 36 39 94 93 96 |
|
PASARAN SCOTLAND |
60 69 63 65 39 30 35 50 59 50 |
|
PASARAN SINGAPORE |
37 31 39 36 17 19 16 97 91 96 |
|
PASARAN JAMAICA |
01 04 06 07 61 64 67 71 74 76 |
|
PASARAN UGANDA |
23 21 29 27 73 71 79 93 91 97 |
|
PASARAN HONGKONG |
10 12 19 16 90 96 92 60 62 69 |
|
PASARAN KENYA |
24 26 27 27 64 62 67 74 72 76 |
|
PASARAN SLOVAKIA |
36 39 38 37 86 89 87 76 79 78 |
Agus dan Ruslan tidak mengerti maksud ucapannya, karena setelahnya, mbah Por mengambil sebilah keris yang di gantung di atas tembok kayu, menyampirkannya di pinggul, sebelum pergi, mbah Por berpesan agar mereka tetap berada di rumah ini.
“Tengah malam saya kembali, saat itu juga, kalian akan saya bawa masuk ke rumah Lastri, agar kalian bisa tahu apa yang ada di dalam sana, dan” mbah Por tampak memandang Agus, “dia datang malam ini nak”Agus pucat, Ruslan bisa melihatnya.
“Onok opo seh asline gus” “bar koen ambek aku wes duluran mbok diceritani, asline opo sing mok wedeni” (ada apa sih sebenarnya gus, kamu sama aku udah saudaraan harusnya kamu cerita sebenarnya apa yang bikin kamu sangat takutan)
“Nang jero omah iku Rus, onok, onok” (di dalam rumah itu ada)
Agus seperti tidak bisa mengatakannya.
“Jancok onok opo seh?” (sialan ada apa sih sebenarnya)
“Nang jero omah iku onok” (di dalam rumah itu ada)
“Ranggon”
Ruslan yang mendengarnya hanya melotot pada Agus, “taek!!” (Tai) kata Ruslan, “pantes ae sing jogo model ngunu”
“Aku gak sengojo ndelok Rus” (aku gak sengaja lihat Rus)
Ruslan hanya duduk pasrah, matanya melihat keatas, “kadang aku mikir, awakmu iku pinter wes tak anggep masku dewe, eh, kadang koen goblok tenan koyok wergol, asu!!” (kadang aku mikir kamu itu pinter, sampai tak anggap abang sendiri, tapi kadang kamu bodohnya gak ketulungan, mirip Wergol, anj*ng!!) tidak beberapa lama, terdengar suara ketukan keras sekali, selain keras, suara ketukan itu tanpa jedah, membuat Agus dan Ruslan melihat ke pintu.
Agus dan Ruslan mendekat, ketukan itu tidak berhenti-henti sebelum, “Rus, iki aku Koco!!”
Seketika Ruslan langsung membukanya, “Edan!! suwene mbukake!!” (gila!! lama sekali bukanya) sahut Koco emosi,
“Koen mbalik to” (kamu balik ya)
Belum Koco cerita, Ruslan dan Agus melihat apa yang ada di depan pintu. disana, berdiri pocong tepat di depan rumah, dirinya melihat Ruslan dan Agus, dengan tenang, agus menutup pintu, perlahan, dan sosok itu tidak terlihat lagi.
gak ada yang buka pintu, bahkan waktu aku balik ke mes, pintunya gak di buka sama anak-anak, makanya aku langsung kesini)
Agus dan Ruslan tidak menjawab.
“Opo onok hubungane ambek iku mau yo” (apa ada hubungannya sama itu ya)
“Onok maneh co” (ada lagi gak co) tanya Ruslan,
“Rokok” jawab Koco,
“Gak goblok, onok maneh ta sing aneh” (gak bodoh, ada lagi yang aneh)
Koco heran, ini pertamakalinya Ruslan menolak rokok dan Agus, malah diem aja,
“Ya itu Rus, di depan pintu, aku nemu piring isi bubur, tapi cuma digeletakin aja, gak ada yang makan”
“Mas bukak mas” tiba-tiba terdengar suara bersahutan, Ruslan dan Agus pura-pura tidak mendengarnya, berbeda dengan Koco, dirinya lantas berdiri, “ada orang kayanya di luar”
“Ojok di buka Co, wes talah lungguh ae” (jangan di buka co, sudah duduk aja)
Koco melihat Agus dan Ruslan heran,
“Halah, koen iku, yok opo nek wong sing nasib’e koyo aku mau” (halah, kalian itu, gimana kalau orang ini yang nasibnya kaya aku tadi)
Koco melewati Agus dan Ruslan, suara-suara itu terdengar semakin lama semakin bising, “Mas bukak mas” “Mas bukak mas”
Ruslan dan Agus hanya berdiri, tepat saat Koco membuka pintu, dirinya tidak menemukan siapapun disana, Ruslan dan Agus pun merasa janggal, dirinya tidak melihat apapun di luar pintu,
“Asu!!” kata Koco menatap Ruslan dan Agus, “Pocongan gus, pocongan Rus!!”
Agus dan Ruslan melihat Koco, lantas mereka kemudian bicara bersamaan, “Rokok’e”
Malam itu di lewati tiga orang itu dengan cerita tentang penghuni tanah layat tersebut, disini, Koco sudah mengerti semuanya
hampir semalam suntuk, Ruslan, Koco dan Agus menghisap rokok, sementara di luar terus terdengar suara itu yang saling bersahutan, “Bukak mas, bukak”
“Jancok, menengo” kata Ruslan, menggedor-gedor tembok kayu itu, setelah berteriak, tiba-tiba hening, suara itu menghilang, Ruslan pucat pintu terbuka, semua mata langsung memandang ke pintu, bersamaan itu, mbah Por masuk, melihat ke tiga orang yang tengah merokok di ujung ruangan,
“Agus tok mbah” (cuma Agus mbah) tanya Ruslan, Koco juga merasa harus ikut, lantas kemudian berdiri, mbah Por menatap Koco dan Ruslan bergantian, “tapi kalau kalian ikut gak papa, tapi nyawa kalian tidak bisa aku jamin ya”
Koco duduk lagi, Ruslan melangkah, mengikuti Agus dan mbah Por, begitu keluar dari pintu, Ruslan baru sadar, suasana desa ini benar-benar lain, tak seorangpun terlihat di sepanjang jalanan desa, bahkan, binatang pun tiba-tiba lenyap semua,
“Itu darah apa mbah?” tanya Agus,
“Halah, awakmu wes eroh iki getih’e opo” (halah, sebenarnya kamu tahu darah apa ini)
Ruslan menatap kesana kemari, dirinya tidak melihat satupun bentuk mengerikan dari wujud putih terbungkus itu, mbah Por menatap Ruslan, “ra usah wedi” melewati kebun Jati, mbah Por mendekati rumah Lastri, disana, sudah ramai layaknya pasar malam, hanya saja, yang berdiri hanya makhluk putih terbungkus itu (pocong), Ruslan melewatinya, dirinya tidak mau melihat wajahnya,
anehnya, mbak Lastri hanya diam, melamun.
Ruslan dan Agus berhenti tepat di depannya, Lastri hanya duduk dengan kain yang menutupi kakinya.
Mbah Por tiba-tiba memanggil, “mrene gus, iki kan sing kepingin mok delok iku” (kesini gus, ini kan yang mau kau lihat)
Agus yang pertama masuk ke ruangan itu, sementara Ruslan masih melihat mbak Lastri, dirinya masih diam, duduk, sendirian di ruang tamu, aneh
Ruslan kemudian mendekat, dirinya langsung mencium bau amis nanah, dalam batinnya ia mengatakannya, “bau Ranggon” sembari menutupi hidungnya saat Ruslan melihatnya, tubuhnya menggelinjang, dirinya tidak menyangka apa yang Agus katakan itu benar
“Ranggon” kata mbah Por, “sudah lama ada disini, kalau belum di ijinkan mati sama yang punya, dia gak akan bisa mati”Ruslan membuang muka, dirinya tidak sanggup melihat darah yang terus keluar dari anusnya
Ruslan mendekatinya perlahan, dirinya melihat kulitnya benar-benar tidak rata,
“Setiap ada borok baru yang muncul, dagingnya harus di iris, karena itulah, di beberapa bagian tubuhnya, kamu bisa lihat tulang belulangnya”
Ruslan masih tidak percaya, ini seperti mendengar dongeng kakek tiba-tiba Lastri muncul, dirinya melihat semua orang di kamar.